Pengantar Kitab Syajaratul Ma’arif (2): Amalan dan Sebab Kemuliaan

 
Pengantar Kitab Syajaratul Ma’arif (2): Amalan dan Sebab Kemuliaan

LADUNI.ID, Jakarta - Tulisan ini merupakan sesi pengantar penulis kitab Syajaratul Ma’arif Tangga Menuju Ihsan, yang ditulis oleh Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam. Di dalam edisi ini akan dibahas mengenai Keutamaan Amal-amal Zhahir dan Batin, Sebab Kemuliaan dan Urutan Wasilah Sebab-sebab. Selamat membaca.

Keutamaan Amal-amal Zhahir dan Batin

Amal-amal zhahir dan batin, mulia dalam dirinya sendiri, atau yang berhubungan dengannya atau buahnya, atau sarana-sarana yang mengantarkannya ke sana dan menganjurkan untuk itu.

Maka, seutama-utama amal kita adalah mengetahui Zat dan sifat, sebab yang berhubungan dengannya adalah sebaik-baik hubungan dan buahnya adalah sebaik-baik buah.

Demikian pula halnya yang berhubungan dengan Allah dalam hal ketaatan karena jawabannya yang berhubungan dengan Allah dalam hal ketaatan pada-Nya adalah sebaik-baik ketaatan, dan ibadah pada-Nya adalah sebaik-baik ibadah, dan rasa takut pada-Nya adalah sebaik-baik rasa takut, muraqabah-Nya adalah sebaik-baik muraqabah, kecintaan pada-Nya adalah sesempurna-sempurna kecintaan, dan keengganan pada-Nya adalah sebaik-baik keengganan, inabah pada-Nya sebaik-baik inabah, dzikir pada-Nya adalah sebaik-baik dzikir, syukur pada-Nya adalah lebih mulia dari segela bentuk syukur.

Juga, sabar atas segala hukumnya lebih mulia dari semua kesabaran, berpikir tentang sifat-sifatNya lebih utama dari semua pemikiran. Harapan pada-Nya jauh lebih baik dari segala harap, berdoa pada-Nya lebih indah dari semua doa, menangis pada-Nya lebih utama dari segala tangis, rasa malu pada-Nya lebih utama dari semua rasa malu, dan fana di dalam-Nya jauh lebih utama dari segala kefanaan. Dermawan karena-Nya jauh lebih utama dari semua kedermawanan, berlindung pada-Nya jauh lebih baik dari semua bentuk perlindungan, tadharru’ padanya karena rasa takut jauh lebih baik dari semua bentuk ketundukan, khusyu’ pada-Nya karena keagungan-Nya jauh lebih baik dari semua bentuk kekhusyu’an, merendah karena kebesaran-Nya lebih utama dari semua kerendahan, berindah-indah dengan ma’rifah-Nya jauh lebih utama dari bentuk berhias, dan berlemah diri karena-Nya adalah lebih utama dari semua bentuk berlemah diri, berlemah-lembut karena-Nya lebih utama dari semua bentuk berlemah-lembut, dan mengenal Dzat-Nya, sifat-Nya dan hukum-hukum-Nya seutama-utama usaha mengenal, dan berserah diri hanya pada-Nya adalah sebaik-baik serah diri, mendengarkan pada-Nya adalah sebaik-baik kelapangan, gembira karena ketaatan pada-Nya adalah sebaik-baik kelapangan, gembira karena ketaatan pada-Nya adalah sebaik-baik kelapangan, gembira karena ketaatan pada-Nya adalah sebaik-baik kegembiraan, da nada sopan santun pada-Nya adalah sebaik-baik sopan santun. Dan hizb-Nya sebaik-baik hizb, maka sungguh beruntung mereka dan memiliki tempat kembali yang baik.

Sebab Kemuliaan

Keadaan itu menjadi mulia karena adanya sebab dan hal-hal yang berhubungan dengannya, maka mahaabah (مهابه) jauh lebih utama dari mahabbah (محبه) karena ia berasal dari pemahaman Yang Agung, dan berhubungan dengan Dzat dan Sifat. Kemudian setelah itu menyusul mahabbah (cinta) yang berasal dari pengetahuan tentang nikmat dan ifdhal (keutamaan). Lalu, menyusul tawakal karena dia berasal dari perhatian terhadap tawahhud (kemenyatuan dengan af’al/ perbuatan).

Setelahnya adalah khauf (rasa takut) karena dia muncul setelah melihat kebaikan dan kejahatan dan berhubungan dengan keduanya. Namun, keduanya menjadi mulia dari sisi pengetahuan pada kekuasaan Allah atas keduanya, sebab tidaklah diharapkan seseorang yang tidak bisa melakukan kebaikan, dan tidak ditakuti seseorang yang tidak mampu mendatangkan mudharat.

Urutan Wasilah Sebab-Sebab

Pada wasilah-wasilah itu terdapat hukum-hukum yang dimaksud, walaupun setiap yang dimaksud itu terdapat keutamaan-keutamaan. Maka, setiap sarana yang mengantarkan pada kebaikan adalah baik, dan yang mengantarkan pada kejelekan adalah jelek. Dan sebaik-baik wasilah (sarana) adalah yang mengantarkan pada sebaik-baik maksud, seperti melihat yang mengantarkan pada ma’rifat dan iman.

Mungkin saja ada sebuah perbuatan yang baik dari satu sisi namun jelek dari sisi yang lain, mungkin pula dia dianggap jelek dan baik dilihat dari hal-hal yang bersangkutan dengannya dan apa yang yang mengantarkannya ke sana. Maka belajar kebaikan untuk diamalkan dan belajar kejelekan untuk ditinggalkan adalah baik, sementara belajar kebaikan namun unutk ditingalkan dan belajar kejahatan untuk diamalkan maka itu adalah jelek.

Demikian juga, belajar madzhab dan pemikiran orang-orang kafir demi membantah apa yang ada dalam pemikiran mereka adalah baik, sebab ini akan mengantarkan pada hancurkan madzhab mereka. Belajar sihir untuk diamalkan adalah jelek, namun belajar sihir agar dia bisa membedakan antara sihir dengan mukjizat adalah boleh, sebab ini akan mebngokohkan keberadaan mukjizat adalah boleh, sebab ini akanmengokohkan keberadaan mujizat, belajar berkata kotor dan keji adalah akan menantiasa disebutkan kejelekan-kejelekan.

Kemauan untuk melakukan ketaatan dan menyenanginya adalah dua kebaikan sebab dia akan mengantarkannya apda melakukannya, sementara menghendaki melakukan perbuatan mungkar dan senang padanya adalah jelek sebab dia akan mengantarkannya pada melakukannya.

Benci pada maksiat itu adalah baik karena membuat ia mencampakkannya, sementara benci pada ketaatan adalah jelek karena ia akan mengantarkannya pad ameinggalkannya.

Memperhatikan kemuliaan, taat apda pahalanya adalah baik karena dia akan menyebabkan melakukannya, sementara memperhatikan nikmatnya maksiat adalah jelek karena akan memdorongnya ke sana. Memperhatian sulitnya ketaatan adalah jelek karena dia akan membuatnya menyingirkannya, smenetara memperhatikan kejahatan maksiat dan siksanya adalah baik karena dia akan membuatnya menolaknya.

Memusuhi orang-orang kafir itu adalah baik karena dia akan mengarahkannya untuk menjauhi mereka, sementara memusuhi orang-orang yang baik itu adalah jelek karena hanya akan membawanya pada memutus hubungan dengan mereka.

Marah karena Allah itu baik karena akan mengantarkan pada takwa, sementara mahrah karena nafsu adalah jelek karena dia akan mebuatnya mengikuti hawa nafsunya.

Sabar dalam taat itu adalah baik karena akan mengantarkannya untuk senantiasa menegakkannya, sementara “sabar” bermaksiat maka hal itu adalah jelek karena hanya akan membuatnya senantiasa melakukannya. Sabar menjauhi ketaatan adalah jelek karena hanya akan menyeretnya untuk menolak ketaatan, dan sabar untuk tidak menyentuh maksiat adalah baik karena akan membuat dia meninggalkannya dan berkeinginan kuat atas kebaikan dan kejelekan sma dengan sabar atas keduanya.

Memandang pada gemerlap dunia adalah jelek karena hanya akan membuatnya terpaku padanya, sementara melihat pada keindahan akhirat adalah baik karena dia akan membuatnya berhasrat padanya.

Takjub pada kejelekan batil adalah baik karena adak membuatnya menhindarinya, dan takjub pada kebaikan yang benar adalah baik karena ia akan menggiringnya untuk banyak melakukannya.

Melecehkan kebenaran dan para pelakunya adalah jelek karena akan mengantarkan pada usaha meninggalkannya, sementara melecehkan kebatilan dan pelakunya adalah baik karena dia akan mengantarkan pada tindakan menolaknya.

Sibuk dengan tidak melaukan ketaatan adalah jelek karena akan membuatnya melkaukan sedikit ketaatan.

Menyepelekan nikmat adalah jelek karena dia akan mengantarkan pada kufur nikmat, dan mengagungkan nikmat adalah baik karena akan membuatnya menyukurinya.

Dan, sejelek-jelek kelalaian adalah lalai mengingat Tuhan Pemilik langit dan bumi, kemudian lalai dari berbuat taat. Sementara sebaik-baik kelalaian adalah lalali dari maksiat dan melakukan pelanggaran.


Sumber: Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam. Syajaratul Ma’arif Tangga Menuju Ihsan, penj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020.