Kisah Adipati Yunus Menjadi Panglima Perang Demak Saat Umur 17 Tahun

 
Kisah Adipati Yunus Menjadi Panglima Perang Demak Saat Umur 17 Tahun

LADUNI.ID, Jakarta - Kasultanan Islam Malaka di Johor menguasal perdagangan dan pelayaran Asia Tenggara saat diperintah Sultan Mahmud Syah sefa 1488 M, menggantikan ayahnya Sultan Alaudin Syah. Namun mu meredup dan hal ini diketahui Sultan Fatah, yang bersambung sejak lama. Saat itu Hang Tuah Sakti adalah panglima perang, Hang Jebat teman Hang Tuah, menjadi Duta Besar Kasultanan Johor untuk Demak yang banyak membantu Kasultanan Demak-Bintoro dalam keprajuritan.

Sultan Fatah memberi tugas Adipati Jepara yaitu Adipati Yunus, putra mahkota untuk mempersiapkan penyerangan ke Malaka yang dikuasai oleh penjajah Portugis. Adipati Yunus mengirim mata-mata ke Malaka dipimpin Hang Jebat/ Kiai Jebat untuk menyelidiki kekuatan Portugis dan benteng pertahanannya. Setelah mendengar laporan dari mata-mata yang dipimpin oleh Kiai Jebat, serta merta mempersiapkan sarana dan prasarana perang yang diperlukan, maka pada akhir 1512 M, Adipati Yunus memimpin armada perang Kasultanan Demak-Bintoro menyerang Malaka karena ditakhukkan Portugis pada tahun 1511 M. Saat itu Adipati Yunus baru berumur 17 tahun, namun sepak terjangnya pantas disebut Panglima Perang.

Panglima perang Adipati Yunus memimpin armada Demak dengan kekuatan 90 jung dan 12.000 prajurit menyeberang laut Jawa dan singgah di Palembang untuk mendapatkan tambahan bantuan jung, prajurit dan meriam dari keluarga kakek tirinya. Sesampai di perairan Selat Malaka pada akhir 1512 M, gabungan armada Demak dan Palembang menyatu dengan armada perang Kasultanan Samodra Pasai.[1] Mereka mengatur siasat penyerangan untuk mengepung Malaka dari laut. Kekuatan pasukan laut ada 100 jung dengan jumlah prajurit lebih dari 12.000. Ditambah dengan orang Jawa yang mukim di Malaka sebagai barisan pendem dipimpin Adipati Kadir[2] yang akan menyerang lewat darat Malaka. Strategi perang telah disepakati, maka bulan Januari 1513 M mereka mulai menggempur benteng Portugis di Malaka. Barisan pendem Jawa yang menyerang lewat darat tidak berhasil sesuai rencana, karena laporan telik sandi Prabu Udhara dari Majapahit sekutu Portugis di Malaka. Barisan pendem Jawa telah dilumpuhkan sebelum perang atau mereka yang dicurigai diusir keluar Malaka.[3]

Pertempuran laut berjalan sengit, prajurit Portugis mampu memukul mundur armada gabungan Demak, Palembang dan Samudera Pasai. Armada gabungan mengalami kekalahan, kapal tinggal tersisa 7 atau 8 buah dari 100, sekitar 1.000 prajurit tewas dan 1.000 orang tertawan musuh. Adipati Yunus selamat dan kembali ke Jepara, kapalnya ditambatkan di perairan Jepara, disimpan di bawah hanggar sebagai kenangan pahit dalam ekspedisi yang gagal. Sedangkan Sultan Samodera Pasai Zainal Abidin juga menyingkir ke Jawa, dan sejak saat itu bandar Samodera Pasai meredup. Sebab kegagalan lainnya adalah angin ribut bulan Januari telah memporakporandakan 3 pasukan gabungan, sehingga formasi/susunan perang yang direncanakan menjadi kacau. Walau demikian pasukan Portugis juga menderita korban yang tidak sedikit. Penyebab penting kegagalan lainnya adalah karena persenjataan maupun taktik dan strategi Portugis jauh lebih unggul.

Ekspedisi militer ke Malaka meskipun mengalami kegagalan, namun bagi Demak hal itu cukup membanggakan dan secara politis begitu berarti. Nama Adipati Yunus cukup disegani oleh kawan maupun lawan. Kasultanan Demak-Bintoro makin disegani oleh Portugis ataupun para raja sahabat di Nusantara. Hal ini terbukti dari Surat laporan kepada Rajanya, 8 Januari 1515 M, Alfonso d’Albuquerque menyebut bahwa Adipati Yunus, Sultan Raden Fatah dan Adipati Kadir adalah tokoh yang menakutkan Portugis.[4] Keberanian Adipati Yunus memimpin perang melewati Laut Utara pulau Jawa, maka dijuluki Pangeran Sabrang Lor. Sedangkan Kiai Jebat/ Hang Jebat tidak lama setelah kejadian itu, meninggal dunia dan dimakamkan di sebelah timur jalan Bhayangkara Demak.

Dalam Serat Babad Demak dan Babad Tanah Jawi II, disebutkan setelah Demak gagal menyerang Malaka pada 1513 M, Prabu Udhara dari kadipaten Majapahit semakin berani menentang Demak,[5] bahkan sering berupaya merongrong kekuasaan Demak dengan mempengaruhi Adipati lain untuk melepas diri dari kekuasaan Demak. Ditambah pengkhianatan Prabu Udhara dari Majapahit yang bersekutu dengan Portugis, menyebabkan Demak menyerang Majapahit di tahun yang sama 1513 M, Sultan Fatah Sunan Kudus memimpin serangan darat, lewat Madiun. Sedang Adipati Yunus mendapat tugas menyerang Majapahit dari laut lewat Sedayu. Peperangan berlangsung selama 6 tahun (1513 M-1518 M). Tahun 1515 M dan 1516 M, tertulis dalam riwayat Portugis bahwa Prabu Udhara masih memerintah kadipaten Majapahit. Pasukan Demak yang masih tertekan kalah perang di Malaka, segera mengalahkan pasukan Prabu Udhara yang lebih segar dan yang telah mempersiapkan penyerangan pasukan Demak.

Sementara itu Sultan Malaka memindahkan pemerintahannya di Johor. Setelah Malaka dikuasai Portugis, pusat perdagangan kawasan selat Malaka terbagi 2 yaitu, Malaka dan Aceh. Aceh melepaskan diri dari kekuasaan Pidie dan mendirikan Kasultanan pada 1514 M dengan penguasanya Sultan Ibrahim gelar Sultan Ali Mughayat Syah.


[1] Muhammad Khafid Kasri dan Pujo Semedi, 2008, Sejarah Demak Motahari Terbit di Glagah Wangi, op.cit., h.90

[2] Dijelaskan bahwa Adipati Kadir selanjumya menyingkir ke Cirebon, lihat hal ini dalam Slamet Muljana, 2008, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, op.cit, h. 121

[3] Muhammad Khafid Kasri dan Pujo Semedi, 2008, Sejarah Demak Ma~ °ri Terbit di Glagah Wangi, op.cit,, h.91

[4] Slamet Muljana, 2008, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, op.cit, h. 120

[5] Muhammad Khafid Kasri dan Pujo Semedi, 2008, Sejarah Demak Matahari Terbit di Glagah Wangi, op.cit, h.93

 


Sumber: Anasom, Iswati, Naili Anafah, dkk. Sejarah Kesultanan Demak-Bintoro; Sultan Fatah, Masjid Agung Demak dan Kasultanan Demak-Bintoro. Semarang: Takmir Masjid Agung Demak dan UIN Walisongo, 2019.