Di Masa Depan, Porang Diprediksi Jadi Makanan Pokok Pengganti Beras

 
Di Masa Depan, Porang Diprediksi Jadi Makanan Pokok Pengganti Beras

LADUNI.ID, Jakarta - Saatnya pemerintah dan swastawan khususnya para pengusaha industri membangun pabrik-pabrik di seluruh provinsi di Indonesia, mengingat geliat dan booming Porang makin membahana di seluruh Nusantara.

Geliat petani dalam membudidayakan tanaman porang (Amorphophallus Mueller) sedang marak di kalangan petani di pedesan. Apalagi porang adalah tanaman pangan yang unggul melebihi beras dan gandum.

Kadar serat pangan (glucomanan) porang lebih yakni 55-65% lebih tinggi dibandingkan gandum yang kadar serat pangannya hanya 28%.

Keunggulan inilah yang akan menaikan nilai porang sebagai bahan pangan sehat pengganti beras (mengkonsumsi dalam jumlah sedikit tapi tak bikin obesitas).

Tanaman Porang Dilihat dari Sejarah

Porang adalah fenomena zaman. Beratus-ratus  tahun porang ada di bumi pertiwi ini, di pinggir jurang, di bawah rumpun bambu, di bawah pohon duku dan pepohonan yang rindang, di semak belukar, di hutan lebat, tanpa ada orang kita sudi menengok atau bisa memanfaatkannya.

Bahkan jadi gulma dan musuh bagi petani  karena lebatnya daun porang yang mengalahkan tanaman sayur dan lain-lain. Dicabut, dibabat dibuang ke jurang.

Tahun 1943, Jepang datang menjajah negeri ini. Bukan untuk mencari rempah-rempah seperti orang Eropa, bukan pula mencari emas. Tapi  mencari porang atau kijung, badul atau konjak untuk memberi makan ratusan ribu pasukan yang sedang berperang di hampir seluruh daratan Asia: Korea, Cina dan lain-lain.

Makanan utama mereka (orang Jepang) bukan lah beras atau gandum, tapi konjak atau porang. Tetapi proses pengolahan porang jadi makanan sangat dirahasiakan oleh mereka.

Mengapa…?

Karena kalau sampai  kita orang Indonesia tahu cara mengolah porang menjadi makanan, jadi beras Shirataki, jadi Konyaku, jadi Mie Shirataki, maka mereka khawatir nanti porang kita dikonsumsi sendiri dan mereka tidak dapat lagi suplay porang untuk prajurit mereka di luar negeri.

Bahkan, saat armada pengangkut porang mau lewat, yaitu porang yang dikumpulkan dari  anak sekolah dan perangkat desa yang diwajibkan setor porang itu. Mereka membunyikan alarm agar rakyat pribumi berlindung atau ngumpet di rumah atau di goa-goa.

Tujuannya, agar rakyat tidak tahu bahwa meraka sedang konvoi ratusan truk pengangkut porang ke pelabuhan. Sehingga sampai saat ini nenek moyang kita tidak mewarisi kita cara pengolahan porang yang memang mereka tidak tahu.

Allah SWT Maha Adil

Jepang dan China sebagai pengkonsumsi porang belakangan ini kesulitan stok karena faktor alam dan pertambahan penduduk yang makin banyak, butuh porang sangat banyak. Tahun 2014 kemarin datang lah mereka ke Indonesia untuk mencari porang, karena memang sumber/pusat porang dunia ada di Indonesia.

Pada dasarnya porang sudah dikirim ke sana sejak tahun 1962 oleh PT Ambico Pasuruhan dan PT Sanindo Bandung, tapi kebutuhan di sana makin banyak.

Maka. wakil pemerintah mereka datang langsung untuk kerjasama atau MoU pembelian dan penanaman porang. Awalnya dengan Perhutani Madiun di Saradan.

Mulai saat itu, porang berkembang makin pesat dan luasan lahan porang khususnya di Jatim (Madiun,  Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro) makin luas.

Ditambah lagi, Badan Pangan Dunia FAO menyatakan dunia dalam keadaan darurat pangan. Dan Indonesia juga merasa perlu memperkuat ketahanan pangan. Salah satunya adalah porang yang merupakan substitusi yang ternyata 5 kali lebih baik dari beras.

Booming Porang di Negeri Ini

Kebutuhan dunia yang sangat besar yang konon baru terpenuhi 5/10% saja dan potensi ratusan juta penduduk Indonesia yang pada titik tertentu nanti akan berubah pola makannya dari padi akan berubah makan beras porang.

Hari ini memang baru para artis, para pejabat dan orang-orang kaya saja yang makan beras porang karena harganya masih sangat tinggi yaitu sekitar  Rp. 160.000 perkilo.

Tapi saya optimis, 5 atau 10 tahun lagi, warga biasa sudah akan ikut makan beras porang yang memang sangat baik bagi kesehatan, karena kandungan glukomanan (serat pangan) sangat tinggi.

Peluang ini terbaca oleh petani kita, oleh pengusaha kita. Maka, mulai tahun 2019 kemarin sudah mulai pada gila porang. Porang yang tadinya tanaman liar mulai jadi idola. Ratusan bahkan ribuan hektar lahan berubah jadi lahan porang.

Potensi pendapatan porang yang sampai ratusan juta perhektar dan permusim, membuat para pengusaha selama ini tidak melirik dunia pertanian mulai berebut peluang bertani porang.

Sudah Jadi Primadona

Porang sudah jadi primadona dan akan terus jadi primadona, mengingat bahwa itu adalah kebutuhan  pokok dan kebutuhan industri.

Semoga hadirnya porang bisa membawa kemaslahatan bagi petani pedesaan dan petani pinggir hutan untuk menikmati hadirnya fenomena porang ini. Mengingat mereka lah yang ada lahan, ada waktu, ada tenaga.

Semoga bukan hanya para pemodal dan pengusaha yang kaya raya dari porang tapi yang utama adalah petani porangnya.

Salam sukses petani porang Indonesia.(*)

***

Sumber: Justice Cyber Online
Editor: Muhammad Mihrob