Apa Itu Bid'ah? Ini Penjelasan Kyai Taufik Damas

 
Apa Itu Bid'ah? Ini Penjelasan Kyai Taufik Damas
Sumber Gambar: Foto : (dok Laduni.ID)

LADUNI.ID Jakarta – Istilah bid’ah begitu populer dan kerap kita dengar. Di sejumlah hadits, istilah itu disertakan kata ‘sesat’ dan seturut dengan itu, biasanya menjadi penegas atau pembeda amaliyah ibadah yang dinilai tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW. Penyertan kata ‘sesat’ merujuk pada sabda Rasulullah Muhammad SAW bahwa; “Ucapan terbaik adalah Kitab Allah. Petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad. Perkara yang paling buruk adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. Al-Nasa’i).

Baca juga: Keutamaan Sholat Sunah Awwabin

Bid’ah kerap menjadi isu sensitif yang memunculkan perdebatan sesama muslim. Bagaimana memahami bid’ah dan menempatkannya dalam konteks keagamaan? Kyai Taufik Damas, menjelaskan, bahwa bid’ah adalah sesuatu yang di batasi oleh Allah dan Rasulullah Muhammad SAW yang jumlahnya sangat sedikit. Menurut jebolan Universitas Al Azhar, Kairo Mesir, jurusan Usluhudin itu, banyak ulama yang telah mendefinisikan ‘bid’ah’ namun sekian dari sejumlah definisi yang ada justru terkesan rumit dan ideologis. Menurutnya, dalam konteks ini kita harus memahami terminologi bid’ah secara lebih definitif-konvensional, sehingga tidak mudah digunakan sebagai “senjata” untuk menyerang kelompok lain.

“Saya mengajak orang untuk melek sejarah hingga dapat memilih definisi yang tidak menyesatkan. Jika tidak ada keberanian seperti ini, selamanya kita akan terjerumus dalam “jurang perebutan klaim keselamatan eskatologis” yang belum pasti kita dapatkan,” tulis Kyai Taufik melalui utasan di twitter pribadinya, @TaufikDamas, Rabu, 14 April 2021.

Baca juga: Empat Waktu yang Bila Dimanfaatkan Mampu Menghapus Dosa

Bid’ah dalam pandangan Kyai Taufik adalah; “taqyîdu mâ athlaqahu Allahu wa rasûluh wa ithlâqu mâ qayyadahu Allahu wa rasûluh (membatasi sesuatu yang dibebaskan oleh Allah dan Rasul dan membebaskan sesuatu yang dibatasi oleh Allah dan Rasul). Contoh paling tegas adalah ibadah. Ibadah adalah kegiatan yang ditentukan (dibatasi) oleh Allah dan Rasul. Tidak seorang pun boleh mengadakan sebentuk ibadah yang petunjuk hukumnya tidak ada secara tegas. Karena, pada dasarnya hukum ibadah adalah haram, kecuali ada dalil yang menunjukkan kewajibannya (al-ashlu fî al-‘ibâdah harâm hattâ yadulla al-dalîl ‘alâ al-wujûb). Shalat wajib adalah lima waktu. Ini ketentuan dari Allah dan Rasul. Maka, tidak boleh orang menentukan kewajiban shalat di luar shalat yang lima itu. Puasa wajib adalah di bulan Ramadhan.Ini ketentuan Allah dan Rasul. Maka, tidak boleh seorang pun menentukan kewajiban puasa di luar bulan Ramadhan. Dan contoh-contoh lain yang jumlahnya jauh lebih kecil daripada kebebasan yang Allah berikan.”

Dalam hal lain, Kyai Taufik melanjutkan, termasuk kebebasan dalam mempraktikan tradisi atau budaya lokal. Seperti memperingati maulid nabi, tahlilan, tujuh bulanan (mendoakan kehamilan), dan seterusnya, merupakan tradisi yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam agama. Menurut Kyai Taufik, dalam hal budaya lokal seperti itu, agama tidak mewajibkan, menyunahkan atau mengharamkan. “Jika sesuatu tidak memiliki pijakan hukum secara pasti, maka sesuatu itu masuk dalam kategori kegiatan yang berstatus hukum mubâh (boleh): boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Tidak ada hukum yang mengikatnya hingga harus dilakukan atau ditinggalkan,” sambungnya.

Baca juga: Amalan Doa Agar Segera Memiliki Rumah

Menguatkan hal itu, Kyai Taufik sepakat dengan landasan hukum yang menjadi pegangan Imam Syafii, yaitu; al-ashlu fî al-asyâ’ al-ibâhah hattâ yadulla al-dalîl ‘alâ al-tahrîm (segala sesuatu pada dasarnya berhukum boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Tidak ada istilah “bid’ah hasanah (baik)” selama kata bid’ah yang dimaksud adalah bid’ah secara terminologis (istilâhi). Semua bid’ah, secara terminologis, adalah kesesatan. Inilah bid’ah yang dimaksud oleh hadis yang terkenal itu. Kategorisasi hasanah (baik) dan sayyi’ah/madzmûmah (buruk) lebih tepat diajektifkan pada kata sunnah. Jadi, ada sunnah hasanah dan sunnah sayyi’ah. Ini sesuai dengan hadis, Man sanna sunnatan hasanatan ... wa man sanna sunnatan sayyi’atan … (HR. Muslim dan yang lain).

“Jadi, kata bid’ah tidak boleh dituduhkan secara serampangan kepada orang lain yang melakukan ritual tertentu yang tidak ada petunjuk hukumnya dalam agama seperti yang telah saya sebutkan di atas. Lontaran bid’ah menunjukkan kerendahan pemahaman seseorang akan asal-usul hukum agama.Selain itu “sikap angkuh” ini sangat membahayakan karena berpotensi menjadi sumber permusuhan antar umat. Siapa pun harus belajar akan kekayaan tradisi keilmuan Islam hingga tidak mudah menuduh orang lain sebagai pelaku bid’ah dan mengklaim dirinya sebagai pengemban sunnah yang paling sah: kesombongan yang tak terperikan!,” pungkas Kyai Taufik. (Editor: Ali Ramadhan)