Hari Libur, Peringatan dan Hari Raya

 
Hari Libur, Peringatan dan Hari Raya
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Mungkin hanya di Indonesia punya tanggal merah lebih banyak dari negara lainnya. Bisa jadi rekor, bahwa benar di kita sering dapati libur karena warna di tanggalnya merah. Entah dari mana asal usulnya lalu kemudian kita kini hanya menerimanya, tanpa bisa protes ke siapapun. Apakah sejak pemerintahan dulu karena negara menghormati agama, di mana hari raya agama silih berganti. Dari Januari hingga Desember jika dihitung penuh sekali tanggal merah khusus perayaan dan peringatan yang berkait agama.

Di belahan dunia lainnya, mungkin juga sama seperti di Indonesia yang banyak memperingati hari besarnya, hari ulang tahunnya suatu negara, hari raya agama, hari menghormati tokoh-tokohnya, hari memuliakan atas perjuangan, patriotisme, dan nasionalisme bangsanya sehingga menjadi terkenang dan berkesan.

Yang jadi aneh di kita, ada hari kejepit nasional. Biasanya tepat tanggal merahnya di hari Selasa, sementara Senin masuk kerja atau hari yang sibuk. Apalagi di hari Rabu ya tanggal merah. Atau kita pun sering mengalami ada tanggal merah di hari Kamis, sementara hari kerja masih tersisa yaitu Jum'at sebab Sabtu dan Minggunya libur.

Pada posisi inilah libur itu diatur, tapi tidak untuk hari raya yang memang dihasilkan dari keputusan yang bersifat agamis, seperti penentuan hari raya idul Fitri itu ditentukan dari hisab dan rukyat, dan karena penentuan rukyat itu harus disumpah di bawah al-Qur'an. Negara tidak bisa mengatur soal ini, sebab sudah ranah agama. Hanya saja negara melalui Kementerian Agama mewadahi dan memfasilitasi pada saat penentuan rukyat tersebut, tentu dengan menyelenggarakan sidang isbat.

Salah satu deskripsi di atas terkait hari raya agama, ini sekali lagi negara tidak serta merta menentukannya digeser atau dirubah harinya, itu ranah ulama yang paham tentang agama. Terutama yang ahli ilmu Falak.

Bagaimana kasus tahun baru yang di dalamnya tidak ada kegiatan ritual agama, dan tidak ada sidang isbat yang melibatkan ulama karena memang tidak ada kegiatan ibadah di dalamnya. Sekedar peringatan semata. Bisa jadi tanggal tidak diganti atau tidak rubah tapi liburnya bisa bergeser. Ini sekali bukan suatu kesalahan fatal. Tanggal yang sudah ditentukan sebagai tahun baru, sekedar penanda bahwa akhir tahun berakhir yang kemudian datang tahun baru.

Tahun baru Masehi pun jika liburnya digeser mungkin tidak ada masalah sebab di dalamnya tidak ada ritual atau ibadat agama. Tapi tidak akan rubah menjadi tanggal 2 atau tanggal 3 sebagai tahun baru Masehi. Kita pun terkadang mendapati tanggal peringatan hari Kartini yang biasanya libur karena tanggal merah, justeru liburnya di tanggal sebelum dan atau sesudahnya tanggal lahirnya R.A Kartini.

Marah kah kita, ya tentunya tidak harus marah. Itu kembali pada teknis jika bukan peringatan agama karena menyangkut ibadah atau ritual. Negara sekali lagi tidak boleh merubahnya atau menggesernya. Sebab sekali melakukannya justeru akan memancing emosi umatnya.

Terkait, dengan kondisi pandemi bisa jadi maksud pemerintah untuk menghindari konsentrasi massa. Tapi ini juga tidak bersifat permanen sebagai sebuah keputusan mengikat dan tetap. Artinya jika kondisinya sudah normal dan stabil hal itu tidak perlu ditempuh oleh pemerintah ketika mengatur libur.

Minggu, 15 Agustus 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi


Editor: Daniel Simatupang