Biografi Fudhail bin Iyadh

 
Biografi Fudhail bin Iyadh

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat 

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.2       Guru-Guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.1       Murid-murid Beliau

4         Kisah-kisah
4.1      Bekas Perampok dan menjadi Guru para Ulama
4.2      Bertemu Raja

5        Untaian Nasehat
5.1       Jangan Tertipu dengan Banyaknya Orang yang Tersesat
5.2       Carilah Kawan Sejati
5.3       Berdoalah untuk Kebaikan Penguasa
5.4       Janganlah Beramal karena Manusia
5.5       Yang paling ikhlas dan Paling Benar

6        Referensi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

Beliau adalah Abu Ali Fudail bin Iyadh bin Mas'ud bin Bisyir at Tamimi Al Yarbu'i, Al Hurasani berasal dari pinggiran kota Muru. Ada yang mengatakan beliau dilahirkan di Samarkand, beliau tumbuh besar di kota Abyurd beliau menulis riwayat-riwayat hadits di kota Kufah kemudian berpindah di Mekkah dan bermukim disana hingga wafat.

1.2       Wafat

Beliau wafat bulan muharram 187 H di Mekkah

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1       Guru-guru Beliau

Beliau menimba ilmu dari beberapa ulama di antaranya: 

  1. Sulaiman at Tamimi
  2. Humaid at Thawil
  3. Yahya al Anshari
  4. Ja'far Shadiq
  5. Atha bin Saib
  6. Mujalin bin Said
  7. Sufyan at Tsauri

3           Penerus Beliau

3.1       Murid-murid Beliau

Sedangkan murid-murid Fudhail bin Iyadh adalah:

  1. At Tsauri
  2.  Ibnu Uyainah
  3.  Yahya Al Qatan
  4.  Ibnul Mubarak
  5.   Imam Syafi'i
  6. Al Humaidi
  7. Al Qanabi

4           Kisah-kisah

4.1      Bekas Perampok dan menjadi Guru para Ulama

Sebelum jadi sufi master, dia adalah jagoan dan perampok besar yang sangat ditakuti. Tiap malam dia menunggu di jalan dan siap merampas barang milik siapapun yang melewati jalan tempatnya merampok.

Tetapi suatu saat dia terpana dan tersentak oleh kata-kata Al-Qur'an yang diucapkan tiga orang pedagang yang melewati jalan itu. Ayat-ayat al-Qur'an itu menghentak kesadaran dirinya. Dia lunglai tak berdaya. Matanya mengembang air mata dan hatinya bergetar-getar. Sejak saat itu dia bertaubat. Dia tekun mempelajari agama, lalu menjadi ulama besar dan akhirnya menjadi sufi master.

Ayat-ayat tersebut adalah:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, tunduk hati mereka untuk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab (al-Qur'an) kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang jahat.” (QS. Al-Hadid: 16)

 

Mendengar bacaan ayat itu, Al Fudhail bin 'Iyadh terkesima, kalbunya seakan luruh dan benar-benar tunduk pada peringatan Allah SWT. Dari lidahnya terlontar kata-kata yang berasal dari batinnya, ''Ya Allah, sudah tiba waktunya bagi kalbuku ini untuk tunduk dan bersimpuh di bawah ridha dan karunia-Mu.'' Perbuatan maksiat merupakan wujud pelanggaran terhadap perintah dan larangan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

4.2       Bertemu Raja

Fudhail sendiri langsung melangkahkan kakinya ke arah Makkah. Belum sampai di sana, ia berkemah di suatu daerah dekat Narawan.

Yang Fudhail tak ketahui, Sultan Harun al-Rasyid di istananya sedang bermimpi dalam tidurnya. Suatu suara gaib menyeru kepadanya dalam keadaan tak sadar itu, “Sungguh, Fudhail bin Iyadh takut kepada Allah dan memilih mengabdikan diri kepada-Nya. Sambutlah ia di negerimu!

Sultan al-Rasyid keesokan paginya menyuruh beberapa orang untuk menemukan Fudhail bin Iyadh. Setelah beberapa waktu, orang-orang suruhan itu dapat membawa Fudhail ke istana di Baghdad.

“Wahai Fudhail,” kata Sultan, “Aku melihat dalam mimpiku, suatu suara menyeru kepadaku tentang keadaanmu. Aku diseru agar menyambutmu datang.”

Fudhail terkesima. Ia lantas menyeru ke arah langit, “Ya Rabb, Dengan kemurahan dan keagungan-Mu, Engkau telah mencintai seorang hamba yang berdosa, yang telah menjauh dari-Mu selama 40 tahun!”

Fudhail kemudian diterima Sultan Harun al-Rasyid dengan sambutan yang baik. Ia pun kini telah berubah total. Taubat nasuha yang dilakukannya telah membuatnya kembali ke jalan cahaya. Sejak saat itu, ia mencurahkan seluruh waktu hidupnya untuk belajar dan ibadah.

5          Untaian Nasehat

Berikut ini adalah Untaian Nasehat Beliau:

5.1        Jangan Tertipu dengan Banyaknya Orang yang Tersesat

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,

اتبع طرق الهدى ولا يضرك قلة السالكين، وإياك وطرق الضلالة ولا تغتر بكثرة الهالكين

“Ikutilah jalan hidayah dan sedikitnya orang yang menitinya tidaklah membahayakanmu. Hati-hatilah dengan jalan-jalan kesesatan dan jangan terkecoh dengan banyaknya orang yang binasa di dalam kesesatan.” (Al-I’tisham, 1:60, Asy-Syathibi)

5.2       Carilah Kawan Sejati

“Jika engkau ingin mencari kawan sejati maka lakukan hal yang membuat dia tersinggung. Jika engkau lihat orang tersebut bersikap sebagaimana mestinya maka jadikanlah dia sebagai kawan dekat. Namun kiat di atas tidak berlaku lagi di zaman ini. Kiat diatas mengandung risiko. Zaman sekarang, jika engkau melakukan hal yang membuat dia tersinggung, dia langsung berubah menjadi musuh seketika itu juga.

Penyebab perubahan ini adalah orientasi hidup; orientasi hidup para ulama salaf adalah akhirat semata. Oleh karena itu, niat mereka di dalam bersaudara dan berinteraksi adalah niat yang tulus, sehingga perkawanan itu bernilai agama (akhirat) bukan dunia. Berbeda dengan kondisi sekarang, hati demikian dikuasai oleh cinta dunia.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 4:296, Ibnu Muflih Al-Hanbali)

5.3       Berdoalah untuk Kebaikan Penguasa

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,

” لو أن لي دعوةً مستجابةً ما صيرتها إلا في الإمامِ . قيل له : وكيف ذلك يا أبا علي ؟ قال : متى ما صيرتها في نفسي لم تحزني ، ومتى صيرتها في الإمامِ فصلاحُ الإمامِ صلاحٌ العبادِ والبلادِ

“Jika aku punya doa mustajab maka doa tersebut akan kupakai untuk mendoakan penguasa.” “Mengapa demikian wahai Abu Ali?” demikian tanggapan sebagian orang. Jawaban Al-Fudhail, “Jika doa mustajab tersebut kupakai untuk diriku sendiri, aku tidak akan mendapatkan balasan. Namun, jika kupakai untuk mendoakan penguasa maka baiknya penguasa akan berdampak kebaikan bagi rakyat dan negeri.” (Hilyah Al-Auliya’, 8:91, Abu Nu’aim Al-Ashfahani)

5.4       Janganlah Beramal karena Manusia

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,

ترك العمل من أجل الناس رياء، والعمل من أجل الناس شرك والإخلاص أن يعافيك الله عنهما

“Meninggalkan amalan shalih karena manusia adalah riya’. Sementara itu, beramal shalih karena manusia adalah kesyirikan. Adapun ikhlas adalah jika terbebas dari kedua hal tersebut.” (Al-Adzkar An-Nawaiyyah, hlm. 7)

5.5       Yang paling Ikhlas dan Paling Benar

Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengomentari firman Allah Ta’ala,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Untuk menguji kalian siapakah diantara kalian yang paling baik dalan beramal.” (QS. Al-Mulk: 2)

Beliau berkata, “Yaitu amalan yang paling ikhlas dan paling benar.”

Ada yang bertanya, “Wahai Abu Ali apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling benar?”

Al-Fudhail menjawab, “Jika amalan itu ikhlas namun tidak benar maka tidak diterima. Jika benar namun tidak ikhlas maka juga tidak diterima. Amalan yang diterima adalah yang menggabungkan antara ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal karena Allah dan benar adalah sesuai sunnah.” (Majmu’ Fatawa, 3:124)

6         Referensi

"Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"

  Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 


 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya