Menata Usia Menuju Bahagia

 
Menata Usia Menuju Bahagia
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Bahagia itu terpenuhinya kebutuhan (need) atau keinginan (will). Tepuk dada, tanya selera, lalu mengejawantah menjadi nyata, itulah bahagia. Dalam Islam bahagia (need dan will) itu harus syar'i dan mengacu ajaran agama.

Imam Al-Ghazali dalam Kimia Sa'adah (Kimia Kebahagiaan) menjelaskan bahwa setiap makhluk hidup itu memiliki nilai kebahagiaan tersendiri. Tumbuhan bahagia karena bisa berfotosintesis, hewan bahagia karena terpenuhi makan, minum dan seks. Setan bahagia karena berhasil menggoda manusia, malaikat bahagia karna taat kepada Tuhannya. Sedangkan manusia memiliki semua unsur/nilai kebahagiaan di atas. Lebih kompleks, unik dan universal, selain misterius tapi juga perfektionis.

Semua potensi kebahagiaan harus diorientasikan menuju bahagia dunia dan akhirat (sa'adatunnas fiddarain) sebagaimana dalam doa sapu jagad, Rabbanaa aatinaa fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah, waqinaa adzaaban naar.

Untuk bahagia manusia harus menata usianya, agar mudah tercapai.

أَعْماَرُ أُمَّتِي بَيْنَ سِتِّيْنَ وَ سَبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنَ يُجاَوِزُ عَلَى ذَلِكَ

“Umur ummatku antara 60-70 tahun. Sangat sedikit di antara mereka yang umurnya melampaui sekitar itu.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam rentang usia 60-70 tahun itu, Al-Quran menjelaskan bahwa ada masa anak, remaja, dewasa dan lansia-pikun.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَّغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْۗ وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْۚ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰٓى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔاۗ وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ

Artinya: “Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah.” (QS. Al-Hajj: 5)

Step by step/age by age harus dihiasi dengan kebahagiaan, ala kulli haal, any who, any time and any where. Masa anak bertugas dalam pembentukan diri, remaja masa penguatan jati diri, dewasa penguatan ekistensi diri dan dewasa - lansia intens menyempurnakan diri. Jika tugas perkembangan tercapai maka kebahagiaan lintas usia akan tergapai.

Lalu bagaimanakah cara menata usia untuk bahagia? Ada 4 metode yang perlu kita lakukan, yakni:

1. Attuqa (taqwa)

2. Al-Ilmun (ilmu)

3. Al-Adabun (akhlak mulia)

4. Az-Zuhdu (bersikap zuhud)

Dengan menghiasi lintas usia dengan 4 metode tersebut, insyaallah kita akan menemukan kebahagiaan di setiap saat, di manapun dan dalam kondisi apapun. Salam bahagia untuk anda semua.

Oleh: Rakimin Al-Jawiy, Dosen Psikologi Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Editor: Daniel Simatupang