Mengharap Seberkas Asa di Balik Senyuman Bahagia Linto Baroe

 
Mengharap Seberkas Asa di Balik Senyuman Bahagia Linto Baroe

LADUNI. ID, KOLOM-Jodoh sebuah misteri dan mendapatkan jodoh dalam bingkai pernikahan merupakan anugerah dan kebahagiaan milik dara baro dan linto baro bahkan pihak keluarga keduanya. Nilai kemuliaan atau kesakralan pernikahan dalam Islam juga tercermin dari “prosesi” pendahuluan yang juga beradab.

Islam melarang kita berpacaran hanya mengenal proses ta’aruf dalam bingkai khitbah. Islam juga melarang praktek iseng atau coba-coba layaknya pacaran. 

Tentunya diawali dengan niat yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya.

Islam juga mengatur proses walimah atau resepsi pernikahan yang lebih menggambarkan nuansa kesederhanaan dengan diliputi tuntunan syariat. Bukan mengukuhkan adat, tidak pula kental dengan tradisi Barat. Masyarakat mengenalnya walimah itu dengan TDB (Tueng Dara Baro) atau TLB (Tueng Linto Baro).

TDB ataupun TLB sebagai Walimah Al-Ursyi dalam Islam, bukanlah hajatan yang sarat gengsi sehingga menuntut shahibul hajat untuk menyelenggarakan walimah di luar kemampuannya.

Prosesi Tueng Dara Baro atau Tueng Linto Baro di negeri ini tidak terlepas dari rangkaian budaya Aceh yang Islami. Diantaranya seperti peusijuek Dara Baro atau Linto Baro semua itu dibumbui dengan acara-acara yang memiliki makna secara Islam.

Fenomena ini sebagaimana ditampilkan sang Linto Baro (sebutan pengantin pria Aceh) Tgk. Murtadha Marzuki, M. Sos pemuda tampak gagah dalam balutan busana hitam dengan sulaman berwarna emas kelahiran Lamlo, Pidie.

Sang linto baro lulusan magister komunikasi salah satu perguruan tinggi ternama di Aceh itu dengan Rencong yang merupakan senjata khas Aceh terselip kokoh di kain sarung yang terlipat pada pinggang.

Adik kandung Tgk. Mukhlisuddin Marzuki yang terkenal sebagai "The Best Young Man" Aceh dekade ini
dan juga merupakan dewan guru dayah MUDI Masjid Raya Samalanga itu tampak semakin gagah dengan Kupiah Meukeutop yang merupakan penutup kepala khas yang sudah menjadi warisan tradisi turun temurun masyarakat Aceh.

Sebuah kebahagiaan seorang santri dan ini yang sering diutarakan Al-Mukarram Abu MUDI beberapa waktu yang lalu, Santri MUDI mendapatkan jodoh dan istri juga anak MUDI, ini juga dambaan dan impian sang santri.  

Kado istimewa tersendiri mendapat sosok guru di kompleks MUDl putri plus sarjana IAI Al-aziziyah Samalanga, ini seperti yang dialami putra almarhum Syekh Marzuki Lamlo. 

Tentu saja kebahagiaan ini juga turut dirasakan oleh dua sejoli Lamlo -Kampung Aree (LKA). Dibalik kegagahan Linto tentu seimbang dengan keelokan Dara Baro (sebutan pengantin wanita Aceh), Khairun Nisak sang guru Dayah MUDI Putri Samalanga.

Pakaian Dara Baro dengan bercadar   yang dipadukan dengan rangkaian bunga mawar berwana merah jambu, baju adat berwarna merah dan aneka perhiasan serta goresan tinta daun inai (pacar) yang terlukis indah pada lengan Dara Baro.

Tidak lama kemudian, alunan musik khas mengalun syahdu. Para penari mulai melakukan gerakan tarian tradisional Aceh, tari Ranup Lam Puan namanya. Sebuah tarian yang menggambarkan keramah tamahan tuan rumah dalam menyambut tamu.

Tarian yang memadukan gerakan memetik, membungkus dan menghidangkan sirih kepada tamu sebagai rasa hormat seperti kebiasaan yang ada pada masyarakat Aceh sejak dahulu kala.

Dibalik perkawinan itu salah satu harapannya lahir generasi penerus Aswaja lewat dua sejoli ini dan mampu  membumikan Aswaja di bumi Serambi Mekkah ini. Semoga 

**Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penikmat Kopi BMW Cek Pen Lamkawe, Pidie, Aceh