Biografi Sunan Ngudung (Usman Haji)

 
Biografi Sunan Ngudung (Usman Haji)
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Sunan Ngudung
1.3  Nasab Sunan Ngudung
1.4  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Sunan Ngudung
2.1  Guru Sunan Ngudung

3.    Penerus Sunan Ngudung
3.1  Anak-Anak Sunan Ngudung

4.    Perjalanan Dakwah Sunan Ngudung
4.1  Dakwah Dengan Berjihad di jalan Allah.
4.2  Dakwah Dengan Menggunakan Media Kesenian

5.    Keteladanan Sunan Ngudung

7.    Referensi

8.    Chart SIlsilah Sanad

 

1    Riwayat Hidup dan Keluarga


1.1  Lahir

Nama asli Sunan Ngudung adalah Raden Usman Haji, beliau adalah putra Sunan Gisik/ Ali Murtadho kakak Sunan Ampel dengan Rara Siti Taltun atau RA. Madu Retno binti Aryo Baribin. Atau dengan kata lain, beliau masih keponakan Sunan Ampel dan sepupu Sunan Bonang dan Sunan Drajat. 


1.2   Riwayat Keluarga Sunan Ngudung 


Beliau Sunan Ngudung menikah dengan Nyi Ageng Maloka/ Siti Syari'ah putri Sunan Ampel. Dari perkawinan tersebut lahir 

  1. Sayyid Ja'far Shodiq alias Sunan Kudus
  2. Dewi Sujinah ( Isteri Sunan Muria )

1.3  Nasab  Sunan Ngudung

1.    Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
2.    Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
3.    Al-Imam Al-Husain
4.    Al-Imam Ali Zainal Abidin
5.    Al-Imam Muhammad Al-Baqir
6.    Al-Imam Ja’far Shadiq
7.    Al-Imam Ali Al-Uraidhi
8.    Al-Imam Muhammad An-Naqib
9.    Al-Imam Isa Ar-Rumi
10.    Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
11.    As-Sayyid Ubaidillah
12.    As-Sayyid Alwi
13.    As-Sayyid Muhammad
14.    As-Sayyid Alwi 
15.    As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
16.    As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
17.    As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
18.    As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
19.    As-Sayyid Abdullah
20.    As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
21.    As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar
22.    As-Sayyid Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy
23.    As-Sayyid Ali Murtadho
24.    Raden Usman Haji

1.4   Wafat

Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran pada tahun 1524 ketika memimpin penyerangan Kesultanan Demak melawan Majapahit yang Sudah direbut oleh Girindra Wardana dari Kediri keturunan dari Jayakatwang musuh dari Pangeran Wijaya. Dalam Naskah-naskah babad telah di sebutkan, contohnya Babad Demak atau Babad Majapahit yang mana para Wali mengisahkan Sunan Ngudung tewas ketika memimpin pasukan Kesultanan Demak dalam perang melawan Kerajaan Majapahit. Beliau dimakamkan di Demak.


2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Syekh Sunan Ngudung

Beliau dididik dan dibesarkan oleh ayahanda Sayyid Ali Murtadlo/ Raden Santri dan pamannya sendiri Sayyid Ali Rahmatullah/ Sunan Ampel. Maulana Utsman Haji setelah menimba ilmu pada Ayahanda dan pamanda akhirnya melanglang buana mengarungi samudra untuk menuntut Ilmu dan akhirnya kembali sehingga sampai ke Ampel Denta, Surabaya untuk menyebarkan Islam. 

2.1  Guru-guru Sunan Ngudung 

  1. Sayyid Ali Murtadlo/ Raden Santri
  2. Sayyid Ali Rahmatullah/ Sunan Ampel

3 Penerus Sunan Ngudung

3.1  Anak-anak Sunan Ngudung

  1. Sayyid Ja'far Shodiq alias Sunan Kudus
  2. Dewi Sujinah ( Isteri Sunan Muria)

4. Perjalanan Dakwah  Sunan Ngudung

Perjalanan dakwah Sunan Ngudung di penuhi berbagai liku-liku. Secara umum perjalanan beliau dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.1 Dakwah Dengan Berjihad di jalan Allah.

Maulana Utsman Haji adalah seorang yang pandai berperang, oleh karena itu oleh Maulana Rahmat Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) merekomendasikan kepada raja Majapahit untuk menjadi pelatih tentara Majapahit. Kemudian beliau berangkat ke Majapahit untuk menemui raja, dan diangkatlah menjadi pelatih militer untuk tentara Kerajaan Majapahit. Hasil didikannya, sangat luar biasa karena menjadi tentara yang hebat semua.

Diriwayatkan ada seorang raja bawahan Majapahit bernama Raja Kresna Kapakistan dari Kerajaan Gelgel, yang sekarang di Kabupaten Karang Asem. Dirinya datang untuk melakukan kunjungan untuk menghadap Majapahit.Ketika dirinya ingin pulang, Raja Majapahit kemudian memberikan hadiah berupa 60 prajurit terbaik untuk mengawalnya ke Bali. Dari 60 prajurit terbaik ini dalam sejarah Dalem Waturenggong di Bali disebut Nyama Selam. Nyama artinya saudara, Selam artinya Islam.Disebutkan oleh Tatang, 60 prajurit ini merupakan Muslim pertama yang sampai di Bali. Semuanya adalah prajurit Majapahit yang dididik oleh Maulana Ustman Haji. 

Kemudian terjadi pemberontakan di Majapahit yang terlebih dahulu diserang oleh Prabu Girindrawardhana (1478-1498) dari Keling, Kediri, keturunan Prabu Jayakatwang, musuh Raden Wijaya.Girindrawardhana dibantu oleh Patih Empu Tahan, ayah Raden Udara. Pada penyerangan Brawijaya V yang merupakan raja dari trah asli Majapahit atao Bhre Kertabhumi diserang oleh Girindrawardhana yang di tandai dengan Condro Sengkala Sirna Ilang Kertaning bumi atau 1440 Saka/ 1478 M. masih pada ketika diserang oleh Girindrawardhana, Bhre Kertabhumi menyelamatkan diri ke Gunung Lawu.Brawijaya V

Pasca penyerangan Girindrawardhana atas Majapahit, dirinya kemudian diangkat menjadi Raja Majapahit bergelar Brawijaya VI. Raden Patah mencoba menuntut haknya atas tahta Majapahit. Namun upaya tersebut tampaknya kurang berhasil. Justru kemudian Girindrawardhana dibunuh oleh patihnya sendiri bernama Patih Udara. Patih Udara kemudian menggantikan Girindrawardhana menjadi Raja Majapahit dengan gelar Brawijaya VII. Sunan Ngudung kembali ke Demak.

Raden Patah mencoba menuntut haknya atas tahta Majapahit selanjutnya Raden Fatah (Adipati demak yang selanjutnya menjadi Sultan Demak)mengumpulkan bala tentara untuk membantu Bhre Kertabhumi. Ayahnya yang telah diserang Majapahit. Namun dalam penyerangan Raden Fatah mengalami kekalahan. Setelah kekalahan ini Para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.

Penyerangan pamungkas terhadap Majapahit ini terjadi setelah Sunan Ampel di Surabaya meninggal dunia. Berbondong-bondong para santri yang dipimpin Sunan Ngudung dan para ulama bergerak menyerang.

Dalam penyerangan kedua hanya dipimpin oleh Pangeran Ngudung. Di sisi Majapahit ada Pangeran Andayaningrat dari Pengging, Adipati Klungkung dari Bali, serta Adipati Pecat Tandha (kepala pasar yang berhak menarik pajak) dari Terung.
Dalam Serat Kandaning Ringgit Purwa Jilid IX Pupuh 413 yang ditulis dalam tembang Durma, pertempuran antara Majapahit melawan barisan santri yang terjadi di Wirasabha/ Mojoagung di tepi sungai digambarkan (yang artinya) sebagai berikut:
(dalam pertempuran pasukan Majapahit seganas raksasa, saling tembak menembak, tantang-menantang, kejar-mengejar, ganti-berganti mengungguli, gemuruh suaranya, saling ganti-berganti soraknya. Bala pasukan Islam tidak takut gugur, berani merangsak ke depan, mendesak pasukan Majapahit yang bergeser ke belakang. (Keadaan) itu diketahui Ratu Andayaningrat, musuh di medan tempur, sangat trengginas bertarungnya.

Pasukannya mengikuti tindakan junjungannya, dihadapi oleh pasukan Islam, hiruk-pikuklah pertempurannya, saling kejar-mengejar, tidak ada yang mundur dari palangan, banyak korban jatuh, sampai malam datang. Para prajurit berhenti (untuk) istirahat, saling bercerita satu sama lain, bagaimana mereka berperang, tidak ada yang kalah, pasukan Islam maupun Majapahit seri nilai perangnya.

Para prajurit tidak ada yang berkhianat, semua bersikap prajurit, (meski) saudara sama saudara, saling bertempur satu sama lain, tidak ada yang cidera, (Namun) putra Andayaningrat, justru berkhianat (terhadap Majapahit), yaitu yang bernama Kebo Kenanga beserta pasukannya mundur, sedang putra sulung Andayaningrat, Kebo Kanigara, masih ikut ayahnya. Kebo Kenanga berkhianat, karena takut sama gurunya, Syaikh Lemah Abang.
Andayaningrat mengamuk di tengah medan tempur, menggiriskan nyali krodhanya, yang dilewati bubar tunggang-langgang, Sunan Ngudung menyaksikan, bagaimana putra-putranya terdesak hebat dalam pertempuran, melawan amukan Andayaningrat. Andayaningrat menunggang kuda jragem, Sunan Ngudung menunggang kuda putih, sama-sama membawa tombak, lalu keduanya saling tombak-menombak, tidak ada yang kalah satu sama lain.

Pasukan Majapahit bersorak-sorai berulang-ulang, pasukan Islam membalas sorakan. Sorak-sorai menggemuruh sewaktu Andayaningrat kalah dalam bertempur, terkena tombak dadanya. Jatuh dari atas kudanya, lalu kepalanya dipenggal. Pasukan Majapahit mundur semua, kocar-kacir tak tentu arah dan tujuan, melarikan diri dari kejaran orang Islam, lalu Sunan Ngudung menantang Adipati Terung.

Pancatandha ing Terung maju ke medan tempur, berhadapan sama-sama beraninya, lalu Sunan Ngudung berkata, “Kemarilah wahai Pancatandha, bertempur melawan aku, kita sesama muslim, aku rela mati olehmu!” Ki dipati Terung lalu menombak. Sunan Ngudung menghadapi. Kuda tunggangannya melonjak. Sunan Ngudung terkena tombak. Betisnya terluka lalu terjatuh dari kudanya. Pancatandha Terung turun dari kudanya, lalu memenggal kepala Sunan Ngudung. Orang-orang Islam yang melihat berlomba mengeroyok Ki dipati Terung, tapi banyak yang terbunuh, yang lain merebut dan membawa jenazah Sunan Ngudung.
Sengitnya pertempuran melawan kawan sendiri, sesama Islamnya, rugi saling melemahkan kekuatan, mundur dari pertempuran, karena datangnya malam, sama-sama beristirahat, ki patih sudah lengkap menunaikan tugasnya).

Selanjutnya, dalam Serat Kandaning Ringgit Purwaning Ringgit Purwa menguraikan bagaimana para prajurit Majapahit yang beragama Islam melaporkan kematian Raja Pengging Andayaningrat kepada Raja Majapahit. Dalam kemarahan, Raja Majapahit memerintah Adipati Klungkung untuk memimpin perang. Namun, putra-putra raja yang sudah memeluk Islam, menyatakan tidak akan ikut berperang. Mereka akan kembali ke negeri masing-masing.

Ternyata, setelah gugurnya Sunan Ngudung, barisan santri mundur dari medan tempur karena panglima tertinggi mereka, Pangeran Ngudung, gugur dalam bertempur melawan Adipati Terung. Jubah Antakusuma yang dikenakannya, ternyata tidak bertuah. Jenazah Pangeran Ngudung dibawa kembali oleh para santri ke Demak dan dimakamkan disana.

Akhir hayat Sunan Ngudung yang gugur di Medan Perang Majapahit membawa riwayat dan waktu yg sangat panjang (hampir 2 tahun) Semua Wali Songo belum pernah mengalami peperangan seperti Sunan Ngudung, maka panjangnya makam Sunan Ngudung adalah bahasa isyarah.

4.2 Dakwah Dengan Menggunakan Kesenian

Selain sebagai panglima perang seperti tergambarkan di atas, Sunan Ngudung memiliki jejak historis sebagai penyebar Islam di wilayah Tuban khususnya di Desa Wadung Kecamatan Soko.

Sejarawan Agus Sunyoto menyebut jejak dakwah Sunan Ngudung adalah pencipta tari jaranan atau jathilan. Tari jaranan digunakan sebagai media dakwah keliling untuk mengumpulkan warga di lapangan desa. 
“Setelah berkumpul kemudian warga diajak untuk membaca kalimat syahadat,” jelas Prihantono dalam Tari Jaranan: Kreasi Sunan Ngudung untuk Berdakwah.

Menurut Prihantono, kontribusi terpenting dari Sunan Ngudung adalah ikut meletakkan pondasi moderasi dakwah dengan memanfaatkan tarian jaranan. Ada dua pendapat, jelasnya, yang menyebutkan asal usul dan tahun kemunculan seni ini.
Pertama, kesenian jaranan mulai muncul sejak abad ke X atau sekitar tahun 1041 bersamaan dengan kerajaan Kahuripan terbagi dua, yaitu bagian timur kerajaan Jenggala dan sebelah barat kerajaan Panjalu.

Kedua kesenian jaranan sudah tumbuh dan berkembang sekitar abad 14-15 M. Disebutkan oleh Agus Sunyoto, kesenian ini lahir pada masa transisi zaman Hindu ke Islam. Kesenian ini digunakan oleh para wali sebagai media dakwah.
Perkembangan Agama Islam di wilayah Purwodadi ternyata juga ada andil dari Sunan Ngudung. Hal ini setidaknya bisa dilihat dengan adanya petilasan dari ayah Ja'far Shadiq alias Sunan Kudus ini di Dusun Widuri, Desa Cingkrong, Kecamatan Purwodadi.

5  Keteladanan Sunan Ngudung

Sunan Ngudung selain sebagai pendakwah juga menjadi tokoh kunci dalam berdirinya Kesultanan Demak yang sebelumnya Kadipaten Demak. Beliau berperan sebagai panglima perang Kesultanan Demak dalam melawan Majapahit yang sudah dikuasai oleh Keturunan Jayakatwang musuh dari Raden Wijaya hingga gugur di medan perang. 

Selain sebagai panglima perang Kesultanan Demak Sunan Ngudung juga diangkat sebagai Imam Masjid Demak menggantikan Sunan Bonang, yang mana juga tergabung dalam anggota dewan Walisanga, yaitu suatu majelis dakwah agama Islam di Pulau Jawa.Penampilan yang sejuk tutur bicara yang santun ketika beliau menyampaikan dakwah hingga beliau dianggap tokoh yang dianggap mampu menentramkan suasana dan beliau juga menggelar acara kesenian Jaranan atau Jathilan untuk menarik minat masyarakat kelas bawah. Perlahan tapi pasti, masyarakat kelas bawah mulai berbondong-bondong memeluk agama Islam, mengikuti ajaran Sunan Ngudung  yang dengan budaya keseniannya banyak menarik minat masyarakat

6  Referensi

1.    Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
2.    Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
3.    Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
4.    Sejarah Wali Sanga, Purwadi,
5.    Dakwah Wali Songo, Purwadi dan Enis Niken,
6.    Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
7.    Sejarah Islam Indonesia I ,Mukarrom, Akhwan.. Surabaya: Uin Sunan Ampel, 2014.
8.    Babad gresik I, Soekarman. alih bahasa. Surakarta: Radya Pustaka, 1990.
9.    Babad gresik II, Soekarman. alih bahasa. Surakarta: Radya Pustaka, 1990.
10.   Grisse Tempo Doeloe, Widodo, Imam Dukut dkk. . Gresik: Pemerintah Kabupaten Gresik, 2014.

7 Chart SIlsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru Sunan Ngudung (Usman Haji) dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 19 Juli 2022, dan terakhir diedit tanggal 14 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya