Biografi KH. Mohammad Thoha ‘Alawy Al-Hafidz

 
Biografi KH. Mohammad Thoha ‘Alawy Al-Hafidz
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-Guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Murid-murid Beliau

4          Organisasi dan Karier
4.1       Riwayat Organisasi
4.2       Karier Beliau

5          Untaian Nasehat Beliau

6          Referensi

7          Chart Silsilah Sanad

1         Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir
KH. Mohammad Thoha lahir di Desa Rejosari, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah 1953. seperti umumnya anak-anak desa waktu itu, beliau pun belajar di bangku SD (Sekolah Dasar, dulu disebut sekolah rakyat) pada siang hari, dan belajar di Madrasah Diniyyah pada sore hari. Karena terbentur kesulitan ekonomi, saya tidak sempat mengikuti ujian akhir.

1.2       Riwayat Keluarga
 Pada tahun 1981 beliau pulang untuk menikah, tapi dua bulan kemudian, beliau dan istrinya kembali ke Makkah. Di sana anak pertama dan kedua lahir. Beberapa tahun kemudian, 1986, beliau bersama keluarga kecilnya pulang dan menetap di Purwokerto.

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
KH. Mohammad Thoha, sosok yang cinta dengan ilmu. Bagaimana tidak, sejak kecil sudah tertarik nyantri. Sejak kecil sudah bisa iri dengan kebaikan. Iri yang unik, tapi sekaligus iri yang baik. Kesadaran yang tumbuh dengan sendirinya tentang kecintaan terhadap ilmu, sungguh teladan yang layak ditanam bagi generasi sekarang.

Dikisahkan, saat kecil, beliau iri dengan teman di kampungnya yang sudah nyantri. Saat usia SD, beliau waktu kecil nekad menuju stasiun Semarang, untuk perjalanan menuju Surabaya. Dalam benak dan pikiran KH. Mohammad Thoha , adalah Pesantren Tebuireng, Jombang dan Pesantren Tremas, Pacitan.

Tentu, sebagaimana kelakuan anak kecil, sama sekali tidak berpikiran soal bekal. Tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian saat perjalanan. Dalam benak pikirannya, hanya Pesantren dambaan, Pesantren tujuan. Ini menjadi bukti nyata katresnan KH. Mohammad Thoha terhadap keilmuan.

Namun, sesampainya di Surabaya, beliua kebingungan. Tekad yang membara, kalah dengan bekal dan pengalaman yang dimilikinya. Bagaimanapun, bepergian butuh bekal, juga pengalaman. Saat itu, praktis, KH. Mohammad Thoha belum memiliki keduanya. Akhirnya, mengurungkan niatnya dan kembali menyusuri jalur kereta menuju Semarang.

Tekad kuat mondok KH. Mohammad Thoha akhirnya diketahui oleh Bapaknya, Alm. Jahudi bin Badi. Akhirnya tekad mencari ilmu, mendalami agama di Pesantren terwujud saat itu. KH. Mohammad Thoha begitu senang. Oleh Almarhum Ayahnya dimasukkan Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak asuhan KH. Muslih bin Abdurrahman dan KH. Muradi bin Abdurrahman.

Keterbatasan ekonomi, memaksa KH. Mohammad Thoha tidak bisa menamatkan jenjang Aliyah. Pada saat itu, Abuya kecil memutuskan untuk ngaji khusus al-Quran. Setidaknya, niat inilah yang menjadi titik awal kecintaan terhadap al-Quran, sekaligus keberadaan Pesantren Ath-Thohiriyyah, Parakanonje, Karangsalam Kidul, Kedungbangteng, Banyumas yang diasuhnya.

Awalnya KH. Mohammad Thoha mengaji al-Quran dengan KH. Abdul Wahid di kampung halamannya, Ngrimbu, Rejasari, Demak. Setelah khatam ngaji ala Kampung, Abuya memutuskan untuk khusus ngaji al-Quran ke Kudus, tepatnya ngaji kepada KH. Arwani Amin Kajeksan, Kudus, KH. Hisyam Janggalan, Kudus, juga KH. Abdul Wahab Bendan, Kudus.

Belum sampai hafalannya khatam, KH. Mohammad Thoha pindah ngajinya. Saat itu kembali ke Semarang, kali ini dengan tujuan yang jelas, melanjutkan ngaji al-Quran kepada KH. Abdullah Umar Kauman, Semarang, kisaran tahun 1972-1973. Satu tahun di bawah bimbingan KH. Abdullah Umar Al Hafidz, -saat itu sebagai juri MTQ Nasional, KH. Mohammad Thoha dapat mengkhatamkan hafalan al-Quran.

Pada waktu itu, KH. Mohammad Thoha tercatat sebagai salah satu santri pertama KH. Abdullah Umar Al Hafidz. Selain ngaji dengan KH. Abdullah Umar Al Hafidz, KH. Mohammad Thoha juga tabarrukan mengaji al-Quran dengan KH. Turmudzi Taslim Glondong, Kauman, Semarang.

Selesai khatam hafalan al-Quran, KH. Mohammad Thoha melanjutkan kelananya menuju Pesantren Jawa Timur, tujuannya ngaji Kitab Kuning, tepatnya kepada KH. Jamaluddin Batokan, Kediri, KH. Masyhuri, Petok, Kediri. Selain itu, tabarrukan dengan KH. Mahrus Ali, KH. Marzuqi, KH. Ridwan, Lirboyo Kediri.

Kurang lebih dua tahun, dari 1974-1976 nyantri di Kediri, KH. Mohammad Thoha memiliki niat, melanjutkan ngaji di Makkah. Akhirnya, keinginan tersebut terwujud pada tahun 1978. Pada tahun tersebut, KH. Mohammad Thoha   menunaikan ibadah umrah pertamanya.

Kesempatan ini digunakan KH. Mohammad Thoha untuk ngaji al-Quran dengan sungguh-sungguh. Kecintaan terhadap al-Quran semakin terus tumbuh. Tercatat, kurang lebih sembilan tahun, dari 1978-1986, KH. Mohammad Thoha di Tanah Suci. Berguru untuk ngaji Kitab Fiqh dan Hadits kepada Syaikh Ismail bin Utsman Al Yamani, Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki Al Hasani, Syaikh Abdullah al-Lahji, dan Syaikh Yasin Al Fadani, Syaikh Ali Said Al Yamani.

Abuya juga mengaji al-Quran secara langsung dengan guru Qurannya, Syaikh Ali Jabin Al Misri, Syaikh As’ad Ibrahim Al Makki, Syaikh Yasin Al Falembani, Syaikh Muhammad Nur Saif, Dubai, Syaikh Idris Al Cireboni.

Merupakan jalan kehidupan yang tentu diridhai oleh Gusti Allah, saat bisa mengaji di Makkah Al Mukarromah bersama guru-guru yang mumpuni.

2.2       Guru-Guru Beliau

  1. KH. Muslih bin Abdurrahman
  2. KH. Muradi bin Abdurrahman
  3. KH. Abdul Wahid
  4. KH. Arwani Amin Kajeksan, Kudus
  5. KH. Hisyam Janggalan, Kudus
  6. KH. Abdul Wahab Bendan, Kudus
  7. KH. Abdullah Umar Kauman, Semarang
  8. KH. Abdullah Umar Al Hafidz
  9. KH. Turmudzi Taslim Glondong, Kauman, Semarang
  10. Syaikh Ismail bin Utsman Al Yamani
  11. Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki Al Hasani
  12. Syaikh Abdullah al-Lahji
  13. Syaikh Yasin Al Fadani
  14. Syaikh Ali Said Al Yamani
  15. Syaikh Ali Jabin Al Misri
  16. Syaikh As’ad Ibrahim Al Makki
  17. Syaikh Yasin Al Falembani
  18. Syaikh Muhammad Nur Saif, Dubai
  19. Syaikh Idris Al Cireboni

2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
Awal berdirinya pondok pesantren Ath-Thohiriyah dimulai sekitarvtahun 1989 dimana pada waktu itu ada kelompok yang dikelola oleh remaja Islam Parakanonje (ustadz Mustadi, Ustadz Agus Sularto, Ustadz Saefuddin dkk). Kelompok belajar tersebut semakin lama semakin mendapat tempat di lingkungan masyarakat sehingga pesertanya mencapai 150 santri.

Kegiatan belajar terus berkembang dengan menambah pelajaran keagamaan. Beberapa tahun setelah kepulangan KH. Muhammad Thoha dari Makkah, mulailah berdatangan santri yang belajar kepada beliau.

Melihat kondisi kelompok studi yang semakin berkembang, dan semakin bertambah santri mukim yang belajar serta dukungan dari masyarakat dan pihak-pihak lain dengan didasari niat suci untuk mengembangkan agama Islam serta keinginan untuk menghidupkan kembali pesantren yang pernah dirintis oleh pendahulunya(KH. Muhammad Samingun akhirnya didirikanlah pondok pesantren Ath-Thohiriyah pada tahun 1413 H atau 1992 M, yang bertempat di Parakanonje, Karangsalam kidul, Kedungbanteng, Purwokerto.

Pada usianya tanggal 12 Desember 1996 genap empat tahun pondok pesantren Ath-Thohiriyah telah berbenah diri melengkapi kebutuhan pokok seperti asrama, aula, madrasah, dan lain-lain, dengan jumlah mukim sekitar 80 orang. (Sumber: Dokumentasi pondok pesantren Ath-Thohiriyah dikutip tanggal 21 juni 2010).

3          Penerus Beliau

3.1       Murid-murid Beliau

Murid-murid Beliau adalah para santri di pesantren Ath-Thohiriyah.

4          Organisasi dan Karier

4.1       Riwayat Organisasi
Wakil Rois Syuriyah PCNU Banyumas

4.2       Karier Beliau
Pengasuh pesantren Ath-Thohiriyah

5         Untaian Nasehat Beliau

Untaian Nasehat-nasehat KH. Mohammad Thoha ‘Alawy Al-Hafidz

  1. Agar para santri diberi kecerdasan oleh Allah SWT ketika menuntut ilmu. Maka, sebaiknya para santri mengamalkan ijazah dari Mbah Mahrus Ali, pengasuh PP. Lirboyo, Kediri. Ijazah itu saya peroleh dan saya amalkan, ketika saya mau berangkat menuntut ilmu ke Makkah Al-Mukarromah. Ijazahnya sebagai berikut: Pertama, membaca shalawat Fatih, 11 kali. Dibaca setiap ba’da shalat Subuh dan ba’da shalat Maghrib.
  2. Kedua, perbanyak shalat Tahajjud dan membaca do’a: “Allahummaftah lana futuuhal ‘arifiin”. Ketiga, setiap ba’da shalat Maktubah, setidaknya membaca Surat Al-Fatihah sebanyak 20 kali,
  3. Ketiga membaca ayat “Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’iin”, seraya memohon di dalam hati kepada Allah, agar diberikan kecerdasan, kemudahan dalam belajar dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
  4. Keempat, makanlah makanan yang baik dan yang sudah pasti kehalalannya. Karena kesehatan jiwa dan raga berawal dari sesuatu yang kita makan. Kelima, janganlah berlebihan dalam hal apapun. Seperti, mulai dari makanan, waktu istirahat dan waktu bermain. Semuanya haruslah seimbang.
  5. Lebih lanjut Abuya menambahkan, “Janganlah kalian menjadi abdul butun. Apa abdul butun itu? Abdul butun adalah orang yang hanya memikirkan urusan perut, dan kepuasan hawa nafsu. Sesungguhnya orang yang mementingkan urusan perut dan hawa nafsunya saja, ia hanya akan mendapatkan apa yang keluar dari perutnya itu.”

6     Referensi

https://nubanyumas.com

7       Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Mohammad Thoha ‘Alawy Al-Hafidz dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 19 Januari 2021, dan terakhir diedit tanggal 08 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya