Sertifikat Halal Harus Ada, Sertifikat Haram juga Penting

 
Sertifikat Halal Harus Ada, Sertifikat Haram juga Penting

Laduni.ID, Jakarta - Hampir 90% penduduk Indonesia beragama Islam.  Dan mayoritas nonMuslim hidup membaur bersama kaum Muslimin.  Kecuali beberapa wilayah tertentu yang memang mayoritas nonMuslim sedangkan Muslim minoritas.  

Artinya,  di Indonesia keberadaan kaum Muslimin bukan suatu hal yang asing.  Dan mayoritas nonMuslim sudah biasa berinteraksi dengan kaum Muslimin.

Sehingga dalam keseharian kita,  hampir keseluruhan produk yang dihasilkan berupa makanan dan minuman bisa dipastikan halal.  Bahkan tidak semua warga nonMuslim juga suka mengkonsumsi makanan nonhalal bagi Muslim. Sehingga dalam berbagai interaksi sosial yang berkaitan dengan urusan kuliner tidak ada friksi yang berarti.

Baca juga: UU JPH Berlaku, MUI Lemah Tak Bisa Keluarkan Sertifikat Halal

Umat Islam tidak bersyak wasangka pada menu yang disajikan oleh nonMuslim. Sebab,  tanpa dikomando pun,  kaum nonMuslim sudah paham akan hal ini.  Sehingga dalam berbagai perhelatan yang diadakan oleh nonMuslim umumnya tetap saja menu makanan semuanya halal.  Sama sekali tidak mengandung makanan nonhalal.

Hal ini juga terjadi pada produk-produk makanan yang dikemas lalu dijual. Baik produk rumahan, warungan, resto, maupun pabrikan.  

Oleh karena itu, selama produk pangan masih beredar di dalam negeri,  sebenarnya sertifikasi halal untuk konsumsi di negara kita bisa dikatakan hampir-hampir tidak dibutuhkan.  Dan dalam hal ini sebenarnya negara tidak perlu ikut berkiprah.

Cukup fokus menjaga ketersediaan bahan pangan dan memantau harga supaya tidak dipermainkan atau melonjak tidak terkendali. Ini yang sebenarnya jauh dibutuhkan oleh warga negara Indonesia.

Yang justru wajib turun tangan selain lembaga penyedia dan pengawas peredaran ialah Departemen Kesehatan melalui Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengawasi dan memastikan bahwa makanan tersebut tidak mengandung unsur yang berbahaya atau terlarang bagi kesehatan warganya.  

Di sinilah nanti para pengusaha bisa dikenakan biaya sebagai bagian dari penghasilan negara nonpajak.  Dan terkhusus bagi produsen yang menghasilkan produk-produk nonhalal maka wajib mengurus sertifikat nonhalal atau haram. Sehingga jumlahnya tidak terlalu banyak dan tidak memberatkan warganya.  Sertifikasi ini juga bisa berfungsi sebagai perlindungan kepada konsumen dalam negeri yang mayoritas Muslim sehingga terlindungi dari asupan nonhalal.  

Adapun sertifikasi halal dari Departemen Agama harus diurus oleh eksportir dan atau importir bahan pangan. Dengan demikian bisa lebih menjamin perlindungan kepada warganya juga tidak memberi kesan "obral" label halal.

Bagi eksportir,  label halal dari Departemen Agama akan menjadi posisi tawar yang lebih kuat dan menjadi penanda bahwa barang dagangannya memang sudah melalui uji khusus. Barang dagangan tidak diragukan lagi kehalalannya.

Bagi importir juga demikian adanya.  Dengan adanya sertifikat halal dari Departemen Agama menjadi jaminan perlindungan kepada konsumen di dalam negeri.  Konsumen merasa aman karena sudah ada jaminan dari negara.

Dan satu hal lagi yang harus dipahami bersama bahwa halal-nonhalal merupakan hal yang berkaitan dengan urusan pangan.  Adapun barang konsumsi nonpangan tentu beda lagi.  Kaitannya dengan najis atau tidak.  Bukan halal dan non halal.  Sehingga tentu tidak perlu ada label halal pada produk-produk nonpangan.  Misalnya: lemari pendingin,  pakaian, barang elektronik,  gadged,  furniture, make-up, skin care, dan sebagainya.

Dalam hal ini urusannya adalah Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Departemen Agama untuk melakukan pengawasan bersama.  Apakah ada kandungan yang membahayakan kesehatan masyarakat secara umum.  Atau ada kandungan yang dianggap najis oleh kaum Muslimin.  Tentu nanti akan melibatkan ahli fikih agama untuk menentukannya.

Dalam hal ini cukup dinyatakan lolos uji standarisasi saja, Standar Nasional Indonesia (SNI) menyempurnakan dari yang sudah ada.  Hanya menambahkan variabel lolos uji kenajisan itu saja. Tidak perlu dilakukan sertifikasi khusus lagi.  

Dengan demikian,  semua pihak akan merasa diuntungkan.  Produsen bisa berkarya sesuai dengan kapasitas dan batasannya,  konsumen juga merasa aman dan bisa memilih sesuai kebutuhannya tanpa was was.  Juga negara telah hadir melindungi segenap warga bangsanya.

Adapun jika ada yang melakukan pelanggaran maka tentu akan ada sanksi tegas dan harus dijalankan dengan ketat.  Sehingga keteraturan berjalan dengan semestinya, harapan semua pihak.  

_____________________
Shuniyya Ruhama
Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri Kendal