Tanda Keburukan Hamba

 
Tanda Keburukan Hamba
Sumber Gambar: Dziana Hasanbekava dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta - Abu Mahfudz Maʿruf al-Ibid bin Firus Al-Karkhi al-Baghdadi atau Imam Ma’ruf al-Kharkhi rahimahullah (760 - 820 M) beliau berkata:

“Jika Allah menginginkan keburukan bagi seorang hamba, dia akan menutup baginya pintu untuk beramal, dan membukakan baginya pintu perdebatan”.

Termaktub dalam Kitab Siyar A'lam An-Nubala' karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi Asy-Syafi'i atau Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (5 Oktober 1274 - 3 Februari 1348 M Damaskus, Suriah).

Telah disebutkan dalam Kitab Shahih Al-Bukhari, dari Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ

“Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya.” (HR. Imam Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah)

Yang dimaksud orang yang paling dibenci di sini adalah orang yang berdebat dengan cara yang keras, dan memaksakan pendapatnya yang paling benar.

Secara umum, orang yang suka berdebat (yang tercela), akan menghilangkan keberkahan pada ilmunya. Karena, orang yang menjatuhkan diri dalam perdebatan, tujuannya hanya ingin dirinya menang. Itulah sebab, hilangnya berkah ilmu pada dirinya, karena dikalahkan oleh nafsunya.

Menurut Syaikh Muhammad bin Ismail bin Shalah Al-Amir Al-Kahlani Ash Shan’ani atau Imam Ash-Shan'ani rahimahullah, (wafat 3 Sya’ban 1182 H / 13 Desember 1768 M, pada umur beliau 123 tahun), dalam kitab Subulus Salam syarh Bulughil Maram min Jam’i Adillatil Ahkam (jilid II halaman 592), bahwa kata الْألَدُّ  diambil dari kata لَدِيْدِيُ الْوَادِيْ yang artinya lembah yang sangat keras dan الْخَصِمُ  artinya bantahan yang  sengit  untuk mengalahkan lawannya.

Selanjutnya Imam ash-Shan’ani rahimahullah, menyebutkan bahwa Imam an-Nawawi Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 1277 M di Suriah) berkata dalam kitab Al-Adzkar An-Nawawiyah, bahwa dalam hal membantah haruslah berdasarkan ilmu. Sejalan dengan pernyataan Imam  an-Nawawi rahimahullah tsb, Imam al-Ghazali rahimahullah (wafat 1111 M di Thus Iran) dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, berpendapat bahwa orang yang membantah tidak berdasarkan ilmu, termasuk orang yang tercela. Selain itu, salah satu hal yang tidak dibenarkan adalah rasa ketidakpuasan terhadap jawaban yang telah disampaikan oleh pihak lawan, dengan menampakkan sifat kesombongan dan niat untuk merendahkan.

Dari dalil-dalil dan keterangan para ulama di atas, dapat dipahami bahwa debat yang dilarang itu adalah debat yang tidak didasari dengan ilmu pengetahuan, dilakukan dengan cara tidak baik, seperti menggunakan kata-kata yang buruk, emosi, menyakitkan hati, dan semata-mata debat dilakukan dengan niatan untuk merendahkan pihak lawan dan merasa paling benar.

Biasanya, orang yang suka berdebat dengan cara seperti itu atau mempelajari agama hanya untuk memenangkan perdebatan agar dianggap paling benar dan berilmu, kencang di mulut tetapi malas beramal, jikalau beramal pun, orientasinya berujung pada riya' dan pamer dan mengarahkan pandangan manusia pada dirinya.

Jika engkau melihat jiwamu malas dari melakukan suatu kebaikan (beramal shalih), maka waspadalah dan hati-hatilah .. Karena boleh jadi, Allah subhanahu wa ta'ala tidak menyukai keberadaanmu untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu.

Al-Hafidz al-Imam Ibnu Hajar al-Asqolani Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 1449 M di Mesir) berpendapat mengenai riya yang ditulis dalam kitabnya Fathul Baari Syarah Sahih Bukhari, berkata riya ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan tsb.

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali At-Thusi Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 1111 M di Thus Iran) berpendapat, riya adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.

Imam Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad rahimahullah (wafat 10 September 1720 M, Tarim, Yaman) juga berpendapat mengenai riya, ia berkata riya adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati dari orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْل

Allahumma inni a‘udzubika minal kasali wa a‘udzubika minal jubni wa a‘udzubika minal harami wa a’udzubika minal bukhli

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, dan aku aku berlindung kepada-Mu dari pikun, dan aku berlindung kepadaMu dari sifat pelit.”

Wallahu a'lam


Ahmad Zaini Alawi Khodim Jamaah Sarinyala Kabupaten Gresik