Kadar Cinta Dunia

Laduni.ID, Jakarta - Cinta dunia tidak terkait langsung dengan mencari, memiliki, dan menggunakannya, tapi terkait dengan cara menyimpannya. Mencari, memiliki, dan menggunakan dunia tidak dilarang, bahkan dianjurkan. Asalkan dunia yang dicari dan dimiliki tidak dipakai untuk merusak, tapi memperbaiki (kemaslahatan). Cinta dunia lebih terkait dengan cara menyimpannya.
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash : 77).
Bukan Cinta Dunia
Dalam kitab Al-Hatssu Alat Tijarah Was Shinaah, Ahmad bin Muhammad bin Harun bin Yazid Al-Baghdadi Al-Hambali Al-Asy'ari atau Imam Abu Bakar Al-Khallal rahimahullah (848 M - 923 M, Bagdad, Irak) meriwayatkan :
أَخْبَرَنَا حَرْبُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْكِرْمَانِيُّ، ثنا بَشَّارُ بْنُ مُوسَى، ثنا عَبَّادٌ، ثنا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، قَالَ: لَا خَيْرَ فِي مَنْ لَا يَطْلُبُ الْمَالَ يَقْضِي بِهِ دَيْنَهُ، وَيَصُونُ بِهِ عِرْضَهُ، وَيَقْضِي بِهِ ذِمَامَهُ، وَإِنْ مَاتَ تَرَكَهُ مِيرَاثًا لِمَنْ بَعْدَهُ.
"Al-Imam Al-Muhaddits Al-Faqih Said bin Al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb Al-Makhzumi Al-Quraisy Al-Madani atau Said bin Al-Musayyib rahimahullah (642 - 715 M, Jannatul Baqi' Madinah) berkata : Tidak baik orang yang tidak mencari harta, (agar bisa) melunasi hutang, menjaga harga diri, menunaikan hak, dan menjadi harta warisan sepeninggalnya".
وَأَخْبَرَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْمَيْمُونِيُّ، ثنا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، ثنا سُفْيَانُ، قَالَ: لَيْسَ مِنْ حُبِّكَ الدُّنْيَا أَنْ تَطْلُبَ مِنْهَا مَا يُصْلِحُكَ.
"Imam Sufyan bin Sa'id bin Masruq bin Habib bin Rafi' bin Abdillah atau Abu Abdillah Ats-Tsauri atau Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah (716 M, Kufah, Irak - 778 M, Basrah, Irak) berkata : Sufyan at-Tsaury berkata : "Bukan termasuk cinta dunia jika pekerjaanmu mencari (harta) itu untuk memperbaiki (keadaanmu)".
Tiga Cara Menyimpan Dunia
Secara simbolika, ada tiga cara menyimpan dunia, yaitu di tangan, di bawah kaki, dan di dalam hati. Menyimpan dunia di tangan dan di bawah kaki tidak berbahaya, karena tidak akan melahirkan cinta dunia. Namun, jika menyimpannya di dalam hati sangat berbahaya, karena cara demikian termasuk cinta dunia.
1. Menyimpan Di Tangan
Adanya kesadaran spiritual, bahwa orang yang menyimpan dunia di tangan menganggap bahwa dunia yang berada digenggamannya tsb bukan miliknya, tapi hanya titipan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Oleh karena itu, ia tidak akan menahannya jika harus dilepas dan tidak akan melepasnya jika harus ditahan. Ada dan tidak adanya dunia di tangannya, tidak akan pernah memengaruhi kehidupannya.
2. Menyimpan Di Kakinya
Jika ada anggapan bahwa orang yang menyimpan dunia di bawah kakinya. Memandang dunia dianggapnya tidak lebih mulia dari dirinya, sehingga diinjaknya. Nafsu duniawi tidak akan dibiarkan mengatur kehidupan dirinya, tapi ia yang mengaturnya. Baginya, dunia hanya sarana (wasilah) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan tujuan hakiki. Oleh karena itu, keberadaan dunia tidak akan banyak memengaruhi jalan hidup dan kehidupannya.
3. Menyimpan Dunia Di Hati
Adapun orang yang menyimpan dunia di dalam hatina, memiliki keyakinan bahwa dunia yang ada digenggamannya semua itu sebagai miliknya semata, bukan bentuk titipan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Akibatnya, nafsu dunia sangat memengaruhi cara hidup dan kehidupannya. Kebahagiaan dan kesedihannya, sangat ditentukan oleh ada dan tidak adanya dunia yang dimiliki. Dunia yang hilang, tapi hatinya yang sakit. Inilah hakikat cinta dunia.
Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad bin Hariz bin Maki Zainuddin Az-Zura’I Ad-Dimasyqi Al-Hanbali atau Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah ( 28 Januari 1292 M - 15 September 1350 M di Damaskus, Suriah) mengatakan :
“وَالْأَصْلُ هُوَ قَطْعُ عَلَائِقِ الْبَاطِنِ، فَمَتَى قَطَعَهَا لَمْ تَضُرَّهُ عَلَائِقُ الظَّاهِرِ، فَمَتَى كَانَ الْمَالُ فِي يَدِكَ وَلَيْسَ فِي قَلْبِكَ لَمْ يَضُرَّكَ وَلَوْ كَثُرَ، وَمَتَى كَانَ فِي قَلْبِكَ ضَرَّكَ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِي يَدِكَ مِنْهُ شَيْءٌ.
Prinsipnya adalah memutus hubungan dengan batin. Ketika orang telah berhasil memutusnya, kondisi lahiriyah tidak akan mempengaruhinya. Sehingga selama harta itu hanya ada di tanganmu, dan tidak sampai ke hatimu, maka harta itu tidak akan memberikan pengaruh kepadamu, meskipun banyak. Dan jika harta itu bersemayam di hatimu, maka dia akan membahayakan dirimu, meskipun di tanganmu tidak ada harta sedikitpun. (Kitab Madarijus Salikin baina Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in, halaman 465).
Tamak dan Fitnah Dunia
Islam, tak lupa pula untuk mengatur kadar harta seseorang agar tak muncul sifat rakus serta tamak terhadap harta duniawi. Karena, sebab inilah disyariatkannya zakat dalam Agama Islam. Seakan syari'at menyingkirkan jauh-jauh dari relung hati setiap hamba-Nya yang namanya sifat tamak serta berlebih-lebihan.
Ada Pepatah menyebutkan : "Dua hal yang tak akan ada habisnya : Ilmu serta Harta. Barangsiapa mabuk akan ilmu pengetahuan, maka sungguh sangatlah terpuji. Dan barangsiapa mabuk akan harta, maka tidaklah ia akan merasakan ketenangan hidup."
Orang yang silap dunia, menimbulkan efek hidup yang negatif. Sungguh, ketidaktenangan hidup berasal dari sifat tamak yang muncul dari dirinya, karena sebab kecintaan serta keterkaitan hati seseorang terhadap suatu harta duniawi. Oleh karena itulah, Islam seakan mengajarkan untuk menjadikan harta dunia di tangan saja, artinya menjadikan seseorang ringan tangan untuk membaginya.
Adapun tamak serta rakus akan dunia dan menjadikan dia ukuran segala2nya serta keterkaitan hati selalu cenderung padanya, sungguh sangatlah tercela sekali. Sifat tamak atau serakah, akan menjadi cikal bakal serta sumber segala perbuatan yang buruk dan tercela, semisal korupsi, merampas hak orang lain serta riba.
Allah subhanahu wa ta'ala pun mengancam hamba-Nya, yang bersifat tamak dan tak mau membagi hartanya kepada orang lain dalam firman-Nya :
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS. At Taubah : 34).
Dari Zaid bin Tsabit An-Najjari Al-Anshari radliyallahu anhu (610 - 665 M, Jannatul Baqi' Madinah), Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
من أصبح وهمُّه الدُّنيا شتَّتَ اللهُ عليه أمرَه وفرَّق عليه ضَيْعَتَه وجعل فقرَه بين عينَيه ولم يأتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له
"Barangsiapa yang hidup serta dihatinya ada gairah atas dunia (tamak), maka sungguh Allah subhanahu wa ta'ala akan mengacaukan segala urusannya, mempersempit rizkinya, serta menjadikan kefakiran di hadapannya, serta tak akan ia mendapatkan harta dunia kecuali kadar yang ditetapkan untuknya." (HR. Al-Imam Al-Hafidz Asy-Syaikh Al-Hadits Zainuddin Abu Al-Fadhl Abdurrahim bin Al-Husain bin Abdurrahman bin Abi Bakr bin Ibrahim Al-Iraqi Asy-Syafi'i Al-Mishri atau Imam Al-Iraqi rahimahullah (1325 - 1403 M di Kairo, Mesir), kitab Takhrij Hadits Ihya Ulumuddin atau Ikhbar Al-Ahya Bi Akhbar Al-Ihya).
Cinta dunia rawan terkena fitnah dunia yang menjerumuskan pada perbuatan dosa. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, memberikan ajaran agar terhindar dari fitnah dunia.
هل من أحدٍ يمشي على الماءِ إلَّا ابتلَّت قدماه ؟ . قالوا : لا يا رسولَ اللهِ . قال : كذلك صاحبُ الدُّنيا لا يسلَمُ من الذُّنوبِ
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : "Tidakkah ada seorang pun yang berjalan di air kecuali tumitnya pasti basah ? Demikian pula orang yang memiliki duniawi, ia tidak bisa selamat dari dosa-dosa.'' (HR. Imam Al-Baihaqi rahimahullah dari Sahabat Anas Bin Malik Radhiyallahu Anhu).
Hadis di atas mengandung peringatan bagi kita bahwa dunia, seperti kekayaan/harta, keluarga atau, jabatan yang kita miliki dan kuasai, akan menjerumuskan kita kepada kehancuran dan dosa jika tidak pandai dalam menyikapinya.
Ada Bagian Untuk Akhiratnya
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun menjelaskan hakikat kehidupan di dunia ini dalam riwayat hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu (wafat 697 M di Makkah) :
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
"Jadilah kalian di dunia yang sementara ini seperti orang yang asing atau sedang menyeberang jalan (berbekal sesuatu yang ia perlukan saja untuk akhiratnya)." (HR. Imam Bukhari rahimahullah wafat 875 M di Uzbekistan).
Menguatkan pernyataan tsb, Al-Imam Syaikhul Islam Quthb Ad-Da'wah Wal Irsyad Abdullah bin Alawi Al-Haddad Al-Alawi At-Tarimi Al-Yamani Asy-Syafi'i Al-Asy'ari rahimahullah Al-Habib Abdullah bin A'lawi Al-Haddad rahimahullah (30 Juli 1634 M - 10 September 1720 M di Zanbal Tarim Yaman), bersenandung dalam salah satu syairnya :
وما هذه الدنيا بدار إقامة# وما هي إلا كالطريق الى الوطن.
"Tidaklah dunia ini tempat menetap seorang hamba, melainkan hanyalah jalan yang ditempuh seorang hamba untuk sampai kepada tujuannya (akhirat)."
Dunia Untuk Akhirat
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu (612 M, Madinah - 709 M, Basrah, Irak), bahwasannya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah bersabda :
لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ وَلاَ اخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتّى يُصِيْبُ مِنْهُمَاجَمِيْعًا فَاِنَّ الدَّنْيَا بَلَاغٌ اِلَى اْلاخِرَةِ وَلَاتَكُوْنُوْا كَلًّ عَلَى النَّاسِ.
"Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan dunia karena mengejar urusan akhirat, dan bukan pula orang yang terbaik orang yang meninggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah perantara yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lain."
Hadis tsb menjelaskan bahwa kehidupan manusia harus seimbang. Utamakanlah dunia dan akhirat, dan janganlah berat pada salah satunya. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk melalaikan akhirat dan mengejar dunia, begitu pun dengan mengutamakan akhirat dan melupakan kehidupan dunia. Islam mengajarkan bahwa Akhirat dan dunia harus selaras. Dunia ini pada hakikatnya adalah wasilah untuk kebahagiaan akhirat.
Dunia Singkat
Al-Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi Asy-Syafi'i atau Al-Imam Al-Ghazali rahimahullah (wafat 1111 M di Thus Iran) dalam kitabnya Bidayatul Al-Hidayah berpesan :
“Pikirkanlah umur yang singkat ini, meskipun kalian akan hidup selama 100 tahun misalnya, dibandingkan kehidupan Akhirat kelak yang abadi. Kalian mampu menahan beban kehidupan dunia dengan bersusah payah mencari harta yang kalian jadikan modal kehidupan dunia fana' ini, sedang kalian lupa serta mengabaikan modal kehidupan abadi kalian kelak di Akhirat. Maka mempersiapkan bekal atas kehidupan abadi Akhirat kelak lebih urgen daripada bekal dunia yang sementara, sedangkan kalian tahu bahwa ajal akan menjemput.” (Bidayatul Hidayah karya Al-Imam Al-Ghazali).
Zuhud
Jadi intinya adalah ukuran dari zuhud, bukanlah sedikit atau banyaknya harta, namun jauhnya hati dari dominasi syahwat cinta terhadap harta.
Boleh jadi orang kaya raya, namun sukses mencapai kezuhudan, karena hartanya tidak sampai masuk kedalam hatinya, dan dia menjadikan hartanya sebagai sarana penunjang untuk taat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Dan tidak menutup kemungkinan orang yang fakir miskin malah gagal meraih kezuhudan, karena yang ada dalam hati dan fikirannya adalah harta dan harta, serta berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta'ala, dan bahkan menggugat keadilan Allah subhanahu wa ta'ala. Na’udzubillah min dzalik.
Dan yang jelas, barometer kemuliaan seorang hamba disisi Allah subhanahu wa ta'ala adalah seberapa besar nilai ketaqwaan yang mewarnai kehidupan kita sehari-hari.
Doa
Doa Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu anhu (wafat 3 November 644 M, Masjid Nabawi Madinah) : "Ya, Allah jadikanlah dunia dalam genggaman kami, jangan jadikan dunia di dalam hati2 kami".
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu.” (HR. Imam Muslim rahimahullah wafat 875 M Naisabur Iran).
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, aku berlindung kepada-Mu kepada serendah-rendahnya usia (pikun), aku berpindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung berlindung kepada-Mu dari adzab kubur.” (HR. Imam Bukhari rahimahullah wafat 870 di Uzbekistan).
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِى وَتَرْحَمَنِى وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنِى غَيْرَ مَفْتُونٍ
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya boleh mencintai orang miskin, ampunilah (dosa-dosa)ku, rahmatilah saya, jika Engkau menginginkan untuk menguji suatu kaum maka wafatkanlah diriku dalam keadaan tidak tenggelam dalam ujian.” (HR. Imam At-Tirmidzi rahimahullah wafat 9 Oktober 892 M, Termez, Uzbekistan; dan Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah wafat 2 Agustus 855 M, Bagdad, Irak)
اَللَّـهُـَّم أَصْلِحْ لِي دِينِي الّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الّتِي فِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah mohon kebaikan pada urusan agamaku karena itu adalah penjaga semua urusanku. Aku mohon kebaikan pada urusan duniaku karena itu tempat hidupku. Aku mohon kebaikan pada urusan akhiratku karena itu tempat kembaliku. Jadikanlah hidup ini tambahan kebaikan bagiku, dan jadikanlah kematianku waktu istirahat bagiku dari segala keburukan.” (HR. Imam Muslim rahimahullah).
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الكَسَلِ وَالهَرَمِ، وَالمَأْثَمِ وَالمَغْرَمِ، وَمِنْ فِتْنَةِ القَبْرِ، وَعَذَابِ القَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الغِنَى، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الفَقْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الَمسِيحِ الدَّجَّال
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan usia jompo, perbuatan dosa dan hutang, fitnah kubur dan azab kubur, fitnah neraka dan azab neraka, keburukan fitnah kekayaan; aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kemiskinan dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Masih Dajjal.” (HR. Imam Bukhari rahimahullah)
أَللَّهٌمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ وَعَطَائِكَ رِزْقًا طَيِّبًا مٌبَارَكًا، اَللَّهُمَّ إِنَّكَ أَمَرْتَ بِالدُّعَاءِ وَقَضَيْتَ عَلَىَّ نَفْسَكَ بِالْاِسْتِجَابَةِ وَأَنْتَ لَا تٌخْلِفٌ وَعْدَكَ وَلَا تٌكَذِّبُ عَهْدَكَ اَللَّهُم مَا أَحْبَبْتَ مِنْ خَيْرٍ فَحَبِّبْهٌ إِلَيْنَا وَيَسِّرْهُ لَنَا وَمَا كَرَهْتَ مِنْ شَئْ ٍفَكَرِهْهُ إِلَيْنَا وَجَنِّبْنَاهُ وَلَا تُنْزِعْ عَنَّا الْإِسْلَامَ بَعْدَ إِذْ أَعْطَيْتَنَا
"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta dari keutamaanmu dan pemberianmu, rizki yang baik lagi berkah. Ya Allah sesungguhnya engkau memerintahkan untuk berdoa dan memutuskan atasku pengabulan doa, dan engkau Zat Yang tidak melanggar janji dan tidak mendustainya. Ya Allah, tidak ada kebaikan yang engkau sukai, kecuali Engkau jadikanlah kami mencintai kebaikan tersebut dan mudahkanlah kami mendapatkannya. Dan tidak ada sesuatu yang Engkau benci kecuali Engkau jadikan kami benci terhadap sesuatu tsb dan jauhkanlah kami darinya. Dan janganlah Engkau cabut dari kami keislaman kami setelah Engkau berikan."
اَللّهُمَّ ارْزُقْنِيْ رِزْقًا حَلاَلاً طَيِّباً, وَاسْتَعْمِلْنِيْ طَيِّباً. اَللّهُمَّ اجْعَلْ اَوْسَعَ رِزْقِكَ عَلَيَّ عِنْدَ كِبَرِ سِنِّيْ وَانْقِطَاعِ عُمْرِيْ. اَللّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ, وَاَغِْننِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ. اَللّهُمَّ اِنِّيْ اَسْأَلُكَ رِزْقًا وَاسِعًا نَافِعًا. اَللّهُمَّ اِنِّيْ اَسْأَلُكَ نَعِيْمًا مُقِيْمًا, اَلَّذِيْ لاَ يَحُوْلُ وَلاَ يَزُوْلُ
"Ya Allah, berilah padaku rezki yang halal dan baik, serta pakaikanlah padaku segala perbuatan yang baik. Ya Tuhanku, jadikanlah oleh-Mu rezekiku itu paling luas ketika tuaku dan ketika lemahku. Ya Allah, cukupkanlah bagiku segala rezki-Mu yang halal daripada yang haram dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dari yang lainnya. Ya Allah, aku mohonkan pada-Mu rezeki yang luas dan berguna. Ya Allah, aku mohonkan pada-Mu ni’mat yang kekal yang tidak putus-putus dan tidak akan hilang.”
Sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jamaah Sarinyala Kabupaten Gresik
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...