Hukum Khatib Jumat Mengulang Kalimat Alhamdulillah

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu syarat sah pelaksanaan shalat jum'at adalah adanya khutbah yang disampaikan oleh seorang khatib. Penyampaian khutbah dilaksanakan sebelum shalat jum'at dilaksanakan. Khutbah jum'at dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu khutbah pertama dan khutbah kedua dan diantara dua khutbah tersebut dipisah dengan duduk.
Dalam pelaksanaan khutbah jum'at juga terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi oleh pengkhutbah atau khatib. Salah satu rukun khutbah adalah memuji kepada Allah SWT dalam dua khutbah tersebut. Adapun kata pujian yang yang disyaratkan dalam memuji kepada Allah adalah kata Hamdun dan kata lain yang satu akar dengan kata Hamdun seperti kata Alhamdu, Nahmadu, Ahmadu, dsb. Demikian pula dalam kata “Allah” tertentu menggunakan lafadz jalalah, tidak cukup memakai asma Allah yang lain. Beberapa pelafalan pujian yang benar seperti “alhamdu lillah”, “nahmadu lillah”, “lillahi al-hamdu”, “ana hamidu Allaha”, “Allaha ahmadu”. Contoh pelafalan yang salah misalkan “asy-syukru lillahi” (karena tidak memakai akar kata “hamdun”), “alhamdu lir-rahman (karena tidak menggunakan lafadh jalalah “Allah”). Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Minhaj Al-Qawim Hamisy Hasyiyah Al-Turmusi berikut:
ويشترط كونه بلفظ الله ولفظ حمد وما اشتق منه كالحمد لله أو أحمد الله أو الله أحمد أو لله الحمد أو أنا حامد لله فخرج الحمد للرحمن والشكر لله ونحوهما فلا يكفي
"Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Lilllaha, Allaha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillahi, tidak cukup al-hamdu lirrahman, asy-syukru lillahi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi"
Baca Juga: Hukum Mengucapkan Insya Allah Ketika Khatib Menyeru Ittaqullah
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, sering kita dengarkan ketika khatib berkhutbah dalam mengucapkan kalimat pujian ini khatib mengulangnya seperti Alhmadulillah, alhamdulillahi...........dst. Berkaitan dengan hal tersebut bagaimana hukum pengulangan kalimat pujian tersebut, diperbolehkan atau tidak?
Mengutip jawaban pada forum Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-11 di Banjarmasin pada tanggal 19 Rabiul Awwal 1355 H/9 Juni 1936 M bahwa hukumnya adalah boleh. Berikut jawaban lengkapnya:
"Bahwa mengulangi bacaan “alhamdulillah” itu dianggap sama dengan mengulangi di antara rukun khutbah yang hukumnya tidak dilarang"
Jawaban ini bersumber dari kitab Hasyiyah Al-Syarqawi ‘ala Tuhfah Al-Thullab karya Syekh Abdullah Al-Syarqawi
وَكَذَا لاَ يَضُرُّ تَكْرِيْرُ بَعْضِ اْلأَرْكَانِ كَمَا يَقَعُ اْلآنَ أَيْضًا
"Demikian pula boleh mengulang-ulang sebagian rukun-rukunnya sebagaimana yang terjadi sekarang ini"
Wallahu A'lam
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 24 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan
Referensi:
1. Kitab Al-Minhaj Al-Qawim Hamisy Hasyiyah Al-Turmusi
2. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 195
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...