Kebangkitan Peran Masjid dan Dayah untuk Memperkuat Ekonomi Umat

 
Kebangkitan Peran Masjid dan Dayah untuk Memperkuat Ekonomi Umat

LADUNI.ID - Stagnasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia disebabkan oleh kurangnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Kedua hal ini secara langsung menyebabkan kurang optimalnya perkembangan ekonomi dan keuangan syariah, baik yang dapat termonitor secara langsung melalui indikator keuangan dan perbankan, maupun melalui geliat sektor riil perekonomian berbasis syariah yang masih belum banyak berkembang.

Padahal, umat memiliki masjid dan dayah yang dapat berperan sebagai penggerak ekonomi masyarakat, baik sebagai tempat edukasi, hingga praktek pemberdayaan ekonomi. Keduanya memiliki tempat, jangkauan hingga pelosok daerah, hingga basis komunitas keumatan yang mengakar.

Namun hingga saat ini, sedikit sekali masjid dan dayah yang mengambil peran tersebut. Hal ini barangkali yang menjadi salah satu sebab kurang kuatnya umat dalam berekonomi. Edukasi mengenai pentingnya penerapan Islam dalam bermuamalah masih sangat minim, yang secara tidak langsung menyebabkan kurangnya penekanan tentang betapa pentingnya etos kerja, profesionalisme serta kejujuran dalam melakukan berbagai aktivitas perekonomian.

Situasi ini yang melatarbelakangi digelarnya acara Tabligh Akbar bersama Ust. Yusuf Mansur dengan tema “Kebangkitan Peran Masjid dan Dayah untuk Memperkuat Ekonomi Umat” di Masjid Agung Al-Makmur Lampriet pada 5 Agustus 2018. Melalui penyelenggaraan tabligh akbar tersebut, diharapkan masjid dan dayah mulai sadar tentang peran pentingnya dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, sekaligus mendorong kesadaran akan besarnya potensi umat bila digerakkan secara terorganisir dan professional. “Kita memiliki lebih dari 1 juta masjid dan musholla, yang mampu menggerakkan lebih dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia. Ini merupakan jumlah yang besar, yang memiliki potensi ekonomi yang luar biasa” ujar Ustadz Yusuf Mansur dalam ceramahnya.

Dalam rangkaian acara tabligh akbar tersebut juga dilaksanakan sebuah penandatanganan deklarasi “Pemberdayaan Ekonomi Umat Berbasis Masjid dan Dayah” yang dilakukan bersama antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Dinas Pendidikan Dayah, dan Dewan Masjid Indonesia. Deklarasi dimaksud merupakan bentuk komitmen dalam rangka memperkuat peran masjid dan dayah di bidang ekonomi.

Masjid dan dayah memiliki potensi sebagai penggerak ekonomi masyarakat, baik sebagai tempat edukasi, hingga praktek pemberdayaan ekonomi. Keduanya memiliki tempat, jangkauan hingga pelosok daerah, hingga basis komunitas keumatan yang mengakar. Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber, menyebutkan bahwa Aceh memiliki 4.065 masjid, 6.855 mushala, 335 Madrasah Aliyah, 408 Madrasah Tsanawiyah, 594 Madrasah Ibtidaiyah, dan sekitar 1.573 dayah (yang tercatat) dengan 247.563 santri. Belum lagi adanya 4.049 balai pengajian yang tersebar di berbagai kota/kabupaten.

“Dapat kita bayangkan betapa besar dampak positif yang dapat diraih apabila ribuan masjid, ribuan mushala, ribuan balai pengajian, secara serentak dan terpola ikut mendakwahkan tentang pentingnya penerapan nilai-nilai Islam dalam bermuamalah, dalam berbisnis, dalam berdagang di pasar, dalam berjualan di warung dan restoran, dalam menjalankan amanah sebagai aparatur negara, dalam menjalankan amanah sebagai pegawai di kantor dan lembaga, maka mewujudkan kesejahteraan yang berkah adalah suatu keniscayaan” ujar Z. Arifin Lubis, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh dalam sambutannya.

Melihat potensi yang cukup besar, beberapa masjid di Jawa telah mulai mencoba meningkatkan perannya sebagai pemberdaya ekonomi umat, misalnya Masjid Jogokariyan, Masjid Daarut Tauhid, Masjid Salahuddin, dsb. Selain itu, gerakan ekonomi berbasis dayah/pesantren mulai digerakkan oleh berbagai lembaga. Bank Indonesia saat ini telah memiliki lebih dari 63 pesantren yang telah dibina di seluruh Indonesia.

Aceh sebagai provinsi yang sejak lama telah menjadikan Islam sebagai nafas kehidupan bermasyarakatnya patut menjadi barometer pengembangan ekonomi-keuangan syariah nasional. Namun hal ini tidak akan terwujud apabila tidak ada sinergi antar lembaga yang dibangun, dan tidak didukung dengan edukasi yang masif kepada masyarakat. “Untuk mengembalikan nafas Islam dalam perekonomian setiap masyarakat Aceh, diperlukan suatu strategi edukasi yang masif, terpola, dan menjangkau hingga pelosok daerah. Bank Indonesia sendiri jelas tidak sanggup untuk melaksanakan tugas ini, sehingga diperlukan sinergi berbagai pihak, mulai dari Majelis Permusyawaratan Ulama, Dinas Dayah, Dewan Masjid Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Masyarakat Ekonomi Syariah, Asbisindo, KWPSI dan seluruh organisasi lainnya” tambah Arifin.

Partisipasi dan dukungan dari seluruh takmir masjid untuk mengkaji dan mengkhotbahkan tema-tema ekonomi syariah dalam setiap kegiatan pengajian dan sholat Jumat merupakan ikhtiar yang perlu segera dimulai dan dilakukan secara konsisten. Lebih jauh lagi, wacana untuk memasukkan materi ekonomi-keuangan syariah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan yang diajarkan di dayah-dayah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya juga perlu untuk dipertimbangkan, agar semangat untuk berbisnis sesuai nilai-nilai Islam telah diinternalisasi sejak dini.