Siapa yang Berhak Menafsirkan Al Qur'an?

 
Siapa yang Berhak Menafsirkan Al Qur'an?

LADUNI.ID - Fenomena Ustadz dadakan semakin merebak, pasalnya secara keilmuan Agama mereka belum pantas untuk menyampaikan sesuatu didepan jamaah,  dengan kapasitas ilmu yang pas-pasan. Mengutip sepotong-dua potong ayat, sebaris-dua baris hadits, para ustadz ini (sebagian dadakan) tampil bak seorang mufti, mengetok palu halal-haram. Sebagian lagi mengerti Islam, tetapi bermadzhab tekstualis: kebenaran hanya ada pada teks. Dan teks itu harus dipahami apa adanya, tak perlu ta’wil, tidak butuh tafsir, yang jadi pertanyaan apakah semua orang bebas untuk mentafsirkan AL-Qur'an?.

Mungkin tidak lupa dengan kasus isu penafsiran Al-Maidah 51 yang menyeret gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki cahya Purnama alias Ahok menjadi tersangka kasus penistaan agama dua tahun yang lalu. apakah semua orang boleh menafsirkan Al-Qura'an? Siapakah yang berhak menafsirkan?

Menyikapi hal tersebut “Ikatan Sarjana Quran Hadis (ISQH) Indonesia dalam rapat akbar sidang keagamaan di pesantren Raudatul Mardiyyah Demangan Kudus 16-17 November 2016  lalu menghasilkan keputusan tentang apa saja syarat-syarat dalam menafsirkan Alqur’an.

Adapun syarat-syarat menafsirkan Al-Qur’an, yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Menafsirkan al-Qur’an boleh dilakukan secara individu dengan syarat ; beragama Islam, hafal al-Qur’an, ahli hadits, ahli bahasa (balaqhah), ahli sejarah serta keilmuan pendukung lainnya.

b. Menafsirkan al-Qur’an boleh dilakukan secara berkelompok (berdasarkan ijma’) seperti lembaga fatwa atau organisasi keagamaan dengan cara mendatangkan para pakar (ahli), seperti ahli al-Qur’an, ahli hadits, ahli bahasa (balaqhah), ahli sejarah serta keilmuan pendukung lainnya.

Hasil sidang akbar ini juga berisi himbauan kepada seluruh umat Islam Indonesia sebagai berikut:

1. Tidak boleh menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hawa nafsu.
2. Sebaiknya Umat Islam menyerahkan urusan agama kepada ahli agama.
3. Mendukung sepenuhnya sikap atau fatwa keagamaan dari lembaga fatwa yang diakui negara.
4. Menafsirkan al-Qur’an hanya boleh dilakukan jika memenuhi kriteria pada poin A dan B di atas.
5. Umat Islam senantiasa menjaga ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan se-agama) dan ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan sebangsa) dengan cara menjaga sikap, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, dan pancasila dalam kebhinekaan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sementara ketua umum ISQH Ikatan sarjana Quran Hadis Indonesia, Fauzan Amin, mengatakan bahwa keputusan di atas merupakan jawaban terhadap kegaduhan yang selama ini terjadi di masyarakat terkait Tafsir Alqur’an, sekaligus pembelajaran bagi umat Islam agar menghindari isu, atau penjelasan yang tidak jelas sumbernya apalagi menyangkut kitab suci.