Ini Kisah ‘Sang Maestro’, Pembuka Makam Para Wali

 
Ini Kisah ‘Sang Maestro’, Pembuka Makam Para Wali

Makam yang diziarahi Gus Dur, pasti kemudian makam itu ramai diziarahi orang. Gus Dur memang tidak hanya memberkahi orang yang hidup, tapi juga orang yang sudah mati, kata Ketum PBNU KH Said Aqil Siraj.

Banyak makam-makam yang awalnya sepi dan tidak di ketahui namanya oleh masarakat sekitar menjadi ramai peziarah setelah di datangi Gus Dur. Di tengah hutan atau di atas gunung, jika ada makam wali, Gus Dur akan berusaha menziarahinya sekalipun dengan segala keterbatasan fisiknya.

Ya, itulah Gus Dur, Sang Maestro, pembuka makam para waliyullah. Salah satu makam yang diziarahi itu adalah Makam Syeikh Ngabdullah Selomanik terletak di desa Kali lembu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, berjarak sekitar 26 Km kesebelah utara dari kota Wonosobo. Makam syeh Qutbuddin Desa Candirejo kecamatan majangtengah wonosobo. Makam Waliyulloh Syeh Panjalu ciamis jawa barat.

Di Wonosobo, daerah yang menjadi atap langitnya Jawa Tengah, terdapat seorang wali bernama Syeikh Qutbuddin yang dimakamkan di daerah tersebut. Tak ada orang yang tahu dimana makam yang sebenarnya.

Kang Saztrou Al Ngatawi, mantan asisten pribadi Gus Dur menuturkan, bersama Gus Dur mereka sampai di Wonosobo hampir subuh, lalu mampir di salah satu pesantren di kota tersebut.

Ditemani beberapa Gus (putra kyai), mereka berangkat ke sebuah daerah yang diyakini masyarakat menjadi makam wali tersebut, posisinya tepat dibawah sebuah pohon besar tetapi Gus Dur tak menghiraukannya. Mereka segera berjalan menuju lokasi lain, ditengah-tengah perjalanan tersebut, rombongan tersebut bertemu dengan orang tua.

Dalam suasana yang masih sepi tersebut, mereka mengamati orang tua yang terus berjalan di tengah-tengah sawah. Tiba-tiba saja, ketika ditengah sawah itu orang tua tersebut menghilang. Gur Dur pun berujar, “Ya itu tadi Syeikh Hubbuddin dan ditengah-tengah sawah tadi makamnya,” katanya.

Konon, makam tersebut bersemayam jasad seorang tokoh pembawa alirah Tarekat Naqsbandiyah pertama kali di tanah Jawa yaitu Syekh Abdullah Qutbudin . Dia berasal dari Iran dan menyebarkan agama Islam dengan membawa bendera tarekat yang kemudian menyatu dengan kehidupan masyarakat Jawa. Bahkan diyakini, Candirejo sendiri merupakan desa Islam pertama di Jawa karena kedatangan Syekh Abdullah Qutbudin ini.

Mungkin itu yang menjadi penyebab ramainya peziarah di makam Gus Dur. KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah, adik Gus Dur yang kini mengelola Pondok Pesantren Tebuireng, menuturkan, keluarganya tak pernah membayangkan makam itu akan didatangi begitu banyak peziarah. Fenomena ini jarang terjadi. Biasanya yang diziarahi itu makam wali atau kiai besar yang sudah lama meninggal, ujarnya.

Pada hari biasa, peziarah bisa mencapai 2.000 orang per hari. Dan di tempat ziara juga menjadi perekonomian setempat semakin maju, karena para ziarah selain berziarah juga membeli pernak-pernik di toko yang dibangun dekat makam wali dan makam Gus Dur dekat jarak lumayan dekat. Jumlah itu melonjak hingga puluhan ribu orang pada hari libur dan menjelang Ramadhan. Tahun 2011, peziarah diperkirakan mencapai satu juta orang.

Peziarah makam Gus Dur datang tak hanya dari umat Islam. Ada rombongan peziarah dari wihara, gereja, dan kelenteng. Mereka datang untuk menyampaikan rasa hormat kepada Gus Dur. Rasa hormat itu muncul karena mereka menjadi saksi sepak terjang Gus Dur. (Sumber: Islam Moderat)