Mensyukuri Al-Waarits

 
Mensyukuri Al-Waarits

Oleh Dr. Sri Suyanta (Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry)

Muhasabah 25 Safar 1440


Saudaraku, sudah sunnatullah rasanya bahwa setiap manusia menyukai harta benda, sehingga pesona harta menjadi primadona.

Harta dalam iman Islam sebagaimana tahta dan keluarga adalah merupakan amanah atau titipan dari Allah swt. Harta sebagai titipan atau pemberian sementara dari Allah itu bisa hasil warisan dari orangtuanya atau atas jerih payahnya. Sebagai amanah, harta idealnya hanya dibelanjakan untuk kebaikan. Betapapun demikian kecintaan terhadap harta memang tidak bisa disembunyikan. Bahkan kalau bisa nantinya diwariskan pada anak dan keluarganya setelahnya.

Allah berfirman yang artinya, Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, kecintaan terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik” .(Qs. Ali Imran 14).

Saudaraku, di samping harta, sejatinya keluarga muslim juga berusaha mewariskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi selama hidupnya kepada anak dan keluarganya. Inti sari dari nilai-nilai yang diwariskan oleh keluarga muslim adalah ajaran Islam itu sendiri. Dan inilah yang selama ini dikenal dengan pendidikan. Jadi pendidikan adalah proses pewarisan nilai-nilai Islam oleh antargenerasi.

Dengan demikian waris mewarisi, baik materi seperti harta maupun immateri seperti nilai islami menjadi amanah kehidupan. Karena sebagai amanah, maka sejatinya yang maha mewarisi ya hanya Allah. Inilah pentingnya kita akan mengulangkaji tentang keberkahan mensyukuri asmaul husanaNya Allah yang relevan denganya, yaitu al-Waarits.

Al-Waarits secara bebas dimaknai bahwa Allah adalah zat yang maha mewarisi segala sesuatu. Karena hanya Allah lah tempat berasal dan tempat kembali semua yang ada: Sangkan paraning dumadi: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Sesungguhnya kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya.

Bila manusia memiliki harta, tahta, keluarga, maka mesti diyakini bahwa kepemilikannya sementara, dan seandainya waris mewarisi pun juga sementara, hanya hak pakai dan hak guna, maka yang hakiki Sang Pemilik Sejati hanyalah Allah. Inilah Allah sebagai zat yang maha mewarisi.

Allah berfirman yang artinya, Dan sesungguhnya benar- benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.” (Qs. al-Hijr: 23).

Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. (Qs. al- Anbiyâ` 89)

Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris(nya). (Qs.al-Qashash 58)

Oleh karenanya sebagai seorang muslim layak bagi kita untuk mengembangkan akhlak mensyukuri al-Waarits baik dengan hati, lisan maupun dengan perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri ak-Waarits di hati dengan meyakini sepenuhnya bahwa Allah adalah zat yang maha mewarisi, tempat asal dan kembalinya seluruh perbendaharaan yang ada.

Bagi manusia, harta tahta dan keluarga adalah karunia Allah swt yang dititipkan sementara. Suatu saat pasti akan diambil dari hambaNya atau hambaNya yang justru meninggalkannya lebih dulu. Dan akhirnya semuanya akan kembali ke haribaanNya.

Kedua, mensyukuri al-Waarits di lisan dengan mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin, semoga Allah mewariskan kemampuan kepada kita untuk mengemban amanah, baik amanah harta, tahta, keluarga maupun ilmu dan kebijaksanaan hanya untuk meraih keridhaanNya.

Ketiga mensyukuri al-Waarits dengan perbuatan nyata dengan berusaha semaksinal mungkin untuk waris mewarisi nilai-nilai ilahiyah dalam hidup dan kehidupan ini.