Menanti Program Pascasarjana IAI Al-Aziziyah Samalanga Pasca Presiden Jokowi Meresmikan Gedung Baru

 
Menanti Program Pascasarjana IAI Al-Aziziyah Samalanga Pasca Presiden Jokowi Meresmikan Gedung Baru

LADUNI.ID, KOLOM- KOTA SANTRI Samalanga yang dikenal sejak masa penjajahan dulu sebagai benteng pertahanan dari musuh hingga era revolusi industri 4.0 saat ini juga masih bertahan sebagai kota benteng pertahanan mencetak kader terbaik bangsa, agama negeri ini.

Salah satunya buktinya seperti yang dilakukan oleh IAI Al-Aziziyah Samalanga yang merupakan konsep integrasi ilmu ala Al-Mukarram Al-Mursyid Syaikhuna Abu MUDI. Setelah sekian lama mencoba bermunaja dan beristikharah serta meminta petunjuk senior dan gurunya, akhirnya Abu MUDI berhasil mewujudkan impiannya walaupun berbagai hambatan dan rintangan diarahkan untuk Al-Mukarram, akhirnya lembaga pendidikan tinggi STAI Al-Aziziyah berdiri tegak tahun 2003 dan sepuluh tahun kemudian tepatnya 2013 beralih status menjadi IAI Al-Aziziyah Samalanga.

Al-mukarram Abu MUDI mengasumsikan bahwa salah satu fenomena umat dan era globalisasi terus mengancam dekadensi moral dan akidah. Akhirnya keresahan Abu MUDI menjawab apa yang terjadi dewasa ini dan lahirnya solusi terhadap kekhawatiran itu dengan mendirikan perguruan tinggi di sekitar lingkungan dayah, ide itu muncul dan dibuktikan pada tahun 2003 dengan mendirikan pendidikan formal bernama Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah pada tahun 2003. Penabalan “Al-Aziziyah” itu sebagai tafaulan (sempena) kepada sosok pemimpin dayah sebelumnya yakni Abon Abdul Aziz Samalanga dan beliau dikenal sebagai sosok “Reformis” dalam dunia pendidikan dayah.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa Dayah MUDI Samalanga telah “moderat”, setiap santri berkewajiban untuk melanjutkan perkuliahan. Padahal ini merupakan asumsi yang salah. Hubungan Dayah dengan kuliah ibarat percampuran hiterogen, artinya kuliah dengan dayah berpisah roda pendidikannya. Setiap santri tidak ada kewajiban untuk melanjutkan strata satu di IAI Al-Aziziyah Samalanga, apabila telah melanjutkannya belajar dan aturan masih tetap seperti biasa, hanya waktu dhuhur mereka belajar di kampus. Selain itu belajar dan mengulang di dayah tetap seperti biasanya.

Bahkan tidak sedikit yang tidak melanjutkan ke jenjang kuliah dan fokus ke turast klasik, aturan kampus tetap berkiblat ke dayah MUDI Samalanga sebagai “saudara kandung tertua”nya di bawah yayasan Al-Aziziyah. Terlebih kini setelah adanya Ma’had Aly MUDI, santri tersebut setelah selesai juga berhak menyandang gelar seperti strata satu di perkuliahan. Inipun tidak sedikit santri yang melanjutkan program tersebut.

Selanjutnya, santri yang dibolehkan kuliah mereka yang telah menyelesaikan jenjang aliyah, tidak dibenarkan kuliah berbarengan dengan masuk perdana ke dayah di bawah jenjang yang telah ditentukan dan ditetapkan dayah.

Pasca musibah gempa dahsyat yang merobohkan gedung berlantai empat akhir tahun 2016, akhirnya Allah SWT menggantikannya dengan gedung baru nan megah berlantai lima yang merupakan bantuan presiden Indonesia bapak Joko Widodo (Jokowi) saat berkunjung ke Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Kampus tersebut bahkan ini merupakan kunjungan perdana dalam catatan sejarah seorang presiden Indonesia mengunjungi dayah terbesar di Aceh.

Kini lembaga pendidkan tersebut di bawah kepemimpin Teungku Muntasir A. Kadir lepasan doktor negeri seberang Malaysia yang juga menantu Al-Mukarram Abu MUDI, Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah yang berlokasi di gampong Mideun Jok Samalanga, Bireuen perlahan terus berkembang pesat. Setelah diresmikan oleh bapak Jokowi gedung baru berlantai lima dan menandatangani prasastinya akhir tahun 2018, kini IAI Al-Aziziyah terus melakukan terobosan dan pengembangan walaupun masih banyak kekurangan dalam menunjang roda pendidikan di lembaga tinggi tersebut.

Berkembang dan pengembangan itu tidak harus mesti menunggu sempurna,IAI AL-Aziziyah mencoba melakukan apa yang bisa dikerjakan demi kemajuan mesti kekurangan masih dirasakan. Ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah qaidah , “Maa laa tudraku kulluhu fa laa tutraku kulluh”, (Apa-apa yang tidak bisa kita raih sepenuhnya, jangan ditinggalkan sepenuhnya.)

Bermacam ragam terobosan telah dilakukan dan saban tahun mahasiswanya terus membludak.Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah dalam jangka waktu yang bertahap mengemban visi untuk terwujudnya Institut Agama Islam yang mampu melahirkan intelektual muslim yang berbasis kepada ketinggian moral, pemahaman dan pengamalan agama.

Kini tahun 2019 IAI Al-Aziziyah Samalanga juga telah melahirkan beberapa doktor dari berbagai disiplin ilmu dan merencanakan membuka pendidikan yang lebih tinggi, program pascasarjana strata dua. Terobosan ini telah diwacanakan sejak tahun yang lalu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber terpecaya, bahkan harapan ini pun sesuai dengan keinginan Al-Mukarram Abu MUDI sendiri untuk dibuka program pascasarjana tersebut. Kita berharap bahkan alumni juga masyarakat sudah saatnya IAI Al-Aziziyah Samalanga tahun ini untuk membuka program pascasarjana.

Para alumni IAI Al-Aziziyah Samalanga sudah sangat lama menantikan lahirnya program itu, ini tidak lain demi pengembangan dan nasyrunya ilmu di muka bumi ini, bahkan mereka menunda melanjutkan program pascasarjana di lembaga pendidikan tinggi lainnya, berharap berkah dan “magic” al-aziziyah masih melekat dalam label magister. Entah ada apa dibalik “magic” dan keberkahan tanah Samalanga di bawah panji Al-Aziziyah itu? Akankah tahun ini program pascasarjana itu terwujud dan dibuka di IAI Al-Aziziyah? Mari kita menadah kelangit dan mengetuk pintu ilahi semoga berkah masyaikhul kiram Abon Samalanga itu terkabulkan demi kemajuan agama dan kebaikan bersama. Amin.

***Helmi Abu Bakar el-Langkawi, , Pemerhati Masalah Tasawuf dan Pendidikan asal Pidie Jaya.