Khutbah Jumat: Meneladani Sikap Cinta Rasulullah SAW Terhadap Tanah Air

 
Khutbah Jumat: Meneladani Sikap Cinta Rasulullah SAW Terhadap Tanah Air
Sumber Gambar: Foto Istimewa (ilustrasi foto)

KHUTBAH I

 اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosan khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jama'ah untuk senantiasa bersyukur pada Allah SWT atas segala limpahan anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada rahmat bagi semesta alam Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam, yang sunahnya selalu kita teladani.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Saat ini kita sedang berada di Bulan Rabi’ul Awal, yaitu bulan dilahirkannya manusia paling agung nan sempurna, sang kekasih Allah SWT, sang pemberi syafa’at di hari akhir kelak yaitu Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sebagai umat yang sangat mencintai dan mengharapkan syafa’atnya kelak, sudah sepatutnya kita memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran beliau dengan cara memperbanyak amal kebaikan seperti membaca Al-Qur’an, bershalawat, bersedekah, bersilaturahim, saling berbagi kasih sayang, dan yang paling utama adalah meneladani perjalanan hidup Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW merupakan rahmat bagi seluruh alam tanpa terkecuali yang diberikan oleh Allah SWT. Seluruh sikap dan perilakunya adalah suri tauladan bagi seluruh umat manusia yang harus diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 107

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam"

Salah satu teladan yang harus kita ikuti dan kita dakwahkan kepada seluruh umat manusia adalah tentang kecintaan Rasulullah SAW terhadap tanah airnya. Kecintaan Rasulullah SAW terhadap tanah airnya (Makkah) diungkapkan dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas RA dalam Riwayat Ibnu Hibban.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

"Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu"

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Hadis tersebut menunjukan betapa Rasulullah SAW sangat mencintai Makkah sebagai tanah kelahiran dan tanah airnya meskipun Rasulullah SAW diusir dari Makkah pada saat itu. Setelah Rasulullah SAW diusir dari Makkah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah), Rasulullah SAW berharap bahwa beliau akan diberikan rasa cinta yang sama kepada negeri Yatsrib sebagaimana beliau mencintai Makkah. Ungkapan ini terdapat dalam sebuah do’a Rasulullah SAW dalam Riwayat Imam Bukhari.

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدّ

"Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah"

Dari dua hadis di atas sangat jelas bahwa betapa besar rasa cinta Rasulullah SAW terhadap tanah airnya yaitu Makkah, begitupun beliau mencintai Madinah. Hal ini sangat penting untuk kita teladani karena tanah air merupakan kebutuhan alamiah setiap makhluk hidup. Mengingat saat ini masih banyak sebagian kelompok yang terus mengkampanyekan bahwa mencintai tanah air merupakan hal yang tidak ada presendennya dari Rasulullah SAW. Padahal jelas-jelas bahwa Rasulullah sangat mencintai tanah airnya yaitu Makkah dan Madinah.

Bahasa tanah air bisa berbeda-beda di masing-masing wilayah. Di Indonesia misalkan kita mengenal dari lingkup yang paling kecil yaitu Rukun Tetangga (RT) sampai lingkup Negara. Di barat kita mengenal bahasa Nation State (Negara Bangsa). Dalam bahsa Arab dikenal dengan kata daar yang biasa diartikan rumah, tempat tinggal, negeri, atau sejenisnya. Selain daar terdapat kata lain yang juga digunakan yaitu wathan yang berarti tanah air, tanah kelahiran, atau negeri.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengenai istilah tanah air yang kemudian kita artikan sebagai tempat dimana kita dilahirkan dan kita tinggal di dalamnya pernah disebutkan oleh Al-Jurjani dalam kitabnya At-Ta’rifat sebgai berikut:

اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ

"Al-Wathan Al-Ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya"

Mencintai tanah air bukan berarti fanatisme terhadap negeri sendiri dengan menafikan merendahkan negeri orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh suku-suku pada zaman jahiliyah. Fanatisme kesukuan seperti itu sangatlah dibenci oleh Rasulullah SAW, karena akibat fanatisme kesukuan yang dilakukan oleh suku-suku pada zaman jahiliyah telah memicu ketegangan dan perseteruan antar golongan dan itu sangat dibenci Rasulullah SAW.

Mencintai tanah air yang diajarkan oleh Rasulullah SAW bukanlah sikap fanatisme dan egoisme kelompok. Cinta tanah air adalah tentang pentingnya kita memiliki tempat tinggal yang memberikan kita kenyamanan dan perlindungan atas segala hak-hak kita sebagai manusia. Cinta tanah air juga berarti sebuah kemerdekaan dan kedaulatan tanpa gangguan dari pihak luar. Sehingga jika ada siapapun yang mencoba mengganggu dan mengusik tanah air kita, maka kita diwajibkan untuk melakukan pembelaan sebagaimana yang telah dianjurkan dalam agama Islam.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil"

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Selain sebuah teladan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, mencintai tanah air merupakan sebuah kebutuhan utama setiap manusia yang dijunjung tinggi oleh nilai syari’at. Sehingga para ulama menegaskan bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Bahkan para ulama kita telah berkonsensus bahwa membela tanah air hukumnya fardhu ‘ain sebagaimana termaktub dalam Fatwa Resolusi Jihad Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.

Agama dan tanah air (red; Negara) beserta peradabannya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Agama adalah ruh utama yang menjadi guide of life dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan Negara merupakan infrasrtuktur kita dalam menjalankan nilai agama. Sehingga kedua hal ini saling membutuhkan dan keterkaitan.

Ketika Rasulullah SAW mencintai Makkah, beliau menjadi orang yang sangat peduli terhadap penindasan dan bejatnya moral masyarakat musyrik kala itu. Saat beliau mencintai Madinah, beliau juga membangun masyarakat beradab dengan sistem hukum yang adil untuk masyarakat yang majemuk di Madinah.

Begitupun kita harus mencontoh apa yang sudah dilakukan Rasulullah SAW dengan cara berusaha memberikan manfaat terhadap negara tanpa sedikitpun berniat berkhianat atau menghancurkan negara ini. Tentu hal teknis tentang bagaimana bernegara yang baik dan benar telah diatur melalui kesepakatan dan konsesnsus bersama yang harus kita ikuti selama tidak bertentangan dengan tujuan bernegara.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Dengan demikian, cinta tanah air berbeda dengan pengertian fanatisme kelompok. Cinta tanah air hadir dari semangat untuk menghargai seluruh manusia yang tinggal dalam satu tanah air yang sama meski berasal dari kelompok yang berbeda-beda. Cinta tanah air mengharuskan seseorang untuk hidup saling menghargai, saling menolong, dan saling melindungi. Karena tanah air adalah tempat kita dilahirkan, sumber makanan, tempat beribadah, dan mungkin akan menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi kita.

Marilah kita ambil teladan dari Rasulullah SAW dalam mencintai tanah air seraya berdoa kepada Allah semoga Allah menjadikan negeri kita negeri yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Aamiin.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

__________________________
Oleh: Zaenal Arsyad A. S.Fil