Tadabbur Surat Al-Fatihah sebagai Sumber Kemaslahatan Sosial

 
Tadabbur Surat Al-Fatihah sebagai Sumber Kemaslahatan Sosial
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Allah SWT berfirman:

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ. الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (1), segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (2), Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (3), Yang menguasai Hari Pembalasan (4), hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (5), tunjukilah kami jalan yang lurus (6), yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (7). (QS. Al-Fatihah: 1-7)

Surat Al-Fatihah mendapat posisi yang signifikan dalam Al-Qur’an. Hal ini ditandai dengan; selain diletakkan sebagai pembuka, Al-Fatihah juga satu-satunya surat yang menjadi bacaan yang wajib dalam salat. Bahkan jika surat tersebut ditinggalkan ketika melaksanakan shalat, maka akan membuat tidak sah shalatnya.

Surat Al-Fatihah membahas beberapa persoalan yang meliputi akidah, ibadah, syariat, keyakinan terhadap hari akhir, keimanan kepada sifat-sifat Allah yang Mulia, peng-Esa-an dalam penyembahan, permohonan pertolongan lewat doa, permohonan atas hidayah agama yang lurus kepada-Nya, permohonan ketetapan iman di jalan orang-orang sholeh yang telah mendahului, dan lain sebagainya. Maka kemudian tidak mengherankan jika para ulama, seperti Syaikh Muhammad Ali As-Shabuni menyebut Surat ini dengan ummul kitab atau induk dari semua kitab yang ada dalam Al-Qur’an.

Ada beberapa nama dalam penyebutan Surat Al-Fatihah ini, misalnya Abul Fida Ibnu Katsir -salah satu ahli tafsir yang bermazhab Syafi’i- menyatakan terdapat beberapa nama, seperti Al-Fatihah (pembuka Al-Qur’an), Ummul Kitab (induk Al-Kitab), Ummul Qur’an (induk al-Qur’an), As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang), Al-Hamdu (pujian), As-Shalah (shalat), As-Syifa (obat), ar-Ruqyah (jampi atau mantra), Asasul Qur’an (fondasi al-Qur’an), Al-Waqiah (pelindung), Al-Kafiyah (yang mencukupi), Suratus Shalah (bacaan salat), Al-Kanzu (perbendaharaan). Dari nama-nama tersebut hendak menyiratkan bahwa ditemukan banyak keistimewaan yang dikandung dalam Al-Qur’an.

Menurut Gus Baha’ dalam pengajiannya, ada sebuah cerita menarik perihal Surat Al-Fatihah ini. Beliau mengutip dari Sayyid Muhammad Alawi dan beberapa ulama lain, bahwa ketika Al-Fatihah turun ada sebuah kejadian besar yang menimpa petinggi iblis. Ia merasa kedinginan hingga menggigil hebat yang kemudian membuat semua jajaran dan bawahannya datang menjenguknya. Ketua tersebut mengatakan kedinginannya bukan karena fisiknya, melainkan turunnya Al-Fatihah yang menjanjikan surga kepada siapa pun yang membacanya. Sehingga salah satu pesan pemimpin iblis tersebut menyarankan untuk mencari cara agar manusia lupa membacanya. Sebab jika mereka membaca, maka tidak ada gunanya usaha mereka (iblis).

Surat Al-Fatihah juga dijadikan objek dalam nilai kebaikan sosial oleh Allah SWT. Allah mengistimewakan Al-Fatihah dengan bacaan yang mudah tetapi dengan berbagai kandungan nilai yang tidak dapat ditandingi. Bahkan Surat Al-Fatihah dijadikan surat utama yang menentukan sah dan tidaknya shalat seseorang. Alasannya adalah karena surat ini tidak hanya banyak berbicara tentang berbagai hal terutama dalam masalah tauhid, tetapi juga karena ringan dibaca dan sama sekali tidak memberatkan manusia.

Andaikan keistimewaan yang terbesar diletakkan pada Surat Al-Baqarah, maka tentu saja hal tersebut bisa mengubah asumsi manusia, Islam yang menjanjikan kemudahan bagi penganutnya justru malah berbalik arah. Justru hal ini akan banyak menyita waktu dan kegiatan manusia yang di sisi lain mereka terbebani dengan kebutuhan hidup. Maka, dengan menjadikan Al-Fatihan sebagai surat yang istimewa dan penuh keberkahan, lalu lewat kemudahan ini sangat membantu terhadap orang-orang yang sedang terhimpit dengan kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.

Dengan demikian, Gus Baha’ menegaskan dalam pandangannya, bahwa pentingnya menjadikan kebaikan sebagai nilai sosial harus dimulai dari hal yang mudah dan sederhana. Tetapi harus digarisbawahi bahwa pandangan ini tidak serta merta hanya berlaku dalam Surat Al-Fatihah, ­­­-dalam arti yang memudahkan tetapi mengandung kebaikan dan keberkahan yang maksimal- melainkan juga berlaku untuk kebaikan dalam berbagai aspek kehidupan. Artinya, Islam itu menghendaki kebaikan yang memudahkan dan tidak memberatkan umat.

Kebaikan sosial itu juga menjadi rujukan untuk semua. Misalnya, secara umum banyak orang tidak menyukai sosok pemimpin atau siapapun yang tidak amanat dalam menjalankan tugasnya, dengan alasan agar tidak menjadi contoh atau inspirasi. Sebab membiarkan mereka yang tidak amanat dalam memimpin akan menghapus nilai kebaikan sosial yang telah menjadi pandangan umum.

Kemudian jika hal ini dikaitkan dengan konteks zaman modern yang menawarkan pekerjaan dapat dilakukan dengan instan, maka tidak menutup kemungkinan kebaikan sosial sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dapat diaplikasikan. Ukuran kebaikan sosial tersebut menjadi alternatif terbaik dalam membangun sebuah lingkungan ataupun mendidik masyarakat secara lebih efisien. Dan walhasil, bahwa semuanya harus berkepentingan dalam menyampaikan kebaikan sosial tersebut. Allahu A’lam. []


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian KH. Bahauddin Nursalim. Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

___________

Penulis: Kholaf Al-Muntadar

Editor: Hakim