Prinsip Orang Muslim dan Gambaran Perilaku Buruk Orang Yahudi dalam Al-Qur’an

 
Prinsip Orang Muslim dan Gambaran Perilaku Buruk Orang Yahudi dalam Al-Qur’an
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Islam mengajarkan agar menebarkan kedamaian. Seorang Muslim sejati tidak mungkin membuat orang lain merasa terancam dari perbuatannya, baik melalui lisan maupun tangannya.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

"Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Bukhari)

Demikianlah jika kita menelaah definisi Muslim dengan melihatnya dari sudut fungsi. Pemahaman ini adalah sifat yang setidaknya digambarkan ada dalam diri seorang Muslim, atau dengan kata lain ini adalah bentuk minimalis. Sebab, dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Rasulullah mengartikan Islam atau Muslim dengan perbuatan-perbuatan utama, seperti memberi makan, menebar salam, dan lainnya, yang semuanya adalah tentang kebaikan.

Hadis tersebut di atas seolah hendak menegaskan, bahwa untuk disebut Muslim, bila kita tak mampu memberi maslahat pada orang lain, minimal tak merugikan mereka.

Prinsip ini berlaku dan diterapkan kepada setiap orang Muslim kepada siapapun. Selain itu seorang Muslim dan Mukmin itu diibaratkan sebagai seekor lebah.

إنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ ‏ ‏لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تَكْسِر ولم تُفْسِد

“Orang Mukmin adalah laksana lebah madu. Jika dia makan, hanya memakan makanan yang baik, jika mengeluarkan sesuatu adalah sesuatu yang baik pula dan bila hinggap diatas ranting pohon tidak mematahkannya dan merusaknya.” (HR. Ahmad)

Ketika orang Muslim dan Mukmin telah konsisten dengan statusnya, maka bagaimanapun macam tantangan hidup, tentu akan dijalani dan dihadapi dengan penuh harapan kepada Allah SWT. Persoalan yang setiap hari silih berganti, memang harus dihadapi tanpa putus asa.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تَاْيۡ‍َٔسُواْ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ لَا يَاْيۡ‍َٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ 

“... Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir."(QS. Yusuf: 87)

Gambaran seorang Muslim dan Mukmin di atas harus secara konsisten dijadikan pedoman, dalam berhadapan dengan siapapun, termasuk dengan orang Yahudi atau orang-orang musyrik lainnya. Rasulullah telah mencontohkan bagaimana tetap konsisten dalam pendiriannya, meski banyak orang mengganggu dan menghalangi perjuangannya.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan:

 يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اٰمَنَّا بِاَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا ۛ سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ سَمّٰعُوْنَ لِقَوْمٍ اٰخَرِيْنَۙ لَمْ يَأْتُوْكَ ۗ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ مِنْۢ بَعْدِ مَوَاضِعِهٖۚ يَقُوْلُوْنَ اِنْ اُوْتِيْتُمْ هٰذَا فَخُذُوْهُ وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوْا ۗوَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ فِتْنَتَهٗ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهٗ مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَمْ يُرِدِ اللّٰهُ اَنْ يُّطَهِّرَ قُلُوْبَهُمْ ۗ لَهُمْ فِى الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖوَّلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

“Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:Kami telah beriman, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: Jika diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah. Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka akan mendapatkan kehinaan di dunia dan di akhirat, dan mereka akan mendapatkan siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah: 41)

Di dalam ayat di atas, dipahami dalam banyak tafsir bahwa orang Yahudi itu amat suka mendengar perkataan-perkataam pendeta mereka yang bohong, atau amat suka mendengar perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada pendeta-pendeta dan kawan-kawan mereka dengan cara yang tidak jujur.

Demikianlan gambaran sejak dulu tentang karakter orang Yahudi, yang jangankan dengan orang Muslim biasa, bahkah dengan Rasulullah saja mereka berbuat picik dan penuh kebohongan.

Tapi bagaimanapun, Rasulullah adalah sosok manusia yang sangat adil. Mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang Yahudi, beliau akan memberikan keputusan yang adil, sekalipun pada dasarnya orang itu adalah Yahudi yang jelas-jelas memusuhi beliau. Perbuatan adil inilah yang juga menjadi prinsip umat Islam dalam berbagai hal yang dihadapi.

Dalam  Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 42, Allah SWT berfirman kepada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana cara bersikap kepada orang Yahudi.

سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ اَكّٰلُوْنَ لِلسُّحْتِۗ فَاِنْ جَاۤءُوْكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ اَوْ اَعْرِضْ عَنْهُمْ ۚوَاِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَّضُرُّوْكَ شَيْـًٔا ۗ وَاِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”

Sebagai seorang Muslim dam Mukmin yang mengikuti teladan Nabi Muhammad SAW, tentu kita akan meneladaninya dalam bersikap. Jika orang Yahudi itu memerangi dan berbuat picik, kita bisa berpaling darinya, tapi jika memang harus melawannya, maka tetap kita harus berbuat adil sebagaimana perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW agar berbuat adil.

Dalam konteks konflik Palestina-Israel, yang notabene Israel adalah memang terdiri dari orang-orang Yahudi, tentu kita memang mengutuknya. Kita mengutuk segala bentuk penindasan, penjajahan dan pembantaian yang terjadi. Tapi kita akan tetap berpegang teguh dengan prinsip keadilan. []


Penulis: Abd. Hakim Abidin

Editor: Kholaf Al-Muntadar