Menguak Rahasia di Balik Jamuan Ramadan

 
Menguak Rahasia di Balik Jamuan Ramadan

LADUNI.ID, AGAMA- Kunjungan Ramadan tidak lepas dari menawarkan insentif atau pahala. Setiap hamba yang menikmati suguhan Ramadan, akan dapat meraup insentif yang berlipat dari biasanya.

Muara kelezatan tersebut pada akhirnya akan menghantarkan pada tingkat rasa yang dikenal dengan ketaqwaan (muttaqun) sebagaimana akhir ayat 183 dari Surah Al-Baqarah.

Tujuan tersebut yang mestinya menjadi­kan diri kita giat ber-muhasabah bahwa perjalanan mencicipi hidangan Rama­dan harus benar-benar dilakukan dengan penuh keikhlasan dan menik­mati malam-malam serta siang nya tanpa secuil pun memberikan kesem­patan luang untuk diri kita lalai serta abai menggapai jamuan Sang Ilahi Robbi.

Ketinggian jamuan tersebut adalah timbulnya parameter ketaqwaan. Taqwa adalah parameter kemuliaan. Indikatornya tentu saja dapat diukur melalui komitmen mukmin dalam memenuhi kewajiban terhadap Sang Pencipta (Hablum Minalloh) dan hubungan sesama manusia (Hablum Minannas) secara utuh.

Setiap mukmin diharapkan semakin taat dalam mengabdi hanya kepada Allah swt dan banyak menabur manfaat kepada sesama.

Tentu saja hal ini dampak dari santapan jamuan Ramadan yang kita jalani dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan dalam menuai setiap jengkal ibadah kepadaNya.

Sebegitu dahsyatnya jamuan Rama­dan mendatangi setiap hamba-hamba yang beriman. Jamuan Allah swt yang membuat orang putus harapan timbul rasa harapnya dan bangkit dari keterpurukan.

Seumpama benih yang telah mati, tiba-tiba diberi pupuk yang membangkitkan kekuatan dahsyat sehingga beranjak dan hidup tegar kembali.

Ibarat tumbuhan yang berge­rak tumbuh dari kelayuan ketika disirami oleh air. Itulah Ramadan, oase yang diberikan Sang Maha Agung kepada hamba-hambaNya.

Ramadhan bukanlah jamuan dari makhluk, tapi langsung jamuan dari Sang Pencipta Alam Semesta yang Maha Tahu dan Maha Melihat lumuran dosa setiap manusia di muka bumi, yang Maha Mengetahui segala pende­ritaan dan harapan setiap hamba.

Amatlah rugi kiranya kita tidak termasuk golongan hamba dalam memasuki gerbang Ramadan tanpa adanya persiapan.

Rasulullah Saw, suatu ketika pernah berkhutbah ketika menyambut Rama­dan. Beliau bersabda :

“Wahai manusia ! sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat, dan maghfirah (keampunan). Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari yang paling utama, malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jam nya adalah jam-jam yang paling utama. Inilah bulan ketika engkau diundang menjadi tamu Allah swt dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini, nafasmu menjadi tasbih, tidurmu iba­dah, amalmu diterima, serta doa-doa mu diijabah oleh-Nya”.

Demikan lah cuplikan singkat khutbah Rasul tatkala menyambut Ramadan. Betapa luar biasanya jamuan yang dilimpahkan Allah swt. Sekali lagi amat merugilah setiap hamba yang enggan dan tidak pandai memanfatkan kehadiran ja­muan-Nya.

Berlaku bijak dalam menyambut kedatangan Ramadan tentu saja dapat kita contoh dari tauladan alam, Rasulullah Saw.

Beliau mengajarkan bahwa setiap kedatangan Ramadan mestilah dimaknai dan ditanggapi bahwa Ramadan ini adalah ramadhan terakhir kita.
Pola pikir tersebut yang akan memotivasi kita bahwa apapun iba­dah yang kita perbuat akan mela­hirkan kesungguhan dan keikhlasan dalam dimensinya.

Betapa sempurna­nya, khusyu’nya, dan ikhlasnya kita mengerjakan ibadah bila kita mengang­gap Ramadan ini adalah tahun terakhir kita.

Sebab, tak ada jaminan bagi kita, besok lusa, atau bahkan mungkin ber­ganti jam, menit, maupun detik umur kita masih ada. Posisi seperti inilah yang seharusnya kita hadirkan agar mental ibadah kita semakin berkualitas.

Jamuan Ramadan bukan hanya sekadar tamu yang secara berkala men­datangi kita sebagai hamba Sang Pencipta, namun kehadirannya tentu saja membawa berlapis keberkahan dan nuansa pengharapan bagi sekalian alam.

Rasul dalam satu riwayat pernah ditanya sahabat tentang kedahsyatan Ramadan, beliau menjawab : “Andai di­berikan kesempatan, Aku akan memo­hon kepada Allah swt sebelas bulan yang lain adalah Ramadan”.

Begitu luar biasanya Ramadan menjadi tamu agung bagi sekalian Alam. Bijak dan pandailah kita sebagai umat dalam memanfaatkan Ramadan yang kembali datang menyapa kita.

Sebab, sekali lagi tak ada jaminan bagi kita, Ramadan yang akan datang Allah beri kesempatan kita untuk mencicipi jamuan-Nya yang mulia ini.

Semoga usia kita tetap disampaikan untuk menikmati jamuan Ramadan di tahun-tahun yang akan datang. Semoga ada manfaatnya. Wallahu ‘Alam

***Muhammad Hisyamsyah Dani, S.H, Alumni Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SU Medan.