Hukum Berdiri Saat Pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW

 
Hukum Berdiri Saat Pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW

LADUNI.ID, Bagaimana hukumnya berdiri pada waktu membaca Maulud Nabi SAW? Apakah hal itu telah menjadi adat kebiasaan yang ditetapkan oleh syara’ (‘uruf syar’i), sehingga pelaksanaannya tidak berbeda-beda di segala tempat atau merupakan adat kebiasaan setempat (‘uruf ‘ahdi), hingga masing-masing tempat mempunyai cara sendiri-sendiri? manakah yang lebih utama, berdiri atau duduk pada waktu membaca maulud Nabi SAW bagi bangsa Indonesia yang mempunyai tradisi duduk sambil menyembah (kedua tangan diletakkan di muka hidung) pada waktu menghormati orang-orang terhormat?

Kalau kita melihat lirik syair maupun prosa yang terdapat di dalam kitab Al-Barzanji, seratus persen isinya memuat biografi, sejarah hidup dan kehidupan Rasulullah SAW. Demikian pula yang ada di dalam kitab Diba’ dan Burdah. Tiga kitab ini yang berlaku di kalangan orang-orang NU dalam melakukan ritual Mauludiyah, atau menyambut kelahiran Rasulullah SAW. Ada juga khusus puji-pujian untuk Sulthanul Auliya’ Syaikh Abdul Qadir al-Jilany, yakni Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany.

Di dalam praktiknya, Al-Barzanji, Al-Diba’i, Kasidah Burdah, dan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany sering dibaca ketika ada hajat anak lahir, menantu, khitanan, tingkeban, dan lain-lain. Tujuannya tidak lain yakni mohon berkah Rasulullah SAW agar terkabul semua yang dihajatkan. Umumnya acara berzanji, diba’an, burdahan, manaqiban, dilakukan pada malam hari habis shalat Isya’, akan tetapi banyak juga warga NU yang mempunyai tradisi di lakukan di sore hari habis shalat Ashar. Dan bahkan ada di sebagian daerah yang melakukan berjanjen di siang bolong habis Zhuhur.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN