Ibadah Qurban Tanpa Wasiat untuk Orang Tua yang Wafat

 
Ibadah Qurban Tanpa Wasiat untuk Orang Tua yang Wafat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ibadah qurban merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dan hanya bisa dilakukan di bulan Dzulhijjah saat Hari Raya Idul Adha dan Hari Tasyriq. Ibadah ini bisa dilakukan oleh siapapun. Tetapi ada satu pertanyaan tentang ibadah qurban ini; apakah boleh jika dilakukan dengan atas nama orang tua kita yang telah wafat. 

Dalam hal ini terdapat dua pendapat dalam Madzhab Syafi'i. Ada yang membolehkan dan ada yang mengatakan tidak boleh. Di antara yang berpendapat tidak boleh adalah Imam An-Nawawi, sebagaimana ditulis di dalam Kitab Minhajut Tholibin berikut ini:

وَلَا تَضْحِيَّةَ عَنِ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ، وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إِنْ لَمْ يُوْصِ بِهَا. انتهى

"Tidak ada qurban bagi orang lain tanpa mendapatkan izin, begitu juga tidak sah berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia apabila tidak ada wasiat untuk melakukan hal itu." (Minhajut Tholibin, hlm. 321)

Sedangkan pendapat yang memperbolehkanya secara mutlak dikemukakan oleh Abul Hasan Al-Abbadi, sebagaimana dicatat oleh Imam An-Nawawi di dalam Kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhaddzab. Berikut redaksinya:

(وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

"Qurban atas nama orang yang telah meninggal, menurut Abu Hasan Al-Abbadi adalah boleh secara mutlak, sebab ini bagian dari sedekah dan sedekah untuk mayit adalah berguna dan sampai kepada mayit berdasarkan kesepakatan ulama." (Al-Majmu' Syarh Al-Muhaddzab, juz 8, hlm. 406)

Perbadaan yang ada di antara ulama adalah hal yang lumrah. Termasuk perbedaan pendapat terkait dengan hukum melakukan qurban untuk orang tua yang telah wafat ini. Akan tetapi ada alternatif yang pasti semua ulama sepakat, yakni bahwasanya qurban itu adalah merupakan sedekah, jadi kalaupun tidak boleh atas nama orang tua yang telah wafat, maka bisa saja diniatkan pahalanya diperuntukkan bagi orang tua meski ibadah qurbannya dengan atas nama diri sendiri. Karena pahalanya bisa sampai kepada orang tua.

Ada satu keterangan menarik di dalam sebuah riwayat Hadis berikut ini: 

ﺟَﺎءَ ﺭَﺟُﻞٌ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮْﻝِ اﻟﻠﻪ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ  ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ اﻟﻠﻪ ﺇِﻥَّ ﺃَﺑِﻲ ﺗُﻮُﻓِّﻲَ، ﻭَﻗَﺪْ ﺟَﻌَﻞَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻥْ ﻳَﻤْﺸِﻲَ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻜَّﺔَ، ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺤَﺮَ ﺑَﺪَﻧَﺔً، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺘْﺮُﻙْ ﻣَﺎﻻً ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻘْﻀِﻲ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻥْ ﻳَﻤْﺸِﻰَ ﻋَﻨْﻪُ، ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺤَﺮَ ﻋَﻨْﻪُ ﺑَﺪَﻧَﺔً ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻲ؟

"Seorang Sahabat datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata; "Ayahku telah wafat, ia bernadzar akan pergi ke Makkah dan menyembelih unta. Tapi beliau tidak meninggalkan harta. Apakah kedua hal itu boleh ditunaikan dengan hartaku?"

ﻓَﻘَﺎﻝَ اﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: ﻧَﻌَﻢْ، اِﻗْﺾِ ﻋَﻨْﻪُ، ﻭَاﻧْﺤَﺮْ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَاﻣْﺶِ ﻋَﻨْﻪُ. ﺃَﺭَﺃَﻳْﺖَ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺑِﻴْﻚَ ﺩَﻳْﻦٌ ﻟِﺮَﺟُﻞٍ ﻓَﻘَﻀَﻴْﺖَ ﻋَﻨْﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﻳَﺮْﺟِﻊُ اﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺭَاﺿِﻴًﺎ؟ اﻟﻠﻪ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﺣَﻖُّ ﺃَﻥْ ﻳَﺮْﺿِﻰَ. ﺭَﻭَاﻩُ اﻟﻄَّﺒْﺮَاﻧِﻲ ﻓِﻲ اﻟْﻜَﺒِﻴْﺮِ، ﻭَﺭِﺟَﺎﻟُﻪُ ﺛِﻘََﺎﺕٌ

"Nabi SAW bersabda: "Ya, tunaikan hutangnya, sembelih untuknya dan lakukan haji untuknya. Bukankah jika ayahmu punya hutang kepada orang lain lalu kau tunaikan dari hartamu, orang tersebut menjadi ridho? Allah lebih berhak untuk diharapkan ridla-Nya." (HR. Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir, para perawinya terpercaya sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Haisami di dalam Kitab Majma' Az-Zawaid)

Jadi, dengan demikian bisa mengambil jalan tengah kalau ingin tetap melaksanakan ibadah qurban yang diperuntukkan bagi orang tua yang telah wafat meski tanpa wasiat untuk melakukannya. Yaitu dengan niat qurban tetap atas nama diri sendiri, tetapi kemudian pahalanya diperuntukkan bagi orang tua. Pahalanya pasti akan sampai kepada orang tua yang telah wafat, dan jumhur ulama bersepakat dengan hal ini. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Agustus 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Ma’ruf Khozin

Editor: Hakim