Larangan Saat Berqurban Penting untuk Diketahui

 
Larangan Saat Berqurban Penting untuk Diketahui
Sumber Gambar: id.pngtree.com (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Bagi orang yang berqurban, tidak diperbolehkan baginya untuk menjual (memberikan) upah pada pemotong atau panitia sedikitpun dari hewan qurban tersebut. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa menjual qurban, maka tiada qurban baginya (tidak sah qurbannya).”

Sebagian ulama mengatakan, sah jual-belinya. Namun, dapat kita pahami, bahwa “orang yang tidak boleh menjual kulit atau bagian qurban” adalah orang yang berqurban. Adapun panitia atau pemotong jika diberikan dari bagian hewan tersebut berhak untuk menjualnya, semasih ia tergolong fakir miskin (yang berhak menerima zakat). Selain fakir miskin, mereka boleh menerima bagian dari hewan qurban, tetapi hanya untuk dimakan bukan dijual.

Jika ingin berqurban untuk keluarga yang sudah meninggal dibolehkan, dengan syarat mendapat izin dari si mayit semasa hidupnya. Kemudian bila seseorang berqurban tanpa ada izin dari si mayit semasa hidupnya, maka yang berqurban dan si mayit tersebut tidak mendapatkan pahala qurban.

Adapun perkataan Rasulullah SAW dalam hadisnya yang artinya: “Ya Allah, ini adalah dariku untuk orang-orang tidak berqurban dari umatku.”

Selain itu para ulama mengatakan bahwa ini adalah khususiat bagi Rasulullah SAW. Namun jika seseorang berqurban dan mengirim pahalanya untuk keluarganya yang sudah meninggal, maka diperbolehkan.

Hendaknya bagi yang berqurban untuk membaguskan niatnya karena Allah SWT semata, bukan untuk pamer atau ingin dipuji. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 37, yang artinya:

“Daging (hewan qurban) dan darahna itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah SWT, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu,” (QS. Al-Hajj Ayat 73).

Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kita untuk berqurban dan menerima amal-amal yang kita kerjakan.


Source: Disalin dari Buku Mutiara Indah Dalam Udhiyah (Berkurban) Pada Mazhab Imam Syafi’i hal. 10,11, dan 12