Bayar Pajak, Tidak Harus Mengeluarkan Zakat? Begini Penjelasannya

 
Bayar Pajak, Tidak Harus Mengeluarkan Zakat? Begini Penjelasannya

LADUNI.ID, Jakarta -  Zakat dengan pajak (Arab: Dharibah, Kharaj) dalam pandangan kebanyakan ulama adalah tidak sama. Secara khusus tentang zakat disampaikan oleh Rasulullah SAW ketika mengutus Sahabat Mu'adz bin Jabal ke Yaman:

ﻓَﺄَﻋْﻠِﻤْﻬُﻢْ ﺃَﻥَّ اﻟﻠَّﻪَ اﻓْﺘَﺮَﺽَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻓِﻲ ﺃَﻣْﻮَاﻟِﻬِﻢْ ﺗُﺆْﺧَﺬُ ﻣِﻦْ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭَﺗُﺮَﺩُّ ﻋَﻠَﻰ ﻓُﻘَﺮَاﺋِﻬِﻢْ

"Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat dalam harta mereka yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir" (HR Bukhari)

Jadi obyek zakat dan pajak tidak sama. Zakat diambil dari harta yang mengalami hasil pertumbuhan. Sementara pajak diambil dari tanah (zaman dulu, saat ini ada pajak bangunan, pajak rumah, pajak toko dll). Pengalokasiannya pun juga beda. Dalam hadis di atas zakat hanya diperuntukkan bagi fakir miskin dan dalam Surat At-Taubah 60 yang berhak menerima zakat adalah semuanya berbentuk perorangan. Sementara pajak boleh jadi untuk pembangunan, perbaikan, gaji pegawai dan sebagainya.

Pendapat bahwa pajak secara subtansial adalah senafas dengan zakat sudah disampaikan oleh salah satu ulama dari Mesir, yakni Syekh Abu Zahrah. Menurut beliau tujuan zakat itu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan sudah tercapai melalui pajak, dan hampir kebanyakan Mufti Mesir menolak, sejak Mufti dijabat oleh Syekh Hasan Ma'mun (1958 M), Syekh Jad Al-Haq (1980 M) hingga Syekh Athiyyah (1995 M) kesemuanya membedakan antara zakat dan pajak. Berikut sebagian fatwa ulama Al-Azhar:

ﻻ ﺗﺪاﺧﻞ ﺑﻴﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭاﻟﻀﺮاﺋﺐ، ﻭﻟﻜﻞ ﺃﺳﺎﺳﻪ ﻭﺩﻭﺭﻩ ﻭﻣﺼﺎﺭﻓﻪ، ﻭﻻ ﻳﻐﻨﻰ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻋﻦ اﻵﺧﺮ

"Tidak ada keterkaitan antara zakat dan pajak. Masing-masing memiliki dasar, perputaran dan alokasi. Salah satunya tidak mencukupi terhadap yang lain" (Fatawa Al-Azhar 1/175)

Di bagian lainnya:

اﻟﻀﺮاﺋﺐ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻓﺮﺿﻬﺎ ﻭﻟﻰ اﻷﻣﺮ ﻟﺤﺎﺟﺔ اﻟﺒﻠﺪ ﺇﻟﻴﻬﺎ، ﻭﻃﺎﻋﺘﻪ ﻓﻰ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻭاﺟﺒﺔ، ﻭﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ

Pajak adalah kewajiban yang diwajibkan oleh negara untuk keperluan negara. Mematuhi pemimpin Negara adalah wajib dan tidak boleh menyelisihinya

ﻭﻗﺮﺭ اﻟﻤﺆﺗﻤﺮ اﻟﺜﺎﻧﻰ ﻟﻤﺠﻤﻊ اﻟﺒﺤﻮﺙ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ اﻟﻤﻨﻌﻘﺪ ﻓﻰ ﻣﺎﻳﻮ ١٩٦٥ ﻣ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﻔﺮﺽ ﻣﻦ اﻟﻀﺮاﺋﺐ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ اﻟﺪﻭﻟﺔ ﻻ ﻳﻐﻨﻰ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﻬﺎ ﻋﻦ ﺃﺩاء اﻟﺰﻛﺎﺓ اﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ

"Muktamar ke 2 dari Majma' Al-Buhuts Al Islamiyyah pada Mei 1965 menyatakan bahwa pajak untuk negara adalah untuk kemaslahatan negara tersebut dan belum mencukupi dari kewajiban mengeluarkan zakat" (Fatawa Al-Azhar, 9/207)

Kesimpulannya, mayoritas ulama membedakan antara zakat dan pajak. Zakat adalah kewajiban dari agama dan pajak kewajiban dari negara. Jika ditanya apa ada yang menyamakan antara zakat dan pajak? Karena ini ranah Fikih sudah hampir pasti terbuka peluang beda pendapat dalam ijtihad.

Oleh: Ustadz Ma'ruf Khozin

 

*Catatan : Tulisan ini terbit pertama kali pada Senin, 4 Mei 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan revisi di beberapa bagian.

 


_______________________________________________________________-
Aktifkan Nada Sambung pribadi Tausiyah Ustadz Ma'ruf Khozin "LIMA ALAM KEHIDUPAN"
Dengan cara kirim SMS: LAKDO kirim ke 1212
Tarif: Rp. 3850 / 7 hari