Spiritual Capital

 
Spiritual Capital
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Alhamdulillah, bisa silaturahim dengan guru saya Prof. Dr. Tubagus Ismail, SE., MM., Ak., CA., CMA., CPA Guru Besar Akuntansi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Kaprodi Doktoral Ilmu Akuntansi UNTIRTA. Saya diajar oleh beliau saat menempuh pendidikan pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta.

Saya masih ingat betul kisah beliau dalam menempuh proses pendidikan hingga menjadi Dosen PNS dua kali. Menurut penuturan beliau bahwa, beliau pernah hijrah ke Bengkulu dan menjadi Dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di sana, namun pada saat itu gaji Dosen/PNS belum sebesar saat ini. Hingga akhirnya beliau mengundurkan diri dan pulang kampung di Banten.

Di Banten, beliau merintis usaha sembako. Hari demi hari, menggu demi minggu, hingga beberapa bulan kemudian usaha tersebut tidak kunjung mengalami peningkatan. Bahkan penjualannya tidak mampu mencapai titip impas/equilibrium alias rugi.

Karena waktu ekspayer barang jualan yang akan jatuh tempo, termasuk beras dan lain-lain. Pikir beliau, dari pada dibuang akan sia-sia tanpa manfaat, sehingga beliau putuskan untuk membagi-baginya kepada masyarakat sekitar.

Dibagilah beras tersebut kepada para tulang ojek, sopir angkot, tukang becak, dan masyarakat sekitar. Setelah berselang beberapa minggu, beberapa pembeli menghampiri Toko beliau dan belanja sembako.

Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan penjualan Toko beliau semakin meningkat hingga mencapai omset ratusan juta.

Minggu-minggu awal saat omset penjualan terus naik, beliau merasa kebingungan. Kok, omset penjualan Toko semakin hari semakin naik padahal tidak pernah dilakukan promosi atau iklan. Dalam teori pemasaran bahwa salah satu alternatif dalam menaikkan omset penjualan yaitu dengan iklan. Makanya, Beban Iklan/Advertising selalu kita temui dalam setiap transaksi atau laporan keuangan perusahaan.

Karena beliau penasaran, maka mulailah beliau bertanya kepada setiap pelanggan yang datang Toko. Dari mana mereka mendapat info untuk belanja di Toko beliau?. Atau siapa yang menyarankan mereka untuk belanja di Toko tersebut?.

Jawaban pelanggan kepada beliau bahwa mereka mendapatkan info Toko tersebut dari sopir angkot, ada dari tukang becak, ada dari tukang becak dan dari masyarakat sekitar yang pernah menerima pemberian beras atau sembako yang saat dibagi-bagi karena mau jatu tempo ekspayer.

Tidak puas bertanya kepada pelanggan, beliau kembali menelusuri orang-orang yang pernah menerima pemberian beras atau sembako. Beliau bertanya kepada tukang ojek, sopir angkot, dan tukang ojek. Apa yang kalian sampaikan kepada pelanggan saya, hingga beliau tertarik untuk belanja di Toko saya?

Jawaban tukang ojek, sopir angkot dan tukang becak semua sama. Bahwa setiap mengangkut pelanggan (ojek, angkot, becak), mereka selalu bercerita kepada pelanggannya. Mau ke mana? Mau beli apa?

Setiap pelanggan yang mau beli beras dan sembako para tukang ojek, sopir angkot dan tukang ojek pasti mengarahkan ke Toko sembako Prof. Tubagus Ismail. Mereka mengatakan bahwa barang-barang di sana kualitasnya bagus.

Nah, promosi/iklan itulah yang terus berkembang dan berjejaring dalam setiap lapisan masyarakat di sekitar Toko beliau. Hingga mampu mendorong dan meningkatkan omset penjualan Toko.

Kata Beliau sebagai Guru Besar Akuntansi saat mengajar saya bahwa praktik tersebut tidak ada dalam teori akuntansi konvensional. Dalam akuntansi hanya teori yaitu kita mengeluarkan biaya iklan untuk memasarkan produk agar penjualannya meningkat. Tapi tidak ada dalam teori akuntansi yang menyatakan bahwa membagi-bagi barang jualan adalah bagian dari iklan bahkan dampaknya melampaui tujuan iklan tersebut.

Praktik tersebut hanya diajarkan dalam agama Islam yang kita kenal istilah sedekah. Yaitu mengeluarkan beberapa bagian dari harta kita untuk orang lain. Sebab di dalam harta kita ada hak orang lain. Dan di situlah titik temu bahwa antara rezeki orang dengan orang lain saling berkaitan dan saling terhubung.

Oleh saya, saya sebut sebagai spritual capital atau modal spritual. Bahwa dalam membangun perusahaan tidak cukup hanya modal materil (uang, peralatan, dan lain-lain) dan human capital atau Sumber Daya Manusia (SDM). Tetapi yang tidak kalah  pentingnya dan tidak boleh ditinggalkan adalah spritual capital. Spritual capital adalah bersedekah kepada orang yang membutuhkan atau kegiatan sosial lainnya yang bisa meringangkan beban orang lain.

Selanjutnya kembali kepada pembahasan, bagaimana beliau bisa menjadi Dosen kembali sama seperti sekarang?. Jadi pada saat beliau merintis Toko sembako, beliau kembali mendapatkan tawaran untuk menjadi Dosen PNS. Karena saat itu, Toko sembako beliau masih belum stabil hingga akhirnya beliau memutuskan untuk menjadi PNS kedua kalinya.

Dalam perjalanan di dunia pendidikan sangat sukses hinga mencapai puncak tertinggi dalam karir dosen yang menjadi Guru Besar.  Sama dengan pendidikan, beliau juga sukses menjadi pengusaha dari rintisan Toko sembako beliau.

Kisah sukses Prof. Dr. Tubagus Ismail saya tuang dalam tulisan di atas adalah sebagian kacil dari cerita sukses beliau. Kisah tersebut adalah catatan saya saat beliau bercerita di sela-sela perkuliahan di Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buna.(*)

***

Penulis: Muhammad Aras Prabowo, SE., M.Ak, Murid Prof. Dr. Tubagus Ismail, SE., MM., Ak., CA., CMA., CPA.
Editor: Muhammad Mihrob