Pertengahan Ramadhan Mengenang Wafatnya Sayyidah Nafisah Binti Hasan RA (Guru Imam Safi’i)

 
Pertengahan Ramadhan Mengenang Wafatnya Sayyidah Nafisah Binti Hasan RA (Guru Imam Safi’i)
Sumber Gambar: Foto (ist)

LADUNI.ID - Sebagian besar kaum muslimin, mungkin hanya mengenal ulama dari kalangan kaum laki laki saja. Tapi siapa sangka, perlu di perkenalkan dalam ruang sejarah zaman, ada seorang perempuan alim dan solihah, salah satu keturunan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, yg menjadi ulama besar dan masyhur, berkat tingginya ilmu dan ketakwaannya.

Biografi singkat

Dialah Sayyidah Nafisah binti al Hasan al Alawiyah al Hasaniyah atau Sayyidah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhum. Silsilah ini masyhur menurut keterangan Imam Adz Dzahabi Asy-Syafii (1274 - 1348 M Damaskus, Suriah), Imam Ibnu Katsir rahimahullah (1301 - 1373 M, Damaskus, Suriah) dan Ibnu Khallikan rahimahullah (1211 1282 M, Damaskus, Suriah).

Ayahnya, Sayyid Al-Hasan bin Zaid rahimahullah (wafat 767 M) pernah menjadi seorang Gubernur Madinah pada masa Khalifah Ja'far al-Manshur dan menyampaikan hadits Nabi, melalui jalur Ikrimah dari Ibn Abbas Radhiyallahu Anhuma dan diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i rahimahullah (Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah, 1998: 170). Salah satu anaknya, al-Qasim bin hasan rahimahullah (wafat 883 M), saudara Sayyidah Nafisah, tinggal di Nishapur, Iran bagian Timur. Ia merupakan seorang yg soleh dan zuhud. Salah satu keturunannya kelak ada yg menjadi perawi hadits bagi Imam al-Baihaqi rahimahullah (menurut imam Adz-Dzahabi rahimahullah, 1996: 107 dan Imam al-Munawi rahimahullah tt: 495). Sayyidah Nafisah sendiri merupakan seorang yang alim dan beberapa ulama nantinya mendapatkan manfaat dari ilmunya.

Sayyidah Nafisah, lahir di Makkah pada tahun 145 H / 762 M. Ayahnya,  Bisa dikatakan, beliau merupakan sosok terpelajar, yg terlahir dari keluarga berada. Kendati demikian, Sayyidah Nafisah dikenal sbg perempuan wira'i dan zuhud yg tidak silau dgn gelimang harta, kekuasaan atau jabatan.

Keistimewaan

Keistimewaan Sayyidah Nafisah, di antaranya adalah mampu menghafal Al-Qur'an, pengajar, serta sering menunaikan ibadah haji, bahkan sampai sebanyak 30 kali. Beliau juga diyakini sudah mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak 1.900 kali.

Sejak kecil,  Sayyidah Nafisah sudah hafal 30 juz Al Quran. Setiap selesai membacanya, beliau selalu berodoa agar dimudahkan untuk berziarah ke makam Nabi Ibrahim.  “Ya Allah,  mudahkanlah aku untuk berziarah ke makam Nabi Ibrahim”. Sayyidah Nafisah memahami bahwa Nabi Ibrahim adalah sosok monoteisme sejati sekaligus bapak Nabi Muhammad melalui jalur Nabi Ismail sbg keturunan Nabi Ibrahim, sedangkan Sayyidah sendiri keturunan Nabi Muhammad.

Tabarukkan di Makam Rasulullah

Ayahnya, biasa membawa sayyidah Nafisah ke dalam ruangan tempat makam Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yg dahulunya juga merupakan rumah Sayyidah ‘Aisyah radhiallahu anha, dan berdoa untuk puterinya di tempat itu. Pada masa2 berikutnya, Sayyidah Nafisah rutin berziarah ke makam Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Semasa hidupnya, ia pergi haji ke Makkah sebanyak 30 kali dan sebagian besarnya ia lakukan dgn berjalan kaki; dikatakan karena ia hendak mengikuti apa yg pernah dilakukan oleh Imam Husain bin Ali (624 - 670 M, Baqi' Madinah) radhiallahu anhu (Menurut keterangan Imam ash-Sha’rawi rahimahullah).

Baca Juga: Biografi Aamir bin Syurahbil

Ulama besar perempuan

Sebagai seorang ulama ahli hadits yg alim, dikenal juga dgn “ummul ‘ulum” (ibu sekalian ilmu) yg rupawan dan cantik jelita, banyak orang yg sering mendatangi rumahnya,  ketika di Mesir untuk berguru. Beliau pindah ke Mesir karena menikah dgn Ishaq al Mu’taman bin Ja’far as Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Radhiyallahu Anhum.

Sayyidah Nafisah juga dikenal sebagai perempuan ahli ibadah. Kabarnya, salat malam tidak pernah ia tinggalkan, sekaligus sng sumber pengetahuan keislaman yg berharga (Nafisah al-‘Ilm), pemberani, sekaligus ‘abidah zahidah (tekun menjalani ritual dan asketis). Bahkan, sebagian orang mengatagorikannya sbg wali perempuan dgn sejumlah karomah minallah.

Ketika berusia 44 tahun, beliau tiba di Kairo pada 26 Ramadan 193 H /.808 M. Kabar kedatangan perempuan yg luar biasa ini telah menyebar luas. Ia pun disambut penduduk Kairo yg merasa bersyukur didatangi oleh Sayyidah Nafisah, salah satu dzurriyatun nabi yg mulia. Ratusan orang tiap hari datang hendak sowan menemuinya. Dari mulai berkonsultasi, meminta doa ataupun mendengar nasihat dan ilmu darinya. Bahkan, dikabarkan banyak yg sampai bermalam di luar kediamannya, menunggu kesempatan untuk bisa bertemu. Lambat laun, Sayyidah Nafisah merasa waktunya tersita melayani umat.

Rujukan sowan penduduk Mesir

Salah satu orang yg mendatanginya adalah Imam Syafii rahimahullah Dari Sayyidah Nafisah, Imam Syafii belajar berbagai macam bidang ilmu seputar fikih, hadis, hingga persoalan2 ibadah. Selain Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbali juga pernah menemui Sayyidah Nafisah untuk meminta doa.

Sejak saat itulah, rumah Sayyidah Nafisah sering didatangi tamu dengan tujuan yang bermacam-macam mulai dari meminta diajarkan ilmu agama hingga minta didoakan seperti halnya Imam Ahmad bin Hanbali.

Pujian yg disematkan kepada Sayyidah Nafisah di antaranya datang dari Ahmad bin Kaf yang memberinya julukan "Ad-Darain" (permata berharga di dua alam). Alasannya, perempuan tersebut tepat menggambarkan seorang arif dan salehah. Berkat ketakwaan, kecerdasan, dan sikap zuhudnya, beliau menjadi salah satu ulama besar perempuan yg sangat berjasa dalam keilmuan dan peradaban Islam.

Baca Juga: Biografi Yahya bin Said

Pertemuan dengan Imam Syafi'i

Pertemuan Imam Syafii rahimahullah dan Sayyidah Nafisah Rahimahallah, pertama kali terjadi di Kairo pada tahun 199 H / 814 M, ketika Imam Syafii pindah ke Kairo Mesir.

Pada saat itu, Sayyidah Nafisah Rahimahallah telah menjadi orang besar nan penting di Kairo. Maka, tak heran kediamannya tak pernah sepi dari kunjungan orang; baik itu untuk silaturahmi, meminta doa, atau bahkan belajar darinya. 

Karena masyhur tentang kealimannya tsb, Imam Syafii rahimahullah lantas menemui Sayyidah Nafisah rahimahallah dan meminta izin kepada beliau agar berkenan menemui Imam Syafii rahimahullah. Mengetahui bahwa Imam Syafii ingin bertemu dgnnya, maka Sayyidah Nafisah menyambutnya dhn penuh sukacita, kehangatan dan kegembiraan.

Setelah perjumpaan tsb, Imam Syafii dan Sayyidah Nafisah sering bertemu dalam majelis2 ilmu. Masing2 dari mereka saling mengagumi kesalehan dan keilmuan yg dimiliki.

Imam Syafii adalah salah satu ulama yg paling sering mengaji kepada Sayyidah Nafisah. Hal itu dilakukan, justru ketika Imam Syafii sedang berada dalam puncak karirnya sbg seorang ulama fikih. Pada setiap Ramadhan, Imam Syafi’i juga sering shalat Tarawih bersama Sayyidah Nafisah di masjid ulama perempuan ini. Begitulah kedekatan kedua orang hebat ini.

Pernah suatu ketika Imam Syafii hendak berangkat ke Fustat Mesir, untuk mengajar, tapi sebelum ia pergi, ia selalu menyempatkan diri (beberapa waktu sebelumnya) untuk belajar dgn Sayyidah Nafisah. Hal ini pun ia lakukan ketika ia pulang dari mengajar.

Imam Syafi'i rahimahullah berkata:

أَهِينُ لَهُمْ نَفْسِي لِكَيْ يُكْرِمُونَهَا وَلَنْ تُكْرَمَ النَّفْسُ الَّتِي لَا تُهِينُهَا

Aku merendahkan diriku pada mereka (guru2) agar mereka muliakan diriku, dan diri yg tidak pernah dihinakan tidak akan pernah mulia (Lihat Kitab Al-Madkhal ila As-Sunan, karya Imam Al-baihaqi rahimahullah, 994 - 1066 M Naisabur, Iran).

Murid lainnya

Menurut Inam ash-Sha’rawi rahimahullah, Imam Syafi’i bukan satu2nya ulama di Mesir yg biasa berkunjung dan berguru kepada Sayyidah Nafisah dan mendapat manfaat dari ilmu dan ketaqwaan beliau. Beberapa ulama besar dan tokoh sufi agung juga kerap mengunjunginya – komunikasi dgn lelaki yg bukan mahram, biasanya dilakukan dibalik hijab – di antaranya adalah Imam Dzun-Nun al-Misri rahimahullah dan Imam Abul Hasan bin Ali bin Ibrahim rahimahullah, yg menulis tentang tata bahasa al-Qur’an.

Imam Syafi'i Menghormati gurunya

Suatu ketika, Imam Syafii jatuh sakit, hingga ia tak bisa pergi mengajar ataupun belajar dgn Sayyidah Nafisah. Imam Syafii kemudian meminta seorang sahabatnya, untuk menemui Sayyidah Nafisah dan memintakan doa kepadanya, agar segera diberi kesembuhan. Atas izin Allah subhanahu wa ta'ala, keadaan Imam Syafii perlahan membaik.

Beberapa waktu kemudian, Imam Syafii menderita sakit parah, yg membuatnya tidak bisa pergi kemana2 dan akhirnya meminta sahabatnya kembali menemui Sayyidah Nafisah untuk keperluan yg sama, minta didoakan.

“Saudara sepupumu tengah terbaring sakit. Doakanlah ia,” ucap sahabat Imam Syafii.

Kali ini, Sayyidah Nafisah hanya mengatakan, “Matta’ahu Allah bi al-Nazhr Ila Wajhih al-Karim” (Semoga Allah memberinya kegembiraan ketika berjumpa denganNya)," ucap Sayyidah Nafisah sambil meneteskan air mata kesedihan, seolah sdh tahu kabar dari "langit", bahwa Imam Syafi'i menjemput kematiannya.

Mendengar jawaban tsb, sahabat Imam Syafii tampak bingung. Meski demikian, ia tidak berani menanyakan apa maksud dari doa Sayyidah Nafisah. Dalam keadaan bingung, ia kemudian pulang dan menemui Imam Syafii yg terbaring lemah.

“Wahai Imam, telah kusampaikan pesanmu kepadanya, tapi aku bingung dgn jawabannya,” ucap si sahabat.

“Apa yg beliau katakan?” tanya Imam Syafii penasaran.

“Beliau mengatakan, semoga engkau mendapatkan kegembiraan ketika bertemu dgn Yang Maha Kuasa,” jawab si sahabat.

Baca Juga: Biografi Rabi'ah Ar-Ra'yi

Imam Syafii terdiam, beliau memahami maksud dari ucapan Sayyidah Nafisah, bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Menyadari hal itu, Imam Syafii kemudian berwasiat kepada muridnya, Imam Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi rahimahullah (wafat 846 M di Baghdad), agar kelak ketika beliau wafat Sayyidah Nafisah berkenan menshalati jenazahnya. Dan permohonan tsb dikabulkan. Ketika imam Syafi’i wafat, jenazahnya dibawa ke rumah sang ulama perempuan tsb untuk dishalatkan. Hal ini disebabkan keadaan beliau yg sudah lemah, sehingga sholat diadakan di tempat itu untuk kemudahan beliau. Sayyidah Nafisah ikut menyolatkan jenazah Imam Syafi’i sbg makmum di bagian perempuan (keterangan Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnu Khallikan dan Imam al-Munawi). Ini menunjukkan besarnya penghormatan Imam Syafi’i terhadap Sayyidah Nafisah serta pengakuan beliau akan kedudukannya yang mulia.

Imam Al-Buwaithi

Imam Al-Buwaithi adalah murid terbaik Imam Syafii. Ia dikenal sbg orang yg sangat saleh, dalam konteks peribadatan kepada Allah (hablun minallah). Hari2nya dimanfaatkan untuk berzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Ia sering menggantikan Imam Syafii memberikan fatwa. Beliau dikenal sbg penerus Imam Syafii, Ketika Imam Syafii sakit2an, para muridnya berdebat tentang siapa yg akan menggantikan kedudukannya, sebagai mujtahid dan guru, jika ia meninggal dunia. Ketika hal itu ditanyakan kepada Imam Syafii, ia dgn tegas menunjuk Imam al-Buwaithi. “tidak ada seorang pun yg lebih ahli daripada al-Buwaithi.” Lebih dari itu, Imam Syafii secara tidak langsung juga mengangkat Al-Buwaithi sebagai juru bicaranya. Jika ada utusan pemerintah yg datang kepada Imam Syafii, ia meminta Al-Buwaithi untuk mewakilinya. “ia adalah juru bicaraku.” Kata Imam Syafii. Imam Al-Buwaithi rahimahullah meninggal dalam kondisi di penjara oleh Khalifah al-Watsiq yg berpaham Mu’tazilah.

Wafat

Para Sejarawan menyebutkan, bahwa beliau wafat pada bulan Ramadhan tahun 208 H /824 M (keterangan Imam Adz-Dzahabi, Imam Ibn Katsir, Imam Ibnu Khallikan, Imam Ibnu Taghribirdi dan Imam al-Yafi’i rahimahumullah).

Keadaannya beliau semakin lemah, menjelang wafatnya, sementara beliau tetap berpuasa. Orang2 menyarankannya untuk berbuka (membatalkan puasanya), disebabkan keadaannya itu. Ia berkata, “Selama 30 tahun saya berdoa, agar dapat berjumpa Allah dalam keadaan berpuasa, dan saya harus berbuka sekarang? Hal itu tidak akan terjadi.”

Setelah itu ia membaca al-Qur’an surat al-An’am dan ayat terakhir yg dibacanya adalah “Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Tuhannya …” (QS 6: 127). Kabar kematian beliau menyebabkan orang2 berdatangan dari penjuru negeri dan tangisan terdengar di rumah2 penduduk Mesir (keterangan Imam al-Munawi rahimahullah).

Jadi, saat wafatnya, Sayyidah Nafisah tengah melantunkan ayat suci Al-Qur'an Surah Al-An'am ayat 127.

Tepat di area dimakamkannya Sayyidah Nafisah saat ini, telah dibangun sebuah mesjid megah yaitu Mesjid Sayyidah Nafisah. Mesjid ini terhitung sbg mesjid terbanyak yg dikunjungi peziarah, disamping Mesjid Husein dan Mesjid Sayyidah Zainab. Mesjid ini terletak di kota Kairo, kawasan yg dikenal saat ini dgn Kawasan Sayyidah Nafisah.

Sayyidah Nafisah adalah fakta sejarah bahwa seorang perempuan bisa menjadi seorang ulama tersohor, bahkan menjadi guru bagi seorang Imam Syafi’i. Kita merindukan munculnya Sayyidah Nafisah berikutnya di dunia Islam. Mari kita mendoakan agar Allah senantiasa memberikan kemuliaan bagi guru2 kita. Seperti layaknya Imam Ahmad yg tak pernah lupa mendoakan gurunya, Imam Syafii, setiap shalat selama 40 tahun.

— at Sinau Sejarah Jama'ah Sarinyala.