Konsep dan Implementasi Amanah dalam Al- Qur’an dan al-Hadits

 
Konsep dan Implementasi Amanah dalam Al- Qur’an dan al-Hadits
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Al-Qur’an sangat mempunyai perhatian khusus terhadap hubungan sesama manusia baik di bidang muamalah atau silaturrahim, untuk mewujudkan hubungan yang baik sesama manusia salahsatunya adalah mengenai amanah. Berikut implementasi amanah dalam Al-Qur’an dan Hadits.

1. Amanah dalam Arti Tanggung Jawab Personal Manusia kepada Allah SWT

Alasan penolakan alam (bumi, langit dan sebagainya) terhadap amanah (QS.Al-Ahzab: 72) adalah karena mereka tidak memiliki potensi kebebasan seperti manusia. Padahal untuk menjalankan amanah diperlukan kebebasan yang diiringi dengan tanggung jawab. Olehsebabitu, apapun yang dilakukan bumi, langit, gunung terhadap manusia, walaupun sampai menimbulkan korban jiwa dan harta benda, tetap saja “benda-benda alam” itu tidak dapat diminta pertanggung jawabannya oleh Allah.

Baca Juga: Amanah Versus Kecurangan

Berbeda dengan manusia. Apapun yang dilakukannya tetap dituntut pertanggung jawaban. Manusia adalah khalifah fi al-ardh, oleh karena itu manusia memiliki beban (tugas) untuk memakmurkan bumi (was ta’marakum al-ardh). Sebuah tugas yang mahaberat, karena menuntut kesungguhan dan keseriusan kita dalam menjalankannya. Bahkan tugas ini jauh lebih berat dari melaksanakan ibadah. Secara sederhana dapat dikatakan sebagai seorang muslim, hidup tidak sekedar menjalankan ibadah mahdzoh saja, lalu kita merasa nyaman. Hidup sesungguhnya adalah sebuah perjuangan untuk menegakkan kebaikan. Jadi perbedaan manusia dari makhluk lain adalah karena manusia telah diberi potensi kebebasan dan akal, sehingga dengan potensi itu manusia mampu mengenal Rabbnya sendiri, mampu menemukan petunjuk sendiri, beramal sendiri, dan mencapai Rabbnya sendiri. Semua yang dilakukan manusia adalah pilihannya sendiri, dengan mempergunakan semua potensi dalam dirinya, sehingga manusia akan memikul akibat dari pilihannya itu, dan balasan untuknya sesuai denganamalnya.

2. Amanah dalam Arti Tanggung Jawab Sosial Manusia kepada Sesama

Dalam pandangan Islam setiap orang adalah pemimpin, baik itu pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat maupun yang lainnya. Sebab, manusia adalah makhluk sosial dan mempunyai tanggung jawab sosial pula. Tentu saja semua itu akan dimintai pertanggung jawaban. Rasulullah SAW bersabda:

( ﻛﻠﻜﻢ ﺭﺍﻉ ﻭ ﻛﻠﻜﻢ ﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ

Artinya: ”Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya.” (H.R. Muslim).

Baca Juga: Dibalik Rahasia Mengelola Amanah Harta

Fenomena yang terjadi saat ini adalah seringkali amanah dijadikan sebuah komoditi untuk meraih kekuasaan atau materi (dunia). Sehingga saat ini banyak sekali orang yang meminta amanah kepemimpinan dan jabatan, padahal belum tentu orang tersebut mempunyai kapabilitas untuk menjalankan amanah itu. Rasulullah mengancam akan hancurnya sebuah bangsa.

ﻗﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭ ﺍﻟﺴﻼﻡ : ﺇﺫﺍ ﺿﻴﻌﺖ ﺍﻷﻣﺎﻧﺔ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ، ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻫﺮﻳﺮﺓ : ﻛﻴﻒ ﺇﺿﺎﻋﺘﻬﺎ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ؟ ﻗﺎﻝ : ﺇﺫﺍ ﺃﺳﻨﺪ ( ﺍﻷﻣﺮ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺃﻫﻠﻪ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ

Artinya: “Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyia-nyiaannya?. Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”. (H.R. Bukhari).

Amanah menempati posisi ‘strategis’ dalam syariat Islam.Rasulullah saw sendiri mendapat gelar Al Amin (yang bisa dipercaya). Amanah menjadi salah satu pembeda kaum muslim dengan kaum munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah dari Abu Hurairah:

(ﺁﻳﺔ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﺛﻼﺙ -: ﺇﺫﺍ ﺣﺪﺙ ﻛﺬﺏ ، ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻭﻋﺪ ﺃﺧﻠﻒ ، ﻭﺇﺫﺍ ﺃﺅﺗﻤﻦ ﺧﺎﻥ ‏( ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ

Artinya: “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: apabila bicara, dia dusta; apabila berjanji, dia ingkari; dan apabila dipercaya (amanah), dia berkhianat”. (Hadist Sohihain).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan umat Islam agar tidak sembarangan memberikan amanah (kepercayaan) dalam hadits yang artinya: Barang siapa yang mengangkat seseorang (untuk suatu jabatan) karena semata-mata hubungan kekerabatan dan kedekatan, sementara masih ada orang yang lebih tepat dan ahli dari padanya, maka sesungguhnya dia telah melakukan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman”. (H.R. al-Hakim).

Baca Juga: Jenis-Jenis Amanah

Dengan demikian, meminta jabatan (amanah) sebagai pemimpin merupakan perbuatan yang dicela. Amanah akan menjadi penyesalan di akhirat kelak. Betapa tidak, jika seorang yang mendapat amanah tidak menjalankan dengan baik, mengingkari janjinya dan menipu saudaranya maka ia diharamkan masuk surga. Rasulullah mengancam pemimpin yang menghianati dan menyelewengkan amanah yang telah di bebankan kepadanya dengan ancaman berat.