Imam Akhfasy: Sosok Pembela Guru

 
Imam Akhfasy: Sosok Pembela Guru
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Siapa yang tidak kenal dengan Sa’id bin Mas’adah, sosok yang telah berjasa menjembatani dua mazhab besar (Bashrah dan Kufah) dalam ilmu bahasa, kuniyahnya Abul Hasan dan dikenal dengan julukan Akhfasy Ausath. Imam as-Suyuthi menyebutkan ada tiga Akhfasy yang paling terkenal yaitu Akhfasy Akbar, Akhfasy Ausath dan Akhfasy Ashghar.

Baca Juga: Hukum Bermazhab

Beliau berasal dari Kota Balakh, Afghanistan, kemudian menetap di Bashrah, Irak. Beliau adalah murid dari imam Sibawaih, meskipun imam Sibawaih lebih muda dari beliau. Imam as-Suyuthi mengabarkan dalam "Bughyatul Wu’ah fi Thabaqatil Lughawiyyin wan Nuhah" bahwa Imam Akhfasy tidak pernah belajar kepada imam Khalil. Dalam akidah beliau mengikuti mazhab Mu'tazilah, hal ini dapat kita baca dari kitabnya “Ma’anil Qur’an”, yang beliau tulis karena permintaan Kisai.

Imam Mubarrid bertutur tentang imam Akhfasy : "Murid Imam Sibawaih yang paling hafal riwayat darinya adalah Akhfasy. Ia juga paling mahir dalam ilmu kalam dan debat"

Ketika Imam Sibawaih pulang dengan membawa kesedihan yang teramat sangat karena kekalahannya dalam berdebat atas Imam Kisai di depan khalayak ramai dan disaksikan oleh salah seorang menteri Khalifah ar-Rasyid yaitu Yahya al-Barmaky, maka Sibawaih menemui  Akhfasy di perbatasan Bashrah dan menceritakan apa yang terjadi serta mengabarkan padanya bahwa perdebatan berjalan tidak sportif (sebab imam Kisai lebih dekat dengan penguasa sehingga orang-orang badui yang dijadikan hakim dan saksi lebih membela imam Kisai). Setelah itu Sibawaih pergi mengasingkan diri ke Ahwaz, yaitu sebuah perkampungan yang terletak diantara Bashrah dan Persia.

Setelah mendengar kabar tersebut, maka Akhfasy pun bergegas pergi ke Baghdad dengan maksud membalaskan dendam gurunya.

Maka ketika itu dia langsung menuju masjidnya Imam Kisai. Akhfasy pun salat subuh berjamah di belakang Imam Kisai. Usai salat, Kisai tidak beranjak dari tempat duduknya dan di hadapannya ada ketiga muridnya yaitu Farra, Ahmar, dan Ibnu Sa’dan. Kemudian Akhfasy mendekati Kasai dan mengucapkan salam kepadanya. Setelah itu  beliau langsung menyerang Kasai dengan 100 pertanyaan. Dan setiap kali Kisai menjawab pertanyaan, maka Akhfasy pun langsung menyalahkannya. Hal ini membuat murid-muridnya geram, andai saja Kisai tidak menahannya maka hampir-hampir terjadi pengeroyokan.

Baca Juga: KH. Hasyim Asy'ari Pun Iri Pada Guru TPQ

Kemudian Kisai bertanya: “Demi Allah, apakah kamu Abul Hasan Sa’id bin Mas’adah?” maka Akhfasy menjawab: “ya”. Keduanya memang sudah saling mendengar nama, namun inilah kali pertama mereka bertemu. Kisai tahu persis bahwa Akhfasy adalah salah seorang pemuka mazhab Bashrah, terlebih lagi dia adalah murid Sibawaih, orang yang pernah dia permalukan, tentu saja Kisai paham maksud dan tujuan Akhfasy menemuinya adalah untuk membalaskan dendam gurunya. Namun Kisai adalah orang yang cerdas, kalau dia mau bisa saja dia habisi Akhfasy yang seorang diri mendatangi sarangnya orang-orang Kufah, namun sebaliknya justru dia berencana menjadikan Akhfasy sebagai senjata untuk memajukan madrasahnya. Karena dia tahu kapasitas kelimuan Akhfasy mengenai nahwu tidak diragukan lagi.

Maka setelah Kisai mengetahui bahwa yang ada di hadapannya ini adalah Akhfasy, dia pun berdiri dan memeluknya, kemudian mendudukkannya di sampingnya. Kemudian Kisai berkata: “aku punya anak-anak, aku sangat berharap mereka belajar kepadamu dan bisa menjadi orang yang berhasil dengan bimbinganmu dan aku ingin kau selalu berada di sisiku". Akhfasy pun mengiyakan permintaan Kisai tersebut.

Baca Juga: Kisah Al-Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri (Guru Tua) Mentaubatkan Ratusan Bandar Penjudi

Hingga Kisai meminta Akhfasy menulis untuknya kitab tentang Ma’ani Qur’an dan beliaupun menulisnya. Bahkan sampai-sampai Kasai meminta Akhfasy membacakan kitab Sibawaih (lawan debat beliau) kepadanya secara sembunyi-sembunyi dan menghadiahkan beliau 70 dinar.

Semoga Allah merahmati Imam Akhfasy, Imam Kisai, Imam Sibawaih dan ulama-ulama lain.

---------
Oleh: Afriul Zikri (Mahasiswa Al-Azhar University)
Editor: Nasirudin Latif