Ketua PCNU Jakpus: Dari Dulu NU Ingin Dihancurkan

 
Ketua PCNU Jakpus: Dari Dulu NU Ingin Dihancurkan
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Pusat (Jakpus), Gus Syaifuddin mengungkapkan sejak lama NU ingin dihancurkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak ingin organisasi Islam terbesar di Indonesia ini semakin besar, eksis dan kokoh.

"Dari dulu, NU itu banyak yang ingin menghancurkan. Cara mereka menghancurkan adalah memisahkan NU dengan sejarah Islam di nusantara, menghilangkan sejarah NU dari proses kebangsaan dan perjalanan republik Indonesia merdeka, maupun peran NU dalam mempertahankan kemerdekaan. Namun, cara itu tidak berhasil, sebab peran para kyai, ulama maupun massayikh serta warga Nahdiliyin itu seperti sapu lidi. Ia disatukan oleh kecintaan kita kepada Rasulullah berikut dzurriyahnya, sahabat, ulama, kyai yang saling bersambung secara langsung maupun tidak langsung, baik sanad keilmuannya maupun nasabnya yang sampai atau kembali lagi ke Rasulullah. Nah, kecintaan itu tumbuh sejalan dengan kecintaan para kyai, ulama, habaib di nusantara ini terhadap tanah air kita, yaitu Indonesia," urai Gus Syaifuddin kepada Laduni.id, di Sekretariat PCNU Jakpus, Jl. Kramat Lontar No.H. 92, RW.7, Kramat, Kec. Senen, Jakarta Pusat, Jum'at sore, 18 Juni 2021.

Lebih lanjut Gus Syaifuddin menjelaskan, kekuatan lain yang dipunyai oleh NU adalah kemampuannya untuk beradaptasi, melakukan akulturasi antara budaya yang telah tumbuh lebih awal di nusantara dengan ruang agama.

“Kekuatan lain yang dipunyai NU itu bisa menyatu, akulturasi dengan budaya. NU tidak antagonis dengan budaya atau tradisi yang disadari sudah eksis lebih dulu di nusantara. Itu sebabnya, para walisongo dulu dalam menjalani misi dakwahnya, tidak pernah ekstrim, tidak pernah menghujat, tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan. Ya pendekatannya melalui budaya, sosial dan kemanusiaan,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Gus Syaifuddin juga menceritakan tentang beragam narasi di media sosial yang kerap menyudutkan NU. Ia menuturkan, meski kini telah banyak kyai maupun sejumlah tokoh NU yang mengambil peran di media sosial, upaya untuk melakukan kontra narasi dan membangun narasi positif tidak boleh berhenti.

“Kita harus mengambil pos-pos ini, segmentasi media sosial itu banyak, dan kita harus isi semua. Sebab jika tidak, paham-paham ekstrimis akan masif berseliweran di jagat media sosial kita. Ini juga bagian dari ikhtiar kita, sebagai entitas ahlus sunnah wal jama’ah an nahdliyah, untuk mengcounter konten-konten negatif di media sosial yang tendensius dan menyudutkan NU sekaligus menyajikan konten-konten penguatan ke-aswaja-an dan ke-nu-an melalui segmentasi media sosial tadi,” sambungnya.

Selain itu, Gus Syaifuddin juga menekankan pentingnya penguatan opini di media sosial. Hal tersebut sangat berguna untuk memenetrasi penggiringan opini yang mengarah pada fitnah dan serangan terhadap NU. Untuk menguatkan hal itu, Gus Syaifuddin berpesan agar mereka yang merasa bagian dari warga Nahdliyin dapat berkolaborasi, membanjiri beragam konten dan sajian informatif khas NU dan produk budaya nusantara di media sosial. 

“Terakhir, kita harus bisa membangun basis penguatan opini di media sosial. Mereka yang ingin menghancurkan NU itu jumlahnya tidak banyak, namun mereka mampu membuat opini yang besar dan kuat untuk menyerang NU. Oleh karena itu, mari kita berkolaborasi,” tutup Gus Syaifuddin.


Editor: Daniel Simatupang