Menerapkan Ihsan Dalam Kehidupan Sehari-hari

 
Menerapkan Ihsan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta – Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah Swt seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak merasa begitu, ketahuilah bahwa Dia melihat-Mu (Hadits)

Dengan adanya rasa dilihat, diawasi dan diperhatikan oleh Allah, seseorang dengan sendirinya akan memperbagus dan memperbaiki ibadahnya. Ibarat seorang pembantu yang bekerja dengan serius, telaten, dan rapi karena merasa diawasi majikannya. Berbeda jika tidak adanya perasaan demikian, tentu akan membuat seseorang bermalas-malasan dan tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan.

Baca Juga: Kisah Ketawadluan Kiai Ihsan Dahlan Jampes

Ihsan adalah cara bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah.

Cara ini akan membawa ibadah kita ke maqam (tingkat) yang lebih dekat kepada Allah dengan perasaan penuh harap, takut, khusyu’, ridlo dan ikhlas kepada Allah. Perasaan tersebut menjadikan ibadah yang kita lakukan tidak hanya sekadar menjadi kewajiban, tetapi merupakan kebutuhan jiwa dalam penghambaan diri kepada Allah.

Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya karena Ihsan tadi.

Ihsan terbagi menjadi dua macam:

1. Ihsan di dalam beribadah kepada Sang Pencipta.

Ihsan di dalam beribadah kepada pencipta memiliki dua tingkatan:

Pertama, beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya , ini adalah ibadah dari seseorang yang mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya. Nama lain dari perbuatan ini disebut Maqam al-Musyahadah ( ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﻤﺸﺎﻫﺪﺓ ‏) . ‏Dan keadaan ini merupakan tingkatan ihsan yang paling tinggi, karena dia berangkat dari sikap membutuhkan, harapan dan kerinduan. Dia menuju dan berupaya mendekatkan diri kepada-Nya. Sikap seperti ini membuat hatinya terang-benderang dengan cahaya iman dan merefleksikan pengetahuan hati menjadi ilmu pengetahuan, sehingga yang abstrak menjadi nyata.

Baca Juga: Biografi KH. Hasyim Ihsan Tremas

Kedua, Jika kamu tidak mampu beribadah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu, dan ini ibadah dari seseorang yang lari dari adzab dan siksanya. Dan hal ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama, karena sikap ihsannya didorong dari rasa diawasi, takut akan hukuman. Sehingga, dari sini, ulama berpendapat bahwa,

Barangsiapa yang beramal atas dasar seakan-akan melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia seorang yang arif , sedang siapapun yang beramal karena merasa diawasi Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia seorang yang ikhlas (mukhlis ).

Maka suatu ibadah yang dibangun atas dua hal ini, puncak kecintaan dan kerendahan, maka pelakunya akan menjadi orang yang ikhlas kepada Allah. Dengan ibadah yang seperti itu seseorang tidak akan bermaksud supaya di lihat orang (riya’ ), di dengar orang (sum’ah ) maupun menginginkan pujian dari orang atas ibadahnya tersebut. Tidak peduli ibadahnya itu nampak oleh orang maupun tidak diketahui orang, sama saja kualitas kebagusan ibadahnya. Muhsinin (seseorang yang berbuat ihsan) akan selalu membaguskan ibadahnya disetiap keadaan.

Baca Juga: Syi’ir Gus Mik Saat Berziarah Makam Syaikh Ihsan bin Dahlan Jampes

2. Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah

Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah adalah bisa dengan harta, kedudukan, ilmu, dan badan (tenaganya)

Wallahu A’lam
---------
Editor: Nasirudin Latif