KH Husein Muhammad: Sejenak Mengenang Rumi Pulang (bagian 2)

 
KH Husein Muhammad: Sejenak Mengenang Rumi Pulang (bagian 2)
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Sementara Sultan Walad, putra tertua Maulana Rumi, sekaligus pendiri Tarekat Maulawiyah, bercerita dalam puisinya yang indah:

واستمر الامر هكذا لاربعين يوما  

لم تخبُ لحظة الاشواقُ والحُرق

ثم بعد الاربعين يوما مضوا الى منازلهم  

صاروا جميعا منشغلين بهذه الحكاية

كان حديثهم نهارا وليلا  

إن ذلك الكنز غدا دفينا تحت التراب

وذكر احواله وحياته   

وذكر اقواله وكلا مه الشبيه بالدرر

وذكر خلقه اللطيف الذى لا مثيل له  

 وذكر خلقه الشريف الذى لا مثيل له

وذكر محبته لله وتجريده  

وذكر سكره فى محبة الحق وصدق توحيده

وذكر تنزهه عن هذه الدنيا  

 وكلية رغبته بالعقبى

وذكر لطفه وتواضعه وكرمه   

وذكر حاله وسماعه الشبيه بحدائق إرم

Suasana perkabungan itu berlangsung 40 hari

Tak sedetikpun hari tanpa kerinduan dan terbakar

Bila empat puluh hari telah lewat

Mereka kembali ke rumah masing-masing

Sambil terus bercerita tentang Maulana, sang kekasih

Saban malam, saban siang, itulah perbincangan mereka

Esok lumbung kearifan itu tertanam di bawah lempung

Mereka menyebut-nyebut sepakterjang dan kehidupannya

Menyebut-nyebut kata-kata dan ucapan-ucapannya yang bak permata

Menyebut-nyebut budinya yang lembut, tanpa tandingan

Menyebut-nyebut budinya yang luhur, tanpa saingan

Menuturkan cintanya kepada Tuhan dan keintiman dia bersama-Nya

Menuturkan mabuk cinta kepada-Nya dan kemurnian meng-Esa-kan-Nya

Menuturkan ketaktergantungannya pada kehidupan di sini

Cintanya tertumoah seluruh pada kehidupan kelak nan abadi

Menuturkan kehalusan budi, rendah-hati dan keanggunannya

Menuturkan tingkahnya dan tarian sama’ bagai taman-taman di Iram

Akan tetapi detik-detik menjelang pulang maulana berpesan kepada para pecintanya:

لَا تَقُلْ "وِدَاعًا وِدَاعًا" حِيْنَمَا وُضِعْتُ فِي التُّرابِ فَهُوَ حِجَابٌ لِلرَّحْمَةِ الأَبَدِيَّةِ أَنْتَ رَأَيْتَ "النُّزُولْ " فَانْظُرْ الآنَ إِلَى الصُّعُودِ !

Jangan katakan, “Selamat tinggal”

Ketika aku dimasukkan ke liang lahat

Itu adalah tirai rahmat yang abadi!

Kau melihat tubuhku diturunkan

Tapi lihatlah!

Kini ia naik ke puncak cakrawala

Bila datang ke makamku

Untuk mengunjungiku

Jangan datang tanpa genderang

Karena pada perjamuan Tuhan,

Orang berduka tidak diberi tempat

Seluruh peristiwa kepulangan Maulana di atas, aku merasakan sama dengan suasana saat pulangnya Gus Dur, 30 Desember 2009 lalu, yang hingga kini masih terus dikenang masyarakat di negeri ini dan diperingati di mana-mana. Al-Fatihah.

Aku menulis puisi di atas falam buku yang aku launching pada 1000 hari wafatnya beliau di Ciganjur, berjudul “Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur” yang kemudian diganti menjadi “Samudera Kezuhudan Gus Dur”.

Kamis, 26 Agustus 2021

Oleh: KH Husein Muhammad


Editor: Daniel Simatupang