Hukum Bermakmum pada Orang Fasiq dan Ahli Bid'ah

 
Hukum Bermakmum pada Orang Fasiq dan Ahli Bid'ah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam shalat jamaah, imam memiliki peran yang sangat inti, sebab tanpa imam maka shalat jamaah tidak sah dan kehilangan manfaat dari shalat berjamaah. Lagi pula, tidak semua orang dapat menjadi imam shalat, hanya orang yang memenuhi kriteria saja yang dapat mengemban tanggung jawab besar tersebut.

Ada dua golongan yang sepatutnya tak dijadikan sebagai imam shalat, yaitu yang fasiq dan ahli bid’ah.

1. Orang Fasiq

Fasiq adalah pelaku dosa besar yang tidak bertaubat atau pelaku dosa kecil yang dilakukan terus menerus. Misalnya, pemabuk, penjudi, orang yang jarang shalat, jarang zakat, koruptor, penipu dan sebagainya.

2. Ahli Bid'ah

Istilah ahli bid'ah digunakan para ulama untuk pengikut aliran sesat, bukan pada orang yang melakukan amaliyah yang diperselisihkan hukumnya oleh para ulama fiqih. Jadi, meskipun ulama Mazhab Hanbali menganggap qunut subuh bid'ah, tetapi mereka tidak menyebut ulama Syafi'iyah yang menganjurkan qunut sebagai ahli bid'ah.

Hanya orang Wahabi saja yang memperluas cakupan makna istilah ahli bid'ah hingga mencakup pelaku amaliyah yang diperselisihkan dalam mazhab fiqih, dan tindakan mereka ini adalah bid'ah itu sendiri sebab tidak dikenal di masa salaf.

Contoh ahli bid'ah atau pengikut aliran sesat adalah semisal:

a. Muktazilah, yaitu orang yang berkata bahwa kalamullah adalah makhluk. Adapun yang berkata bahwa cetakan mushaf adalah makhluk, maka bukan termasuk golongan ini.

b. Qadariyah, yaitu orang yang berkeyakinan bahwa tindakan sadar manusia tidak ada sangkut pautnya dengan Allah, tetapi murni diciptakan manusia itu sendiri. Adapun kalau sekedar menyuruh manusia berusaha dan ikhtiar dan tidak berpangku tangan pada takdir, maka tidak masuk golongan ini selama dia yakin bahwa dalam perbuatan manusia ada campur tangan Allah yang memberikan daya dan kuasa padanya untuk bertindak.

c. Jabariyah, yaitu orang yang menganggap bahwa seluruh tindakan manusia adalah murni tindakan Tuhan tanpa ada campur tangan manusia sama sekali. Jadi, mereka tidak mengenal kata ikhtiar sebab semua serba apa kata Tuhan sedangkan manusia hanya seperti kapas yang bergerak karena ditiup angin. Adapun bila sekedar meyakini adanya takdir tetapi pada saat yang sama meyakini adanya ikhtiar atau kehendak bebas dan usaha manusia, maka tidak termasuk golongan ini.

d. Murji'ah, yaitu orang yang berkeyakinan bahwa melakukan maksiat/dosa sama sekali tidak masalah selama orangnya Muslim yang bersyahadat. Jadi, mereka tidak mengenal konsep "masuk neraka dulu" bagi seorang Muslim. Bagi mereka, pokoknya Islam maka otomatis masuk surga meskipun melakukan dosa apa pun, sama seperti orang kafir yang akan masuk neraka meskipun melakukan kebajikan apa pun.

Adapun bila sekedar mengatakan bahwa definisi iman adalah hanya soal keyakinan hati tanpa memasukkan unsur perbuatan di dalam definisi tersebut, maka tidak termasuk golongan Murji'ah. Banyak ulama klasik yang salah paham soal ini sehingga Imam Abu Hanifah pun mereka anggap sebagai Murji'ah karena ketidaktahuan mereka tentang poin ini. Kesalahpahaman ini diteruskan oleh banyak kelompok Wahabi saat ini.

e. Mujassimah. Mereka adalah yang menyangka bahwa Allah adalah sosok tiga dimensi yang mempunyai tubuh dengan panjang, lebar dan tinggi tetapi tidak seperti jisim lain. Mereka meyakini bahwa ke-jisim-an adalah bentuk dari wujud sehingga dalam benak mereka kalau tidak ada jisimnya artinya tidak ada.

Dengan demikian, Allah pun mereka anggap sebagai jisim, hanya saja sebagai jisim yang unik yang tidak ada padanannya. Mereka seperti aliran Karramiyah dan para pengikut teologi Ibnu Taimiyah. Keduanya sejatinya sama, bedanya adalah Karramiyah agak vulgar dengan menyebut kata jisim sedangkan Ibnu Taimiyah anti terhadap kata ini meskipun meyakini maknanya.

f. Syiah/Rafidhah. Mereka adalah orang yang tidak mengakui kepemimpinan tiga khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib, sebab bagi mereka ada wasiat dari Rasulullah bahwa selepas beliau kepemimpinan dilanjutkan langsung oleh Ali dan keturunannya, akan tetapi para sahabat berkhianat. Adapun bila sekedar berpendapat bahwa Ali lebih utama daripada Abu Bakar atau Umar, maka bukan yang dimaksud di sini meskipun di masa lalu mereka ini juga disebut Syi'atu 'Ali.

Kesemua golongan di atas adalah ahli bid'ah yang dimakruhkan untuk dijadikan imam shalat. Shalat mereka sebenarnya tetap sah dan dijadikan imam pun sebenarnya masih sah karena mereka tetap Muslim, akan tetapi sebaiknya dihindari selama memungkinkan dan tidak menimbulkan keributan.

Adapun ahli bid'ah yang penyimpangannya sangat keterlaluan, maka mereka tidak boleh dijadikan imam shalat sebab penyimpangannya telah membuat mereka kafir atau murtad. Yang keterlaluan ini misalnya:

Golongan Mujassimah yang berkata bahwa Allah adalah jisim seperti jisim lain, mereka adalah orang kafir. Tidak ada orang Islam yang mengakui laisa kamitslihi syai'un yang mengatakan demikian. Shalat mereka tidak sah, sehingga tentu saja tidak sah menjadikan mereka sebagai imam shalat. Jadi perlu dicatat bahwa apabila ada ulama yang mengatakan bahwa mujassim kafir, maka arahnya adalah pada mujassim yang mengatakan bahwa jisim Allah sama dengan jisim lainnya, bukan pada mujassim pada poin yang dijelaskan di atas.

Selain itu, ada pengikut teologi filsafat Yunani yang mengatakan bahwa alam semesta tidak berawal mula, yang sehingga tidak diciptakan oleh Allah, tak ada kebangkitan jasad pasca kematian dan bahwa Allah tidak tahu detail-detail kejadian. Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam.

Demikianlah catatan ini sebagai pelengkap penjelasan dari Kitab I'anatut Thalibin berikut:


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 29 September 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Abdul Wahab Ahmad

Editor: Hakim