Hikmah Larangan Tidur Sebelum Shalat Isya

 
Hikmah Larangan Tidur Sebelum Shalat Isya
Sumber Gambar: John-Mark Smith dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Setelah bekerja sehariaan penuh pasti merasakan kelelahan, sehingga pada malam harinya tidur sebelum melaksanakan shalat isya, lalu bagaimana hukumnya.?

Rasulullah SAW melarang umatnya untuk tidur sebelum Shalat Isya. Di dalam beberapa hadis, ada larangan Rasulullah SAW untuk tidak tidur sebelum melaksanakan shalat Isya, sebagaimana hadis berikut ini:

ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡَ ﻗَﺒْﻠَﻬَﺎ ﻭَﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚَ ﺑَﻌْﺪَﻫَﺎ

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membenci tidur sebelum shalat ‘isya’ dan melakukan pembicaraan yang tidak berguna setelahnya” (HR. Bukhori No. 568, Muslim No. 237).

Sedangkan waktu terbaik untuk melaksanakan Shalat Isya, adalah dengan mengakhirkan hingga sepertiga atau setengah malam, sebagaimana hadis Rasulullah yang berbunyi:

ﻟَﻮْﻻَ ﺃَﻥْ ﺃَﺷُﻖَّ ﻋَﻠَﻰ ﺃُﻣَّﺘِﻰ ﻷَﻣَﺮْﺗُﻬُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳُﺆَﺧِّﺮُﻭﺍ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀَ ﺇِﻟَﻰ ﺛُﻠُﺚِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﺃَﻭْ ﻧِﺼْﻔِﻪِ

Artinya: “Jika sekiranya tidak memberatkan ummatku maka akan aku perintah agar mereka mengakhirkan shalat isya hingga sepertiga atau setengah malam” (HR. Tirmidzi No. 167, Ibnu Majah No. 691).

Adapun rentang waktu sepertiga malam dimulai dari pukul 19.30 dan diakhiri sekitar pukul 22.30.

Berdasarkan data tersebut, seorang muslim paling cepat tidur sekitar pukul 20.00 dan kemudian bangun untuk melaksanakan Shalat Shubuh sekitar pukul 04.30, artinya lama tidur yang ia jalani sekitar 8 jam 30 menit.

Penelitian Ilmiah baru-baru ini, sekelompok peneliti yang dipimpin Stephanie Rek dari Universitas Oxford, menemukan bahwa tidur lebih dari 9 (sembilan) jam semalam, bisa berakibat mimpi buruk (sumber: republika.co.id).

Hal ini dikarenakan dalam rentang waktu tersebut, mata akan bergerak cepat. Dan di saat inilah, biasanya mimpi buruk terjadi.

Dengan demikian, bagi umat Islam yang lama waktu tidurnya 8 jam 30 menit, selain dalam upaya untuk beribadah, secara ilmiah ternyata dapat menghindarkan dirinya kepada mimpi yang buruk.


Editor: Nasirudin Latif