Hukum Air Liur yang Keluar dari Mulut Apakah Najis?

 
Hukum Air Liur yang Keluar dari Mulut Apakah Najis?
Sumber Gambar: Ilustrasi (foto istimewa)

Laduni.ID, Jakarta – Manusia memiliki berbagai macam cairan yang keluar dari dalam tubuh. Seperti keluarnya cairan dari qubul dan dubur. Cairan yang keluar dari dua jalan ini secara syara dihukumi najis baik yang keluar normal maupun tidak seperti darah, nanah, lain sebagainya.

Namun demikian, terdapat pengecualian terhadap cairan yang keluar dari qubul (jalan depan) seperti cairan mani tetap dihukumi suci oleh mayoritas ulama, walaupun menurut Imam Malik dihukumi najis seperti cairan yang keluar dari qubul lainya.

Sementara terdapat beberapa cairan yang keluar dari tubuh manusia selain melalui jalan kedua di atas terdapat klasifikasi hukum, seperti air liur yang keluar dari mulut.

Air liur yang keluar dari mulut manusia, dalam hal ini ulama berbeda pendapat, apakah dihukumi najis atau suci. Terdapat tiga pendapat berbeda menanggapi persoalan ini mengenai hukum air liur:

1. Menurut Abu Al-Laits, salah seorang ulama pengikut madzhab hanafi, air liur dihukumi suci secara mutlak. 
2. Menurut Imam Al-Muzani hukumnya najis secara mutlak. 
3. Menurut pendapat mu’tamad (pendapat yang dibuat pegangan) hukumnya ditafshil (diperinci), Jika air liur yang keluar tersebut berubah, baunya tidak sedap atau berwarna kuning, maka hukumnya najis karena air liur tersebut keluar dari perut. Sedangkan bila tidak sampai berubah, maka dihukumi suci, karena keluar anak lidah (Al-Lahat). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Al-Juwaini dalam kitab “At-Tabshiroh Fil Waswasah” dan juga oleh Syekh Al-Mutawalli.

Syekh Ibnul Imad menjelaskan bahwa ada 3 tanda-tanda yang dijelaskan oleh ulama bahwa air liur tersebut berasal dari pencernaan yang dihukumi najis :

1. Air liurnya berwarna kuning
2. Air liur tersebut keluar saat tidurnya lama
3. Air liurnya keluar saat tidurnya tidak memakai alas kepalanya, semisal memakai bantal.

Namun apabila ragu apakah keluar dari perut atau tidak, lebih baik disucikan sebagai bentuk sikap berhati-hati (ikhthiyath). Meskipun air liur najis jika berubah, namun najis tersebut dima’fu (tidak harus disucikan) bagi orang yang tidak bisa menghindarkan diri dari keberadaannya, maksudnya jarang sekali ia tidak mengeluarkan air liur.

Sementara Imam Nawawi dalam “Al-Majmu” menyatakan bahwa hukum dari air liur adalah suci selama belum diyakini bahwa air liur tersebut benar-benar keluar dari dalam perut. Beliau sudah menanyakan sendiri pada beberapa ahli kedokteran yang terperpaya, dan hasilnya mereka semua mengingkari bahwa air tersebut keluar dari pencernaan, mereka juga mengingkari orang-orang yang mengharuskan membersihkan air liur.

Dari urain di atas bisa dimengerti bahwa alasan bahwa air liur dihukumi najis bila memang keluar dari pencernaan, sehingga dihukumi najis seperti halnya muntah. Sedangkan jika keluar dari bagian mulut maka dihukumi suci sebagaimana ludah. Wallahu a’lam.


Referensi:

  1. Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz : 2 Hal : 551-552
  2. Fathul Jawad Bisyarhi Mandhumati Ibnul Imad, Hal : 20-21
  3. Hasyiyah Ar-Rosyidi Ala Fathul Jawad, Hal : 21
  4. I’anatut Tholbin, Juz : 1 Hal : 103