Hukum Pengucapan Ta’liq Talaq setelah Akad Nikah

Ta’liq Talaq Setelah Akad Nikah
Pertanyaan : Bagaimana pendapat Muktamar tentang hukum ta’ liq talaq sesudah akad nikah berlangsung atas perintah penghulu/naib, sebagaimana berlaku di Indonesia?
Jawab :
Perintah penghulu/naib untuk mengucapkan ta’ liq talaq itu hukumnya kurang baik karena ta’liq talaq itu sendiri hukumnya makruh. Walaupun demikian, ta’liq talaq itu sah, artinya bila dilanggar dapat jatuh talaqnya.
Keterangan, dalam kitab:
- I’anah al-Thalibin[1]
(قَوْلُهُ لاَ يَنْعَقِدُ الْيَمِيْنُ إلخ) اِنْعِقَادُهَا بِهَذَِيْنِ النَّوْعَيْنِ مِنْ حَيْثُ الْحَنَثُ الْمُرَتَّبُ عَلَيْهِ الْكَفَّارَةُ. أَمَّا مِنْ حَيْثُ وُقُوْعِ الْمَحْلُوْفِ عَلَيْهِ فَلاَ يَنْحَصِرُ فِيْهِمَا بَلْ يَحْصُلُ بِغَيْرِهِمَا أَيْضًا كَالْحَلْفِ بِالْعِتْقِ وَالطَّلاَقِ الْمُعَلَّقَيْنِ عَلَى شَيْءٍ كَقَوْلِهِ إِنْ دَخَلْتِ الدَّارَ فَأَنْتِ طَالِقٌ أَوْ فَعَبْدِيْ حُرٌّ.
(Perkataan bahwa sumpah itu tidak terjadi ...) yakni bahwa terlaksananya sumpah itu dengan dua macam (asma khusus dan shifat Allah Ta’ala) ini dari segi pelanggaran yang menyebabkan adanya kafarat (denda). Adapun dari segi terjadinya sesuatu yang disumpahkan maka tidak terbatas pada keduanya, namun bisa terjadi pada dengan selain keduanya. Juga seperti sumpah untuk memerdekakan dan mencerai yang dikaitkan dengan sesuatu hal, seperti ucapan: “Kalau Anda sampai masuk rumah, maka anda terceraikan, atau hambaku merdeka.”
- Fath al-Mu’in[2]
وَالْحَلْفُ مَكْرُوْهٌ إِلاَّ فِيْ بَيْعَةِ الْجِهَادِ وَالْحَثِّ عَلَى الْخَيْرِ وَالصِّدْقِ فِي الدَّعْوَى.
Sumpah itu hukumnya makruh kecuali dalam bai’at (sumpah) jihad, menganjurkan pada kebaikan dan kejujuran dalam gugatan (pengadilan).
- Syarh al-Mahalli[3]
وَهِيَ مَكْرُوْهَةٌ قَالَ تَعَالَى: وَلاَ تَجْعَلُوْا اللهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ. إِلاَّ فِيْ طَاعَةٍ كَفِعْلِ وَاجِبٍ أَوْ مَنْدُوْبٍ وَتَرْكِ حَرَامٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ فَطَاعَةٌ.
Sumpah itu hukumnya makruh sebagaimana firman Allah: “Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahnya sebagai penghalang ... (al-Baqarah: 224), kecuali dalam hal ketaatan, seperti melaksanakan yang wajib dan yang sunat, serta meninggalkan yang haram ataupun makruh. Maka dalam hal ini sumpah itu merupakan suatu ketaatan.
[1] Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Singapura: Sulaiman Mar’i, t.th.) Jilid IV, h. 310.
[2] Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in dalam al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i , t .th). Jilid IV, h. 315.
[3] Jalaluddin Muhammad al-Mahalli, Syarah Mahalli dalam Hasyiyah al-Qulyubi wa ‘Umairah, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.), Jilid IV, h. 274.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 37
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-3
Di Surabaya Pada Tanggal 12 Rabiuts Tsani 1347 H. / 28 September 1928 M.
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...