Hukum Kebolehan Mengubur Mayat dalam Peti

Boleh Mengubur Mayit dalam Peti daripada Menguburnya di Dalam Kuburan yang Mengeluarkan Air
Pertanyaan :
Bagaimana pendapat Muktamar tentang kuburan yang mengeluarkan air, dan selalu tergenang air sebelum selesai pemakaman mayat. Apakah pemakaman mayat dalam kuburan itu termasuk penghinaan kepada mayat?
Kalau demikian halnya, apakah mayat itu wajib dikebumikan di dalam peti yang dapat mencegah masuknya air?
Ataukah sama sekali tidak diperbolehkan memakamkan mayat di dalam kuburan itu?
Jawab :
Memang benar, bahwa memakamkan mayat di dalam kuburan yang mengeluarkan air termasuk penghinaan kepada mayat dan memakamkan mayat di dalam peti itu hukumnya boleh (tidak makruh), menurut keterangan di dalam kitab Tuhfah, sedang di dalam kitab I’anah diterangkan apabila keadaan demikian, maka memakamkan mayat dalam peti hukumnya wajib.
Keterangan, dalam kitab:
-
Tuhfah al-Muhtaj[1]
(يُكْرَهُ دَفْنُهُ فِي التَّابُوْتِ) إِجْمَاعًا لِأَنَّهُ بِدْعَةٌ (إِلاَّ لِعُذْرٍ) كَكَوْنِ الدَّفْنِ فِيْ أَرْضٍ نَدِيَةٍ بِتَخْفِيْفِ التَّحْتِيَّةِ أَوْ رَخْوَةٍ بِكَسْرِ أَوَّلِهِ أَوْ فَتْحِهِ أَوْ بِهَا سَبُعٌ تَحْفُرُ أَرْضَهَا وَاِنْ أُحْكِمَتْ أَوْ تَهَرَّى بِحَيْثُ لاَ يَضْبِطُهُ إِلاَّ التَّابُوْتُ أَوْ كَانَ اِمْرَأَةً لاَ مَحْرَمَ لَهَا فَلاَ يُكْرَهُ لِلْمَصْلَحَةِ بَلْ لاَ يَبْعُدُ وُجُوْبُهُ فِيْ مَسْأَلَةِ السِّبَاعِ اِنْ غَلَبَ وُجُوْدُهَا وَمَسْأَلَةِ التَّهَرِّيْ.
Sesuai kesepakatan ulama, dimakruhkan mengubur jenazah dalam peti, karena termasuk bid’ah, kecuali kalau ada uzur, seperti di tanah yang lembab atau gembur berair atau adanya binatang buas yang akan menggalinya walaupun sudah padat yang sekiranya tidak akan bisa terlindungi kecuali dengan dimasukkan dalam peti, atau jenazah wanita yang tidak punya mahram. Dalam hal ini maka tidak dimakruhkan menggunakan peti mati untuk kemaslahatan, bahkan bila diperkirakan adanya binatang buas, maka hukumnya menjadi wajib.
- I’anah al-Thalibin[2]
وَكُرِهَ صُنْدُوْقٌ إِلاَّ لِنَحْوِ نَدَاوَةٍ فَيَجِبُهُ.
Dimakruhkan mempergunakan peti mati kecuali semisal berada di tanah yang lembab berair, maka hukumnya wajib.
[1] Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, (Mesir: Musthafa Muhammad, t. th.), Jilid III, h. 194.
[2] Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Semarang: Thaha Putra, t.th.) Jilid II, h. 117.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no.59
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-4
Di Semarang Pada Tanggal 14 Rabiuts Tsani 1348 H. / 19 September 1929 M.
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...