Penjelasan Hukum tentang Anggota DPR/DPDRD dari Seorang Perempuan

Wanita Menjadi Anggota DPR/DPRD
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya wanita menjadi anggota DPR/DPRD? Apakah yang demikian itu tidak termasuk di dalam hadits yang artinya: “Tidak berbahagialah suatu golongan yang menyerahkan urusannya kepada orang perempuan.” Karena anggota hanya berhak memberi pertimbangan kepada ketua sidang, yang selanjutnya buah pertimbangan itu bisa dijadikan bahan/dasar oleh ketua untuk memutuskan sesuatu persoalan?.
Jawab :
DPR/DPRD adalah badan permusyawaratan untuk menentukan hukum (tsubutu amrin li amrin), bukan untuk menentukan qadha (lizamil hukmi). Oleh sebab itu wanita menjadi anggota DPR/DPRD menurut hukum Islam diperbolehkan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
- ‘Afifah.
- Ahli dalam hal-hal tersebut di atas.
- Menutupi auratnya.
- Mendapat izin dari yang berhak memberi izin.
- Aman dari fitnah.
- Tidak menjadikan sebab timbulnya mungkar menurut syara’.
Apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, maka haram. Dan syuriah dengan kebijaksanaan serta persetujuan PB Syuriah NU berhak menariknya.
Keterangan, dari kitab:
- Mughni al-Muhtaj [1]
(وَيُنْدَبُ) عِنْدَ اخْتِلاَفِ وُجُوْهِ النَّظَرِ وَتَعَارُضِ اْلأَدِلَّةِ فِيْ الحُكْمِ (أَنْ يُشَاوِرَ الْفُقَهَاءَ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ. قَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ. كَانَ النَّبِيُّ r مُسْتَغْنِيًا عَنْهَا وَلَكِنْ أَرَادَ أَنْ تَصِيْرَ سُنَّةً لِلْحُكَّامِ إِلَى أَنْ قَالَ الْمُرَادُ بِالْفُقَهَاءِ كَمَا قَالَهُ جَمْعٌ مِنَ اْلأَصْحَابِ الَّذِيْنَ يُقْبَلُ قَوْلُهُمْ فِي اْلإِفْتَاءِ فَيَدْخُلُ اْلأَعْمَى وَالْعَبْدُ وَالْمَرْأَةَ .
Ketika terjadi perbedaan pandangan dan kontradiksi dalil dalam suatu hukum para fuqaha disunnahkan bermusyawarah, sesuai firman Allah SWT: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159). Al-Hasan al-Bashri berkata: “Nabi Saw. itu tidak perlu musyawarah, namun beliau ingin menjadikannya sebagai tradisi bagi para juru hukum ... Yang dimaksud dengan al-Fuqaha adalah mereka yang diterima fatwanya, maka termasuk orang buta, budak dan wanita.
[1] Muhammad al-Khathib al-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, (Mesir: Dar al-Kutub al-Arabiyah, 1329 H), Jilid IV, h. 371. Lihat pula, Tuhfah al-Muhtaj (Hasyiyyah al-Syirwani), Jilid X, h. 136 dan Hasyiyyah al-Qulyubi ‘ala Syarh al-Mahalli, Jilid IV, h. 302.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 281 KEPUTUSAN KONFERENSI BESAR SYURIAH NAHDLATUL ULAMA Di Surabaya Pada Tanggal 16 - 17 Sya’ban 1376 H./ 19 Maret 1957 M.
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...