Saat Kiai Idham Chalid Mengalami Kecelakaan Pesawat

 
Saat Kiai Idham Chalid Mengalami Kecelakaan Pesawat

LADUNI.ID, Jakarta - Kecelakaan pesawat maskapai Lion Air JT601 yang terbang menuju Pangkal Pinang mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu (29/10), mengingatkan pada peristiwa 62 tahun silam. Tepatnya 27 Desember 1956. Kecelakaan pesawat dialami oleh KH. Idham Chalid.

Pria kelahiran 27 Agustus 1922 di Setui, Kalimantan Selatan tersebut, mengalami kejadian mencekam tersebut, saat terbang dari Bandara Polonia, Medan. Ia yang kala itu menjabat Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia usai menghadiri Muktamar ke-21 Nahdlatul Ulama. Pada muktamar tersebut, ia dipercaya menjadi Ketua Umum PBNU. Menggantikan KH. Dachlan.

Seusai Muktamar, pengurus NU dari Jawa pulang dengan mencarter kapal laut Tampomas yang legendaris karena berakhir dalam kondisi terbakar itu. Sedangkan Kiai Idham yang merupakan seorang pejabat tinggi masih bertahan di Sumatera Utara. Ia mengurus perihal gejolak politik di sana. Di mana muncul aksi separatisme yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia.

Setelah mengurus hal tersebut, pada 27 Agustus, Idham hendak balik ke Jakarta. Ia meminta tolong kepada Letkol Djamin Ginting untuk menyediakan pesawat. Kebetulan ada pesawat Garuda Indonesia Airways (GIA) yang sempat ditahan oleh separatis "Dewan Gadjah".

"Boleh saja untuk bapak, cuma kapal terbang itu harus diperbaiki dulu. Ya, seada-adanya montir saja untuk memperbaikinya," ujar Djamin Ginting sebagaimana ditulis di buku "Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid (2008)".

Kiai Idham memcoba untuk mencari opsi lain. Ia mengirim telegram ke Jakarta untuk didatangkan pesawat ke Medan. Namun, tak ada satu pun pilot yang berani terbang dan mendarat di Medan. Kondisi yamg bergejolak rawan terjadi penembakan ataupun pembajakan pesawat.

Akhirnya, pesawat yang sedang rusak itu pun menjadi pilihannya. Dengan  seadanya, pesawat tersebut dipaksa untuk terbang. Kiai Idham terbang bersama pengurus NU lainnya yang tersisa. Termasuk Rais Aam KH. Wahab Chasbullah.

Pesawat yang dinaiki oleh Kiai Idham dan rombongan tersebut berjenis Convair yang dikeluarkan oleh Consildated Vultee dari California, Amerika Serikat. Dalam sejarahnya, pada dekade 50-an, Garuda Indonesia menggunakan tiga jenis pesawat Convair. Ada Convair 240 yang diperkenalkan pada 1952 dan berakhir pada 1965. Ada juga Convair 340 yang dipergunakan perdana untuk mengangkut jamaah haji pada 1952. Pesawat ini, beroperasi hingga 1968. Dan, yang terakhir adalah Convair 440 yang digunakan pada 1956-1970.

Tak ada keterangan Convair seri keberapakah yang digunakan oleh Kiai Idham. Dalam biografinya tersebut, hanya tertulis berkapasitas 40-50 seat dengan mesin baling-baling. Besar kemungkinan yang dinaiki adalah pesawat Convair 340.

Pesawat lepas landas dengan lancar. Namun, baru sepuluh menit di atas udara mulai terjadi permasalahan. Ada asap mengepul di salah satu sayapnya. Kepanikan segera melanda. Pilot segera mengambil tindakan. Ia berkomunikasi dengan pihak bandara.

Para kiai yang berada di dalam pesawat, tentu saja merapal doa. Bisa jadi sejak sebelum naik pesawat tersebut. Memohon keselamatan kepada Allah SWT.

Berkat doa dan upaya keras dari pilot, pesawat yang terancam na'as itu dapat diselamatkan. Setelah cukup lama berputar-putar tak jauh di atas bandara, Convair tersebut berhasil mendarat dengan cukup baik. Semua penumpang, termasuk Kiai Idham, Kiai Wahab dan pengurus NU lainnya pun masih diberikan umur panjang.

Seandainya pesawat tersebut tak bisa diselamatkan, tentu saja peristiwa itu akan menjadi catatan paling kelam dalam sejarah penerbangan Indonesia. Para putra terbaiknya yang berada dipuncak karirnya harus kembali kehadirat Ilahi. Perasaan kehilangan yang mungkin tak akan pernah terobati sepanjang zaman bagi warga Nahdlatul Ulama. Rais Aam dan Ketua Umumnya wafat dalam kecelakaan pesawat.

Sekitar tiga jam, kerusakan pada sayap pesawat berhasil diperbaiki. Pesawat pun kembali siap diterbangkan. Dengan segenap tawakal dan setangkup doa, para penumpang kembali naik. Kiai Idham pun demikian.

Pesawat tersebut cukup lancar. Transit di Padang dan Palembang sebelum mendarat di Bandara Kemayoran, Jakarta. Sekitar empat jam waktu tempuhnya. Semua penumpang sampai dengan selamat. Kiai Idham pun segera melanjutkan perjuangannya. Ia dijemput ajudan istana untuk segera menggelar rapat kabinet. (*)

 

Penulis: Ayunk Notonegoro