Tinta Hitam Sejarah DOM dalam Nestapa Sang "Alumni" Rumoh Geudong Aceh

 
Tinta Hitam Sejarah DOM dalam Nestapa Sang

Tinta Hitam DOM dalam Nestapa Sejarah Sang "Alumni" Rumoh Geudong Pidie 

LADUNI. ID, SEJARAH- Sejarah telah menyebutkan Pidie salah satu daerah di Aceh yang terparah terimbas konflik bersenjata baik pra Daerah Operasi Militer (DOM) maupun pascanya. 

Salah satu situs sejarah yang menyimpan nestapa yang tidak terlupakan dengan korban yang tidak sedikit. Tempat itu berada di Desa Bilie Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Pidie,. 

Sebuah bangunan rumah tradisional Aceh itu telah menyimpan “dendam” yang kini telah dihapus dalam pandangan mata setelah di bakar massal. 

Banyak dan misteri terlukiskan di balik rumoh Aceh tersebut, salah satunya sebagaimana oleh masyarakat yang telah menjadi "alumni" URDO (Universitas Rumah Geudong).

Saat itu tepatnya hari selasa 18 Agustus 1998, dua nggota kopassus masih mencoba menculik keluarga salah satu korban di desa Nibong, Ujong Rimba, Kecamatan Mutiara, kendati pasukannya sudah akan ditarik dari Pidie ke Lhoksumawe. 

Korban penculikan itu adalah Muhammad Yunus Ahmad, korban penculikan 28 maret 1998 lalu yang hingga kini belum kembali. Rumah Yunus di  desa Nibong didatangi dua anggota kopassus ang mengendarai mobil Toyota Kijang bernomor polisi BK 1655 LR.

Kopassus semula ingin mengangkut istri Yunus, Ny. Zubaidah Cut (37 tahun), tapi kebetulan sedang tidak ada di rumah. Karena kecewa, kopassus yang dari pos Sattis Billie Aron itu mengambil Ibu Ny. 

Zubaidah dan seorak anak Yunus yang masih berusia 15 tahun. Karena belum berhasil membawa Ny. Zubaidah, dua anggota kopassus itu memarkir mobilnya di simpang jalan Blang Malu menunggu kedatangan Ny. Zubaidah.

Penduduk yang mengetahui penculikan ibu, anak dan rencana penculikan Ny Zubaidah menunggu Ny. Zubaidah di simpang lainnya dan mencegat perempuan itu pulang ke rumah. Penduduk ekmudian membawa Ny. Zubaidah ke Sub Den-POM, Sigli. Kepala Sub Detasemen Polisi Militer (POM) Sigli Lettu CPM Hartoyo mennelpon Koramil Mutiara agar mobil kijang kpassu itu ditahan.

Dua anggota koramil Mutiara dengan sepeda motor menahan dua anggota kopassus itu. Petugas koramil itu kemudian emnggiring mobil tersebut hingga ke koramil Mutiara. Namun, sebelum petugas POM datang ke koramil Mutiara, kedua anggota kopassus itu sudah kabur. “Saya akan cari mereka itu, saya belum tahu namanya. Bisa jadi mereka oknum atau cuak-cuak itu.” kata Hartoyo.

Warga sekitar Rumoh Geudong (Rumah Gedung), markas kopassus yang dipakai sebagai tempat penahanan dan penyiksaan terhadap masyarakat Aceh, tidak lagi mendengar teriakan kesakitan dan menyaksikan penyiksaan yang dilakukan kopassus. Perasaan lega msayarakat itu muncul seiring ditariknya pasukan ABRI dari selurh wilayah Aceh.

“Kami sudah tak sanggup lagi mendengar dan menyaksikan orang-orang disiksa di Rumoh Geudong itu. Kala malam tidur kami sering terganggu karena mendengar jeritan-jeritan orang yang tersiksa atau mendengar lagu-lagu dari tape yang diputar keras-keras waktu penyiksaan,” kata seorang warga desa Aron tempat markas kopassus itu berada.

 Kepergian kopassus dari Aron disambut gembira masyarakat sekitar. Namun begitu, pemilik Rumoh Geudong mengeluh, kopassus meninggalkann tagihan jutaan rupiah untuk rekening telepon.

“Mereka suruh kami menagih pembayarannya sama bupati,” kata pemilik rumah itu. Selama Operasi Jaring Merah dilancarkan di wilayah itu, Pemda Pidie sudah cukup banyak mengeluarkan dana untuk biaya operasional kopassus. 

Dana yang sebenarnya milik rakyat Pidie itu dipakai kopassus untuk membayar rekening telepon, listrik, sewa rumah, kendaraan dan sebagainya. “Tragisnya milik rakyat itu dipakai kopassus untuk membunuh, menyiksa dan memperkosa rakyat.” ujar seorang warga.

Beranjak dari itu sangat banyak penderitaan masyarakat Aceh masa konflik Aceh baik Kala DOM Dan lainnya. Berapa banyak nyawa meninggal tidak wajar bahkan kuburanpun tidak tahu rimbanya. Tidak ada keadilan yang bisa membahagiakan dalam keadilan keluarga korban selain mahkamah Allan SWT kenak nantinya. Untaian doa magfirah kita panjatkan untuk mereka, semoga negeri ini selalu dalam kedamaian menjemput ridha-Nya. Amin.

Walllahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thahriq. 

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Aceh.

Sumber: liputanaceh.com,