Keistimewaan Maulid Simtudduror dalam Menyambung Hubungan pada Rasulullah SAW menurut Gus Baha’

 
Keistimewaan Maulid Simtudduror dalam Menyambung Hubungan pada Rasulullah SAW menurut Gus Baha’
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Maulid Simtudduror adalah kitab maulid yang dikarang oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Beliau merupakan seorang ulama besar kelahiran 24 Syawal 1259 H atau 1839 M dari desa Qasam, Hadhramaut, Yaman. Kitab maulid karangannya tersebut juga dikenal oleh khalayak dengan sebutan Maulid Habsyi, sebab dinisbatkan pada namanya.

Di antara sekian kitab maulid yang populer dibaca oleh umat Islam, khususnya di Indonesia adalah Maulid Simtudduror. Belakangan semakin populer sebab sering kali dibaca oleh para ulama dan habaib dalam banyak acara besar bershalawat bersama. Sebut saja yang paling masyhur sering membaca maulid tersebut dalam setiap acara bershalawat, misalnya adalah sosok Habib Syech bin Abdul Qodir Solo. Pelantun shalawat dengan nada yang khas dan powerful tersebut, dapat dipastikan dalam setiap acaranya akan selalu membaca Maulid Simtudduror terlebih dahulu sebelum diisi pengajian atau ceramah dari para ulama lain. Dan saat ini, semakin semarak ketika banyak habaib dan ulama yang mengikuti gaya dakwah Habib Syech tersebut.

Di balik kepopuleran Maulid Simtudduror terdapat keistimewaan yang diakui oleh banyak ulama. Salah satu ulama yang mengagumi keistimewaan tersebut adalah Gus Baha’. Sebagai murid kinasih Mbah Maimoen Zubair, Gus Baha’ juga selalu menyambung hubungan baik dengan para habaib sebagamaina yang dilakukan oleh gurunya itu.

Dalam sebuah kesempatan bertemu dengan salah satu keturunan pengarang Maulid Simtudduror, Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Gus Baha’ pernah mengatakan satu bagian menarik dan sangat istimewa dari isi Maulid Simtuddurar.

Ada pernyataan Habib Ali Al-Habsyi yang menggambarkan tentang shalawat yang tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, sebagaimana berikut:

صَلَاةً يَتَّصِلُ بِهَا رُوْحُ الْمُصَلِّيْ عَلَيْهِ بِهْ. فَيَنْبَسِطُ فِيْ قَلْبِهِ نُوْرُ سِرِّ تَعَلُّقِهِ بِهِ وَ حُبِّهْ

“Shalawat rahmat yang mengukuhkan jalinan ikatan dengan pribadinya, bagi si pembaca shalawat atas dirinya. Menjadikan hatinya terang-benderang, tersentuh nur kecintaan dan kerinduan pada Nabi.”

وَ يُكْتَبُ بِهَا بِعِنَايَةِ اللهِ فِيْ حِزْبِهْ. وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيْنَ ارْتَقَوْا صَهْوَةَ الْمَجْدِ بِقُرْبِهْ

“Dan memasukkannya, dengan inayah Allah, ke dalam kelompoknya.Demikian pula limpahkan shalawat itu atas segenap keluarganya serta para sahabatnya yang menduduki puncak derajat yang tinggi karena dekat kepada Nabi.”

Mengenai bagian tersebut, Gus Baha’ menjelaskan bahwa seakan pengarang Maulid Simtudduror mengatakan, Ya Allah berikan shalawat kepada kekasihmu Muhammad yang dengan shalawat ini ruhnya saya, yang membaca shalawat, bisa sambung dengan ruhnya Rasulullah, dan setelah sambung saya terhitung sebagai orang yang mencintai Rasulullah, dan saya berharap dari cinta itu saya tertulis sebagai umat Nabi."

Demikianlah penjelasan Gus Baha’ yang sangat mengagumi istimewanya Simtudduror, karangan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi itu.

Karena keikhlasan dan ketulusan cinta pengarang Maulid Simtudduror, banyak yang merasa seakan orang yang membacanya mendapatkan satu ketenangan dan rasa rindu atau syauq yang mendalam pada Nabi Muhammad SAW. Apalagi dengan pernyataan yang dijelaskan oleh Gus Baha’ itu, menjadikan pembaca Maulid Simtudduror selalu ada harapan tersambung terus hubungannya dengan Nabi, hingga benar-benar mendapatkan pengakuan sebagai umat Nabi Muhammad SAW. []


Penulis: Hakim

Editor: Kholaf