Hukum Seorang Perempuan yang Berjalan bersama Tunangan

 
Hukum Seorang Perempuan yang Berjalan bersama Tunangan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Kehidupan sosial sering kali melibatkan dinamika yang kompleks antara agama, budaya, dan nilai-nilai personal. Salah satu contoh situasi yang memunculkan pertanyaan etis adalah ketika seorang perempuan berjalan bersama tunangannya sebelum pernikahan. Persoalan ini sering kali menjadi subjek pembahasan yang sensitif dalam berbagai masyarakat, terutama di kalangan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional dan agama.

Dari perspektif agama, banyak agama menegaskan pentingnya menjaga kehormatan dan kesucian dalam hubungan antara pria dan wanita sebelum pernikahan. Dalam beberapa agama, berjalan bersama tunangan dianggap sebagai tindakan yang tidak senonoh atau melanggar norma-norma agama. Namun, pendekatan terhadap hal ini bisa bervariasi antara satu agama dengan agama lainnya, serta tergantung pada interpretasi individu terhadap ajaran agama tersebut.

Di sisi lain, budaya juga memainkan peran penting dalam menentukan pandangan terhadap perilaku seperti berjalan bersama tunangan. Beberapa budaya mungkin lebih toleran terhadap hubungan pra-nikah dan memandangnya sebagai langkah menuju pernikahan yang sah, sementara budaya lainnya mungkin mengharapkan norma-norma yang lebih ketat terhadap interaksi antara pria dan wanita sebelum pernikahan.

Bagi banyak individu, pertimbangan terkait hukum ini juga dipengaruhi oleh nilai-nilai personal dan pandangan tentang kebebasan individu. Sebagian melihat hak untuk berjalan bersama tunangan sebagai bagian dari kebebasan pribadi dan keputusan yang diambil secara sadar atas dasar rasa saling percaya dan komitmen dalam hubungan tersebut. Namun, pandangan ini sering kali bertentangan dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat atau agama tertentu.

Secara keseluruhan, pertanyaan tentang hukum seorang perempuan yang berjalan bersama tunangan mencerminkan kompleksitas nilai-nilai agama, budaya, dan individual dalam masyarakat. Penting untuk menghormati berbagai pandangan dan memahami bahwa tidak ada satu jawaban yang benar dalam hal ini. Yang terpenting adalah adanya dialog terbuka dan penghormatan terhadap kebebasan individu serta nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat dan agama masing-masing.

Namun secara spesifik ada pendapat yang tidak diperbolehkan membawa tunangannya jalan-jalan walaupun aman dari fitnah, karena statusnya masih ajnabiyah, ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

ألا لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان

Tidak boleh bagi seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan yang mana setan menjadi orang ketiga oleh sebab itu tidak boleh bagi calon suami menyentuh wajah dan kedua telapak tangan calaon istrinya walaupun aman dari fitnah.

Lihat Al-Mausuah Fiqhiyah Kuwaitiyah 29/202:

ا يجوز للخاطب أن يمس وجه المخطوبة ولا كفيها وإن أمن الشهوة ، لما في المس من زيادة المباشرة ، ولوجود الحرمة وانعدام الضرورة والبلوى .

الخلوة بالمخطوبة : لا يجوز خلوة الخاطب بالمخطوبة للنظر ولا لغيره لأنها محرمة ولم يرد الشرع بغير النظر فبقيت على التحريم ، ولأنه لا يؤمن من الخلوة الوقوع في المحظور .فإن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « ألا لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان ».

Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 8 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar