Dibalik Rahasia Mengelola Amanah Harta

 
Dibalik Rahasia Mengelola Amanah Harta

LADUNI.ID, HIKMAH-Harta menurut konsep Islam adalah barang titipan/amanah dari Allah yang dipergilirkan pada manusia. Proses empiris dari kaidah ini dapat diterangkan karena adanya faktor pembatas terkumpulnya materi yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu negara tertentu.

 Faktor pembatas atau bisa disebut checking factors tersebut akan menentukan dimana titik balik pemilikan materi oleh seseorang/sesuatu masyarakat. Titik balik ini bisa disebut sebagai checking point. Titik balik pemilikan materi secara tidak langsung tergambarkan dalam teori ekonomi yang terkenal dengan nama "law of deminishing return". 
 
Titik balik tersebut pada dasarnya juga bergerak, bisa tinggi atau bisa rendah, tergantung pada tingkat/kualitas faktor-faktor pembatasnya. Dalam teori ekologi ada konsep carrying capacity, yakni jumlah maksimal suatu populasi bisa tumbuh dalam wilayah tertentu. 

Adanya carrying capacitydisebabkan oleh keterbatasan lingkungan untuk men­suplai kebutuhan populasi tersebut. Bila titik balik atau cheking point ini diana­logikan dengan "carrying capacity" maka ada dua faktor utama yang domi­nan, yakni: faktor mentalitas manusia (si pemilik), dan faktor ling­kungan sekitar. 

Penambahan pemilikan materi akan terhenti bahkan menurun pada titik balik oleh rusaknya mentalitas suatu masyarakat dan oleh rusaknya ling­kungan di wilayah tersebut.

 Pem­bangunan yang berorientasi pada pertumbuhan (growth oriented strategy) bisa terhenti pada suatu titik balik bila mentalitas/tata nilai masyarakatnya merosot dan bila kualitas lingkungan menurun.

Alam semesta tercipta telah memiliki kekayaan alam yang begitu melim­pahruah baik dari lautan maupun dari daratan. Dari lautan meliputi, ikan, terumbu karang, mutiara dan berbagai macam kekayaan laut lainya di daratan misalnya terdiri dari berbagai jenis barang tambang, tanah, hewan, hutan, padang rumput dan sebagainya. Kekayaan itu baik berada dalam perut bumi maupun di luar perut bumi. 

Tuhan telah menciptakan semuanya sebagai wasilah sarana dan prasa rana penunjang kehidupanumat manusia dalam rangka memenuhi segala keinginan, naluri dan kebutuhan hidupnya baik yang bersifat daruriyat,hajiyat, maupun tahsiniyat. Pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang nota­bene adalah sebagai makhluk sosial (zoon piliticon) tersebut di era globalisasi dan modernisasi saat ini menuai berbagai macam problematika yang akut nyaris tidak terselesaikan.

Dalam kehidupan bermasya rakat setidaknya terdapat tiga komponen sosialyaitu individu masyarakat dan negara. Pemenuhan kebutuhan manu­sia dalam tiga komponen tersebut melalui perolehan kepemilikan harta kekayan alam telah menjadi persoalan yang sangat besar.

Harta yang sejatinya bagaikan pisau bermata dua, dapat dipakai untuk membangun, memper­baiki, memperindah, membuat sema­rak, menggembirakan, mengakrabkan, dan banyak hal yang sifatnya positf.
 
 Sebaliknyaharta juga bisa merusak, Realitasnya fakta yang nampak sangatlah riskan Maraknya terjadi kasus-kasus diskriminasi, mono poli, eksploitasi, alienasi hingga disparitaspoverty line yang kaya dan yang miskin semakin menganga, kemakmuran dan kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang.
 
Disisi lainkemelaratan dan kelaparan mencengkram penduduk bumi, gubuk-gubuk reok berjejeran dipinggiran kota dihempit oleh bangu­nan-bangunan yang menjulang tinggi, indah dan mewah, perebutan kekua­saan kepemilikan harta kekayaan alam selaluberlangsung terus menerus dan berkecamuk disegalah lini yang berujung pada kriminalitas dan konflik sosial maupun rasial.

Rupanya ambisi, keegoisan dan kerakusan individu melalui korporasi besar dalam hal memiliki, menguasai dan merauk harta kekayaan alam yang ada untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidup dewasa ini dibalut dengan tatanan nilai-nilai kebebasan sebagai konsekuensi survival of the fittest. Sementara individu, masyarakat dan negaralain juga merasakan hal yang persis yakni ingin merealisasikan keinginan dankebutuhan hidupnya, pada akhirnya berujung pada konfron­tasi kepentingan. 

Atas dasar ini lahirlah persaingan hidup, perencanaan, aktua­lisasi dan evaluasi di tengah kehidupan manusia yang memicu terjadinya kegagalan dan keberhasilan, ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang, ada pihak yang diuntung­kan dan ada pihak yanag dirugikan, ketimpangan, ketidak adilan dan tirani sosialpun tidak lagi menjadi barang langka karena egoisme dan ambisi masing-masing yang ingin diwujudkan. 

Padahal semestinya dapat dipahami bahwa alam semesta diciptakan dengan berbagai macam kekayaan alamnya adalah untuk berlangsungnya aksela­rasi hubungan kehidupan manusia yang solid dan harmonis dalam bingkai keadilan hingga terwujudnya kemak­muran. 

Namun hal itu seolah menjadi sebuah kata yang utopis untuk dapat terealisasi secara kaffah ditengah kehidupan umat manusia khususnya umat Islam.

*** Datuk Imam Marzuki: Dosen STAIN Madina dan UMSU