Maulid Nabi, Momen Memaknai Shalawat dalam Kehidupan

 
Maulid Nabi, Momen Memaknai Shalawat dalam Kehidupan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Gema shalawat terdengar syahdu dari mushalla pesantren kami. Dilantunkan oleh santri-santri dengan perasaan yang dalam. Sehingga saya pun terhanyut dibuatnya meski saya tidak di tengah-tengah mereka.

Saya selalu merasa terharu jika mendengar lantunan shalawat. Saya jadi teringat masa dulu sewaktu di Krapyak, beberapa kali mengikuti acara shalawatan bersama Alm. Gus Kelik. Sering saya menangis sesenggukan ketika bait marhaban dilantunkan.

Ya, saya memang terlena dengan lantunan shalawat dengan kasyahduan-nya yang mampu menggetarkan jiwa melebihi syahdunya lagu syahdu milik Bang Haji Roma Irama.

Kemudian kecintaan saya dengan shalawat, mengantarkan saya di titik sekarang, di mana saya memaknai bahwa yang juga penting dari pembacaan shalawat dengan lisan adalah penghayatan shalawat dengan perbuatan nyata, tidak sekadar kata-kata. Memang meskipun hanya dengan dilafadhkan, lantunan shalawat itu tetap menjadi mengandung keberkahan tersendiri. Tapi ketika kecintaan pada Nabi itu diwujudkan dalam langkah yang nyata, justru akan semakin bertambah keberkahannya.

Lalu, bagaimana kita bisa mengejawantahkan shalawat dalam perbuatan? Bershalawatlah dalam kehidupan dengan menerapkan asas kasih sayang kepada sesama dan semesta. Shalawat adalah wujud cinta, shalawat adalah ruhnya kasih sayang. Tidak semata bait-bait kisah.

Sebuah paradoks ketika lisan kita bershalawat namun sikap kita tidak. Kita terus melantunkan shalawat tetapi masih tidak peduli sesama dan tidak peduli semesta (baca: lingkungan). Kita rajin bershalawat namun ketiika ada tetangga yang kelaparan, kita justru tidak peduli. Kita mengutamakan shalawat, tapi kebersihan lingkungan diabaikan. Karenanya, perlu ada penghayatan lebih dalam lagi. Bahwa shalawat itu adalah wujud implementasi kecintaan yang didasari dengan langkah nyata meneledani jejak langkah Baginda Nabi SAW.

Rasanya, banyak hal paradoks yang secara sengaja maupun tidak, telah kita lakukan. Kita mengaku cinta shalawat tapi menuju ke tempat acara pembacaan shalawat masih kebut-kebutan di jalan dan tidak memakai helm atau semaunya melangkahi hak orang lain. Kita aktif bergabung di komunitas shalawat tapi tetap membuang putung rokok menyala sembarangan. Membaca shalawat paling keras tapi maki-maki orang yang berbeda prinsip dan haluan pun paling keras. Memang shalawat yang dibaca akan tetap sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi nilai shalawat itu terasa menguap begitu saja. Tidak membekas dalam pribadi kita.

Begitu mudahnya mendapatkan pahala dengan membaca shalawat. Bahkan ketika kita melamun sambil bershalawat pun Allah SWT menjanjikan kebaikan untuk kita. Itu kemurahan yang besar yang diberikan melalui shalawat. Dan inilah bukti betapa shalawat diciptakan dengan cinta dan kasih sayang yang besar dan melimpah.

Dengan memaknai shalawat lebih dalam melampaui kata-kata, maka semestinya makna kecintaan yang tertanam dalam shalawat itu mampu kita aplikasikan dalam kehidupan sebagai guide dalam bersikap kepada sesama dan lingkungan.

Semoga di momen Maulid Nabi ini, kita selalu diiringi keberlimpahan cinta dalam makna shalawat, meluber deras dan meresep dalam kehidupan kita, sehingga kita mampu memandang kehidupan dengan penuh cinta dan kasih sayang kepada semua makhluk hidup dan ekosistemnya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 18 Oktober 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Penulis: Neyla Hamadah (Pengasuh Pesantren Al-Barokah Putri Kawunganten Cilacap)

Editor: Hakim