Ajaran Tasawuf dan Toleransi Beragama Tanpa Diskriminasi
Laduni.ID, Jakarta - Jika ajaran fiqih lebih banyak bicara soal "halal-haram", "sah-batal", atau lebih tepatnya berbicara soal hukum; "Halal, Haram, Makhruh Tahrim-Tanzih, Mubah, Sunnah, Wajib, Khilaful Aula", atau yang lebih dikenal dengan Al-Ahkam As-Sab'ah (tujuh jenis hukum dalam fiqih), maka tasawwuf lebih banyak membicarakan soal baik-tidak baik, pantas-tidak pantas, patut-tidak patut. Jika fiqih "sering kali" lebih bersifat formalitas yang didasarkan pada terpenuhinya rukun-syarat, dan juga didasarkan pada "'illat", maka tasawwuf lebih bersifat substansial yang mengedepankan rasa dan etika-moral.
Karenanya, dalam konteks toleransi, baik intra maupun antar agama, ajaran tasawwuf lebih sering digunakan dan lebih cocok. Sebab membangun hubungan kemanusiaan dengan siapa pun membutuhkan "rasa" dan kesalingan yang bersumber dari kejernihan hati, di samping tentu saja perintah agama. Tasawwuf atau yang juga bisa disebut Al-Ahkam Al-Khuluqiyah didefinisikan dengan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan upaya menjernihkan hati dari sifat-sifat yang tercela (التخلي) takhalli, dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (التحلي) tahalli.
Salah satu ajaran tasawwuf yang mengajarkan bagaimana membangun toleransi atas dasar hubungan kemanusiaan adalah ajaran tentang "Al-Futuwwah" (الفتوة). Menurut Imam Al-Qusyairi dalam kitabnya, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, istilah futuwwah bermakna "jika seorang selalu mengabdikan dirinya untuk kepentingan orang lain". Konsep ini diinspirasi oleh ayat dalam Surat Al-Kahfi yang menceritakan Ashabul kahfi, yaitu bahwa mereka itu adalah "إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ", yakni orang-orang muda pemberani yang beriman kepada Tuhannya dan terus mendapatkan hidayah.
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Masuk dengan GoogleDan dapatkan fitur-fitur menarik lainnya.
Support kami dengan berbelanja di sini:
Rp398.000
Rp28.931
Rp735.000
Rp106.060
Memuat Komentar ...