Khutbah Jumat: Karakter Buruk Manusia Menurut Al-Qur’an dan Hadits

 
Khutbah Jumat: Karakter Buruk Manusia Menurut Al-Qur’an dan Hadits
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

KHUTBAH PERTAMA

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي امْتَنَّ عَلَى الْعِبَادِ بِأَنْ يَجْعَلَ فِي كُلِّ زَمَانِ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ، يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى، وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَى الأَذَى، وَيُحْيُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ أَهْلَ الْعَمَى، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مّمّن دَعَآ إِلَى اللّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dikaruniai oleh Allah s.w.t. kemampuan yang luar biasa yang tidak dimiliki makhluk lain. Karunia yang paling berharga adalah kemampuan berfikir dan kemampuan untuk menerima kebenaran dari wahyu Allah s.w.t. melalui para Nabi dan Rasul. Berdasarkan keistimewaan itulah, manusia diberi tanggung jawab agar menjadi khalifah, ia ditugaskan untuk mengelola alam semesta ini bagi kesejahteraan semua makhluk.

Dengan amanat ini, manusia tergolong menjadi dua bagian, yaitu mereka yang berhasil memegang amanah itu dengan baik dan mereka yang mengkihianatinya. Mereka yang berhasil melaksanakan amanat yang luhur itu menjadi makhluk yang terbaik, yang status dan kedudukannya lebih tinggi dari makhluk lainnya. Sebaliknya mereka yang mengkianati amanat itu, tercampakkan dalam kehidupan yang hina dan menjadi makhluk yang paling buruk.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ (٤) ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ (٥)

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. (QS. Al-Tin, 95: 4-5).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, akan tetap menjadi makhluk yang baik dan memperoleh balasan kebaikan yang tidak terputus. Mereka yang beriman dan berbuat kebajikan adalah mereka yang dapat memegang amanah secara baik, sehingga status dan kedudukannya lebih tinggi dari makhluk-makhluk lain. Mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, akan berusaha melaksanakan berbagai macam kegiatan dan aktivitas yang baik dalam kehidupannya.

Kehidupan orang-orang yang beriman dan bertakwa, di tengah-tengah masyarakat akan mendatangkan manfaat yang besar dan membimbing umat manusia menuju kebenaran yang diridhai. Dengan berbuat kebajikan yang bersifat umum dan tidak terbatas pada kelompok tertentu, maka akan dapat memanfaatkan segala potensi alam dan sumber daya manusia sesuai dengan bimbingan Allah dan Rasul-Nya.

Apabila manusia tidak beriman kepada Allah dan selalu berbuat kerusakan, maka kehadirannya di tengah-tengah masyarakat akan menimbulkan bencana dan kekacauan. Permusuhan dan fitnah akan menyebar luas di tengah-tengah kehidupan masyarakat, karena itu bencana dan kerusakan tidak dapat dihindari. Agar kita tidak termasuk manusia yang mengkhianati tugas sucinya, sehingga menjadi manusia yang paling buruk, maka marilah kita perhatikan salah satu tuntunan dari Rasulullah s.a.w. yang menjelaskan sebagian kriteria dari manusia yang paling buruk. Hal ini diinformasikan, agar kita mengetahui dan terhindar dari padanya. Sebab siapa yang tidak mengetahi keburukan, maka ia kan terpeleset di dalamnya

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ibnu Abbas menyebutkan suatu hadis yang diriwayatkan al-Thabrani yang menjelaskan beberapa kriteria makhluk yang paling buruk. Nabi bersabda:

 “...Maukah aku beritakan kepadamu mengenai orang yang paling buruk?” Para sahabat menjawab: “benar ya Rasulullah s.a.w. Nabi bersabda: “Orang yang paling buruk diantaramu ialah orang yang tinggal sendirian menyakiti pembantunya dan enggan memberinya”. (HR. Thabrani, No: 13326).

Setelah itu Nabi menginformasikan pada para sahabat tentang orang yang lebih buruk dari yang disebutkan di atas, yaitu:

“Ialah orang yang selalu membenci orang lain dan orang lain membencinya”.

Dalam kalimat selanjutnya Rasul s.a.w. masih juga menginformasikan tentang orang yang lebih buruk lagi dari orang yang kedua di atas, yaitu:

“Orang yang tidak mau memberi pertolongan kepada mereka yang mendapat kesulian, tidak menerima permohonan maaf orang lain  dan tidak memaafkan kesalahan orang lain. Terakhir Nabi s.a.w. menginformasikan mengenai manusia yang paling buruk dari semua itu, yaitu:

 “...Orang yang tidak dapat diharapkan kebaikannya dan tidak dapat dicegah kejahatannya”. (HR. Ahmad, No: 8612).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Orang yang tinggal sendirian dan selalu menyakiti pembantunya adalah sebagai gambaran orang yang sangat kikir dan selalu menyakiti orang-orang yang lebih rendah dari padanya. Wajar, orang semacam ini dikelompokkan manusia yang buruk, karena tidak memberikan manfaat bagi sesamanya. Manusia yang selalu membenci orang lain dan orang lainpun membencinya akan menimbulkan kekacauan di tengah masyarkat sehingga ketenangan, kasih sayang dan ketentraman akan sirna dari masyarakatnya.

Mereka yang tidak mau memberi pertolongan terhadap orang yang kesulitan dan tidak memaafkan kesalahan orang lain, menunjukan keburukan hatinya, sehingga aktivitas hariannyapun melambangkan keburukan hatinya. Sikap seperti ini tidak mungkin dimiliki orang-orang yang imannya kuat, karen apada dasarnya setiap manusia pasti memiliki kesalahan, maka sangat tidak wajar kalau tidak saling memaafkan.

Orang keempat yang paling buruk adalah mereka yang tidak mungkin diharapkan manfaat bagi umat, dan tidak mungkin dihindari kejahatannya. Orang seperti ini bisa tergambar pada pikiran kita, betapa jahatnya dia. Mengharapkan kebaikannya saja tidak mungkin, apalagi ia bisa mendatangkan kebaikan yang nyata. Lebih besarnya lagi, kejahatan orang itu tidak bisa dihindari oleh masyarakat sekelilingnya.

Agar terhindar dari keburukan itu, Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاۤءَتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَشِفَاۤءٌ لِّمَا فِى الصُّدُوْرِۙ وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ (٥٧)

 “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Yunus, 10: 57).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam kehidupan masyarakat yang kita semua ikut berkiprah di dalamnya, dijumpai berbagai watak dan tabiat manusia, dari watak dan tabiat yang paling baik sampai yang paling buruk. Tabiat dan watak biasanya terbentuk oleh lingkungan dimana orang itu tinggal, selain pembawaan alam yang ada pada dirinya. Lingkungan seseorang, baik keluarga, teman bergaul ataupun masyarakat sekolah, memberikan pengaruh yang dominan terhadap pembetukan watak manusia. Tepatlah seperti apa yang diisyaratkan Rasulullah s.a.w.:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

 “Setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah (termasuk lingkungan) yang membentuk orang itu menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari, No: 1296).

Bila dikembangkan pemahamannya secara luas, dari apa yang diisyaratkan Nabi tersebut, maka jelas betul, bahwa baik atau buruknya seseorang akan ditentukan keadaan lingkungannya, keadaan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah. Lingkungan dan tempat bergaul serta sekolah akan membentuk seorang manusia, mungkin ia menjadi seorang tokoh agama, tokoh masyarakat, pemimpin negara, atau mungkin menjadi penjahat besar atau teroris.

Sebagian anggota masyarakat ada kelompok orang yang gemar mencaci dan memaki orang lain. Kelompok ini selalu melontarkan perkataan yang tidak baik, menebarkan fitnah dan gemar membuat kekacauan. Menghadapi kelompok ini, kita diarahkan agar tidak terpengaruh dengan cemoohan dan cacian mereka. Sebaliknya harus berusaha menampakkan pada mereka, bahwa kita adalah kelompok manusia yang merasa tidak takut atau berkecil hati dengan cercaan dan ejekan mereka. Setiap orang muslim harus berusaha menyadarkan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukukan oleh kelompok ini, sehingga sikap seperti itu dapat dihilangkan, atau dapat diperkecil jumlahnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Manusia muslim dibekali persiapan yang cukup matang dalam menghadapi kelompok pencaci maki dengan bersikap sabar dan berlapang dada. Kita harus menyadari bahwa keanekaragaman manusia itu akan terus menghiasi kehidupan dunia. Termasuk adanya kelompok yang tercela itu. Seorang sahabat Rasulullah s.a.w. mengisyaratkan dalam salah satu hadisnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin Amir al-Anshary. Katanya: “ketika turun ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk bersedekah, maka kami para sahabat Nabi s.a.w. memikul apa yang akan kami sedekahkan itu di atas punggung kami. Di antara kami ada yang membawa sedekah yang sebanyak-banyaknya. Dikatakan oleh orang-orang munafik (kelompok pencaci): “itu tidak ikhlas, ia hanya ingin dipuji dengan sedekahnya yang banyak itu”.

Hadis itu selanjutnya menjelaskan: “Adapula di antara kami yang bersedekah sedikit, karena kemampuannya terbatas, lalu datanglah Abu Aqil dengan mengeluarkan sedekah setengah sha’, kemudianlah datanglah orang lain mengeluarkan sedekah yang lebih banyak dari itu, dikatakan juga oleh orang munafik: “Allah tidak butuh dengan sedekah yang sedikit itu”. (H.R Bukhari, No: 4668, Muslim, No: 1018). Wallahu A’lam.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikianlah khutbah jumat yang dapat saya sampaikan, semoga kita dapat mengambil hikmah dari yang saya sampaikan.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA:

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

DO'A KHUTBAH :

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

_____________________
Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA