Pandangan Tauhid Imam Abu Hasan Al-Asy’ari

 
Pandangan Tauhid Imam Abu Hasan Al-Asy’ari
Sumber Gambar: Ilustrasi/Republika - Dok. Rep Daan Yahya

Laduni.ID, Jakarta – Ia mempunyai nama lengkap Abu al-Hasan ‘Ali bin Ismail bin Abi Bisry Ishaq bin bin Salim bin Ismail bin ‘Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa’Abdillah bin Qais bin Hadar al-Asy’ari al-Yamani, lahir di kota Basrah (Iraq) pada tahun 260 H dan wafat pada tahun 324 H.

Al-Asy’ari dibesarkan dalam keluarga yang mencintai ilmu dan sederhana sehingga zuhud dan wara’ adalah dua sifat yang menonjol darinya, di mana ia menyibukkan diri dengan mencari ilmu. Guru dari Abu Hasan al-Asy’ari diantaranya adalah Abu Ali Muhammad bin ‘abd al-Wahhab al-Juba’i al-Mu’tazili dan Zakariya bin Yahya al-Saji Al-Syafi’i yang darinya ia mengambil ilmu ushul al-hadis dan mempelajari madzhab salaf, khususnya dalam masalah sifat Allah. Sedangkan murid-murid Abu Hasan al-Asy’ari di antaranya adalah Ibu Mujahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub dan Abu al-Hasan al-Bahili .

Tauhid Imam Abu Hasan al-Asy’ari

Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat. “Karena dia dalam dzatnya tidak terbagi, dalam sifatnya tidak ada yang menyamai dan dalam pengaturannya tidak ada sekutu.”

Imam al-Haramyn menegaskan bahwa makna tauhid adalah menyakini keesaan Allah, yang penjelasannya ditujukan untuk membuktikan secara argumentatif keesaan Allah SWT dan bahwa tidak ada Tuhan selainnya.

Dalam membuktikan keesaan Allah SWT, Al-Asy’ari menggunakan argumentasi rasional yang didasari ayat Al-Qur’an. Misal, ketika ia menjabarkan konsep tauhid, Al-Asy’ari terlebih dahulu mengutip surah Al-Syura ayat 11 dan surah Al-Ikhlas ayat 4 dilanjutkan dengan argumentasi rasional berdasarkan dua ayat itu.

Dalam buku yang lain, Al-Asy’ari memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah SWT dan kemudian diakhiri dengan kutipan surah Al-Anbiya’ ayat 22.  Pendekatan yang digunakan Al-Asy’ari dalam memaparkan argumentasi pembuktian tauhid dan aspek aqidah yang lain, dengan demikian, menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional,

Penjabaran Al-Asy’ari mengenai konsep tauhid dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu aspek dzat, sifat dan af’al (perbuatan). Pertama, dzat yang bermakna bahwa Allah SWT esa dalam dzatnya dan tidak menyerupai sesuatu apapun selainnya.

Hujah untuk hal ini adalah Al-Qur’an surah Al-Syura ayat 11 dan surat Al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan penalaran rasional bahwa keserupaan dengan makhluk akan berkonsenkuensi kebaharuan dan kebutuhan terhadap pencipta, atau berkonsenkuensi dahulu makhluk yang menyerupainya. Singkatnya, tauhid dzat adalah mengesakan Allah SWT, dalam dzatnya tidak tersusun elemen-elemen internal maupun eksternal, dan tidak menyamai dan menyerupai dzatnya.

Kedua adalah tauhid sifat, yang berarti bahwa sifat ketuhanan adalah sebagaimana yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang afirmasi terhadap-Nya sama sekali tidak menimbulkan penyerupaan (tasybih), karena sifat-Nya tidak seperti makhluk, sebagaimana dzat-Nya tidak seperti dzat makhluk.  Salah satu konsenkuensi dari tuhid sifat adalah penafian terhadap penggambaran (takyif). Al-Asy’ari menegaskan bahwa ahlusunnah bersepakat untuk menyifati Allah SWT, dengan seluruh sifat yang diatribusikan olehnya dan utusanya, tanpa penentangan, tanpa penggambaran dan bahwa beriman terhadapnya adalah wajib dan meninggalkan penggambaran adalah keharusan. Al-Asy’ari mendasarkan pandangannya dalam masalah ini adalah ayat Al-Qur’an dan Hadis dengan menghindari penyerupaan (tasybih).

Ketiga adalah tauhid al-af’al yang mengandung pengertian bahwa yang mencipta segala sesuatu adalah Allah SWT dan perbuatan makhluk diciptakan olehnya. Penekanan tauhid ini adalah kemutlakan kekuasaan Allah SWT, sehingga dialah satu-satunya yang menciptakan segala makhluk.

Dapat disimpulkan bahwa tauhid menurut pandangan Al-Asy’ari bermakna mengesakan Allah swt dalam dzat, sifat dan perbuatannya. Artinya bahwa Allah Maha Esa dalam berbagai dimensi dari ketiga aspek yang dijelaskan tadi.

Oleh: Muna Rahmawati, Mahasisa UIN Sunan Ampel Surabaya


Editor: Daniel Simatupang