Pawang Hujan dan Ragam Keyakinan Masyarakat

 
Pawang Hujan dan Ragam Keyakinan Masyarakat
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pixabay

Laduni.ID, Jakarta – Soal memohon tunda hujan, bagi kalangan umat Islam di Indonesia adalah hal yang biasa dilakukan ketika ingin dan tengah melangsungkan hajatan. Seperti hajatan nikah, hajatan sunatan, hajatan berangkat haji atau dalam rangka perhelatan perayaan hari besar Islam hampir dipastikan sohibul hajat atau panitia perayaan mencari cara agar di hari tersebut tidak turun hujan. Sebab sudah barang tentu, sedikit menahan orang untuk datang menghadirinya. Itu artinya pelaksanaan kegiatan terhalang oleh hujan lebat.

Untuk antisipasi agar kegiatan berjalan lancar, maka sohibul hajat atau panitia mendatangi kiai agar dido'akan selamat dan lancar. Ada pula yang datang pada pawang hujan, biasa kita menyebutnya pawang hujan, dan tidak harus pada kiai atau ulama.

Seringnya, melihat ada tancapan bawang merah dan cabai merah di sapu lidi yang diletakkan terbalik. Ini tradisi budaya yang masih lestari, sebagai alat agar langit tidak jadi hujan. Memang jenis permohonan yang tidak logis dan tidak berdasarkan anjuran agama, murni adat lokal yang bersumber kearifan lokal.

Ada pula dengan cara minta wafak, rajah, atau alat tertentu yang diletakkan di atap genting. Memang faktanya hujan tidak jadi turun. Ini orang di sekeliling kita banyak yang bisa, sebagai adat kebiasaan turun temurun, bahkan lebih dari sekedar itu sohibul hajat berharap agar selamat dan sukses.

Dulu, kalau saya lihat sohibul hajat merasa cemas ketika pagi mendadak langit mendung, saking paniknya bergegas menemui seorang kiai, oleh kiai dido'akan dan faktanya pula hujan sejak pagi buta hingga bedug magrib hujan tidak turun. Rupanya yang saya dengar itu adalah do'a nurbuwat yang dibaca oleh Kiai.

Istilah di kita dalam kehidupan beragama, yang perlu dimiliki adalah ruang paham untuk tidak menggangu budaya yang ada. Memahami agama dengan konteksnya bukan sekedar tekstual. Terkadang yang kita harapkan tidak berbanding lurus apa yang kini tengah terjadi, kadang sikap sembrono dan terburu-buru dengan memvonis syirik, ilhad, nifaq, dan fasad.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam semasa hidupnya, sebagaimana diterangkan dalam Sahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Anas, beliau pernah berdo’a:

اللهم حوالينا ولا علينا اللهم على الأكام والظراب وبطون الأودية ومنابت الشجر

Artinya: “Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami, dan jangan turunkan kepada kami untuk merusak kami. Ya Allah turunkanlah hujan di dataran tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.”

Siapaun diri kita jika itu adalah kebaikan, maka dituai kelak di kemudian hari. Kebalikan dari itu, keburukan dan kesalahan tentunya juga akan dituainya.

Minggu, 20 Maret 2022
Oleh: Gus Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang